Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Sunday 8 March 2015

Yesus Sebagai Kaum Minjung



Yesus Sebagai Kaum Minjung

Subjektifitas Sejarah

Gerakan Minjung di Korea Selatan yang dimulai pada periode 1970-an sebenarnya bisa menjadi inspirasi bagi teolog di Asia pada umumnya, karena pengalaman bersama pernah dijajah pada masa kolonialisme. Dalam pada itu faktor sosioekonomis juga tempat yang penting dalam usaha memahami gerakan Minjung.
Ada beberapa pertanyaan seputar teologi Minjung. Pertama, apakah teologi Minjung berasal dari kaum Minjung sendiri atau teologi oleh kaum elit untuk para Minjung? Kedua, siapakah sebenarnya yang disebut Minjung dalam dunia Korea kontemporer dan bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri? Apakah mereka hanya sebuah kelompok konseptual yang diciptakan para teolog untuk tujuan argumentasi mereka? Bagaimana pun harus diakui bahwa teologi Minjung memiliki peranan besar dan sangat berarti dalam menyampaikan suara kenabian dalam masyarakat Korea dan bagi orang miskin secara khusus.
Pertanyaan ini menjadi penting sehubungan dengan cara penafsiran Alkitab yang mereka kemukakan. Dengan mengidentifikasi diri sebagai Minjung maka mereka membentuk pemahaman dan penafsiran atas Alkitab. Tentang identitas para teolog Minjung, dan kemudian teologi Minjung itu sendiri, tampak bahwa para teolog Minjung telah mengidentifikasi mereka dengan ikut serta dalam penderitaan mereka. Banyak teolog yang dipenjarakan dan melalui berbagai kesulitan. Sebab mereka mengidentifikasikan Yesus dengan pengalaman Minjung dalam teologinya, maka mereka ikut menderita sebagai Minjung, dan ini ditemui setidaknya pada generasi pertama pada tahun 70-an. Meski bukan benar-benar sebagai Minjung – yaitu kaum yang tertindas – sebab banyak dari mereka adalah kaum intelektual, tokh mereka dikategorikan sebagai Minjung karena mereka ikut dan berperan dalam pengalaman orang miskin dan tertindas itu bersama-sama dengan gereja. Namun pada generasi kedua tahun 1980-an, tekanan ini tidak lagi ditemui secara tegas. Jika pada awalnya isu yang dikembangkan terutama pada masalah-masalah sosioekonomis para buruh yang miskin dan juga para petani, maka pada periode ini penekanan tampaknya pada masalah politik dan ideologis dalam hubungannya dengan demokrasi. Tampak jika pada generasi pertama, “massa” adalah para buruh kasar dan petani – yaitu kelas bawah hingga menengah – yang menentang para pemberi kerja dan tuan tanah, yang relatif lebih sedikit; maka pada generasi kedua teolog Minjung didukung sedikit saja gerakan sebab mereka secara tidak kritis telah mengadopsi ideologi Marxist-Lenin dalam usaha berteologia mereka. Juga mereka meyakini bahwa teologi Minjung sebagai protes atas sistem pada saat itu, sehingga langsung atau tidak membuat banyak orang menarik dukungannya atas mereka. Pertanyaan kedua tentang identitas Minjung sedikit lebih sulit. Istilah Minjung, yang merupakan kata dari Bahasa Cina yaitu berarti orang atau warga negara biasa (ordinary), yang merupakan istilah yang relatif baru dan tidak familiar dengan orang-orang Korea Selatan kontemporer. Sering pula digunakan oleh pemerintahan Korea Selatan untuk para pemberontak, sehingga orang sulit untuk mengidentifikasi dirinya dengan istilah yang begitu beresiko dan penuh beban itu. Dengan itu bahkan orang berusaha keluar atau mengeluarkan diri dari konsep Minjung dalam dunia Korea kontemporer. Banyak pertanyaan diarahkan pada masalah indikasi Minjung, sebagaimana sulit mengidentifikasi mereka sebagai kelompok gerakan yang konkret dan tertentu seperti teologi Hitam, teologi feminisme dan teologi Dalit. Sampai disini sebenarnya fokus gerakan Minjung tampak dalam dua bagian utama : menjamin hak-hak orang miskin, lemah dan tertindas dan kepada perubahan suatu sistem kemasyarakatan yang lebih baik untuk menjamin mereka. Kemudian dalam konteks globalisasi dan krisis ekologi, mereka mengambil berat tentang ketenagakerjaan dan sistem perburuhan yang dieksploitasi oleh perusahaan dan pemberi kerja dari luar negeri. Namun demikian sebagaimana disebutkan diatas, teologi Minjung telah membuat sumbangan yang cukup berarti tentang identitas kaum Minjung dan menantang mereka untuk berdiri dan berbicara. Di Amerika Latin teologi pembebasan mengetengahkan bahwa orang miskin dan tertindas adalah mereka yang perlu dibebaskan, teologi Minjung lebih jauh melihat bahwa Minjung adalah subyek dari pembebasan itu sebagaimana mereka adalah subyek sejarah dan kebudayaan dimana mereka berada. Hal ini digambarkan sebagaimana dalam hubungan Yesus dan kaum Minjung.
Minjung Dalam Konteks Indonesia
Ada benang merah antara teologi minjung di Korsel dengan kontek di Indonesia. Saya mencoba mengambil contoh kongkrit, agar bentuk ketidakadilan ini tidak dilihat hanya sebagai sebuah wacana, tetapi benar-benar membongkar asumsi yang bias itu sampai di akar-akarnya. Tetapi timbul lagi sebuah tanda tanya yang sangat besar, apakah ada sosok leader atau sosok pribadi yang mau berjuang bersama-sama kaum minjung, seperti yang dilakukan Yesus????
Konteks di Indonesia begitu transparan dengan kaum minjung ini, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. hal Ini kalau dilihat dari sisi ekonomi, seperti yang sudah coba dipaparkan secara singkat di atas. Tetapi kalau di lihat dari sisi PL, kemiskinan maupun kekayaan kaitannya sangat erat dengan konsep “berkat&kutuk” . tetapi konteks di indonesia secara transparan mau mengatakan bahwa kemiskinan di sebabkan karena struktur. bentuk ketidakadilan ini terjadi di setiap aspek hidup manusia, misal : di lembaga pendidikan, mahasiswa/i di layani berdasarkan kedekatan dengan pihak yang berwewenang di lembaga pendidikan tersebut, Atau juga dilihat dari background mahasiswa/i tersebut atau anak siapakah dia?????? Jadi ada yang di anak emaskan dan di anak tirikan. Tingkat keadilanpun hanya berlaku bagi mahasiswa/i yang bukan anak siapa-siapa tadi. Ironis bukan, dalam lingkup pendidikan saja sudah begitu. Contoh konkrit lainnya adalah untuk penggurusan berkas-berkas saja ada mahasiswa/i yang harus mengikuti prosedur, tetapi ada mahasiswa/i yang santai saja, yaitu dengan memanfaatkan kedekatan mereka, apakah dia selingkuhan dosen, apakah karena mahasiswa/i tersebut anak prof dan lain-lain. Di lembaga pendidikanpun menjadi lahan yang subur dalam praktek ketidakadilan, ada kaum minjung yang membutuhkan pertolongan. Kita harus memutuskan lingkaran ketidakadilan tersebut. Nah, apakah anda, baik sebagai dosen, mahasiswa/i, petinggi lembaga pendidikan, satpam, tukang parkir di lingkungan kampus, siapapun dia, mari kita menjadi perpanjang tangan Yesus di zaman kontemporer ini, untuk bersama-sama berjuang dengan kaum minjung. Perjuangan memang membutuhkan waktu yang sangat panjang, tetapi proses yang sangat panjang itu akan membuahkan hasil yang sangat baik.
Nah, bagaimana kalau kita lihat kaum minjung di tenggah-tenggah dunia yang dimana kita berdomisili? Akibat kemiskinan banyak orang mengalami penolakan, ketika dalam keadaan sakit, ada upaya untuk memperoleh kesembuhan, maka salah-satu cara adalah datang ke rumah sakit, tetapi apa daya seperti kata pepatah si bungkuk yang merindungkan bulan, demikian orang miskin, yang karena keterbatasan budget maka tidak di layani. Bahkan, yang karena tidak sanggup untuk menahan rasa sakitnya itu harus meninggal. Hmmmm sampai kapan kita harus hidup daalam situasi seperti ini???? Waktu yang akan menjawab semuanya
http://ansyetuhumury.wordpress.com/2010/11/25/6/

No comments:

Post a Comment