Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Sunday 8 March 2015

Perkembangan Agama Buddha serta Aliran-alirannya



Perkembangan Agama Buddha serta Aliran-alirannya
I.                   Pendahuluan
Sang Buddha meninggal pada tahun 483 SM. Setelah beliau meninggal, ia tidak meninggalkan suatu kitab untuk bisa dapat diteladani oleh pengikut-Nya, melainkan beliau hanya meninggalkan ajaran-ajaran-Nya secara lisan. Berdasarkan hal inilah, timbul beberapa pemahaman yang berbeda dari para Rahib dan hal ini jugalah yang akan memicu munculnya dua aliran dalam agama Buddha.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perkembangan agama Buddha setelah meninggalanya Siddharta Gautama serta aliran-aliran yang muncul dalam agama Buddha. Kami para penyaji akan memaparkan serta mendiskusikannya pada kesempatan kali ini. Semoga hasil pemaparan dan diskusi ini akan menambah wawasan kita.
II.                Pembahasan
2.1. Perkembangan Agama Buddha
Budhisme adalah nama yang diberikan kepada orang-orang yang mengikuti ajaran sang Buddha.[1] Agama Buddha ini lahir dan berkembang pada abad ke- 6 SM. Namanya dari nama pendirinya, yaitu Siddharta Gautama yang lebih terkenal dengan panggilan Buddha. Menurut keyakinan Buddhis ada banyak Buddha, yaitu orang yang sudah mendapatkan pencerahan Buddhis. Dan  Buddhis juga sebelum tahap zaman sekarang ini, sudah ada tahap zaman yang tak terbilang banyaknya. Tiap zaman memiliki Buddhanya sendiri-sendiri.[2] Karena  didalam sejarah agama Buddha terjadi suatu perkembangan yang sangat berbeda-beda , hal ini karena Buddha pada wafatnya tidak meninggalakan sebuah instansipun yang berkuasa mengenai ajarannya. Ia tidak menunjukkan seseorang sebagai penganutnya. Bahkan ajaran ini pun belum ditulis dalam kitab yang sah.[3] Sebab tidak ada yang dapat menggantikan kedudukan sang Buddha yang tiggal hanyalah ajarannya saja, yang pada waktu itu belum di bukukan. Lalu pengikut-pengikutnya mendirikan ikatan-ikatan yang bertujuan untuk memelihara ajaran Buddha.[4] Sebab sewaktu Buddha masih hidup banyak ajarannya yang telah dihapal dengan cermat oleh pengikut-pengikutnya.
Sejarah agama Buddha dimulai pada abad ke 4 SM hingga abad ke 2 yang dibagi menjadi dua tahap, yaitu mulai abad ke 6 hingga abad ke 3 sM hingga abad ke 2.
1.      Tahap pertama abad ke- 6 hingga abad ke- 3 SM
Tahap ini ditentukan oleh dua muktamar yang besar, yaitu muktamar di Rajgraha pada tahun 383 SM, dan muktamar di Waisali pada tahun 283 SM. Sesudah Buddha meninggal, diadakan konsili sebanyak 2 kali yaitu:
a.       Konsili pertama diadakan partama kali di Rijgraha, yang dihadiri 500 orang rahib. Dipimpin oleh Kasyapa yang agung. Dalam muktamar ada dua orang yang paling penting, yaitu Upala (dikenal sebagai pengenal Winaya) dan Ananda (dikenal sebagai pengenal Sutra).[5] Dan didalam muktamar ini diambil keputusan-keputusan, karena Buddha sang guru sudah meninggal maka pengikut-pengikutnya[6] mengambil keputusan bahwa mereka tetap bepegang pada peraturan-peraturan yang diberikan oleh sang Buddha sendiri, agar kaum awam tidak berpendapat bahwa sekarang para biksu meninggalkan peraturan sang Buddha.[7] Melainkan mereka harus menjaga hukum dan ajaran itu sebagaimana sudah ditetapkan Buddha tanpa ditambah atau dikurangi[8]
b.      Konsili di Waisali pada tahun 283 SM, seratus tahun setelah konsili di Rajgraha, timbul lagi persoalan baru. Para rahib di Waisili telah menyimpang dari peraturan ajaran Buddha yang sudah ditetapkan, diantaranya yaitu: para Rahib menyimpan garam lebih banyak dari pada yang diperkenankan, para Rahib makan dua kali di dua desa yang berlainan, lebih mematuhi Rahib yang sudah tua bukan kepada hukum, menerima emas, perak dan sebagainya.[9] 
2.      Tahap ke dua abad ke- 3 hingga abad ke- 2 SM
Pada tuhun 269 SM Asoka memerintah hingga tahun 233 SM. Dibawah pemerintahannya agama Buddha berkembang dengan cepat,hingga sampai diluar India. Agama Buddha mengembangkan sayapnya  ke Selatan hingga ke Langka, ke Barat hingga ke Bakteria. Dan di Bakteria hanya dibangun Kuil dan patung-patung Buddha yang sangat dipengaruhi dengan kebudayaan Yunani. Pada zaman kejayaan agama Buddha disertai dengan zaman perselisihan dan zaman perpecahan.[10]
Atas anjuran kaisar pada tahun 244 SM berlangsung konsili ke II di Patali Putra. Disinilah pokok-pokok ajaran Buddha mulai disusun secara tertulis dalam bentuk Tripitaka prestasi besar agama Buddha pada saat ini adalah ditandai dengan usaha kaisar dengan mengirim misi-misi Buddha keberbagai penguasa diluar India, diantaranya ke Syiria, Mesir, Lybia, Makedonia, Grik, Sailan, dan Birma.[11] Sekalipun demikian perpecahan berjalan terus pada abad ke- II diadakan kembali konsili/muktamardi Kashmir yaitu pada zaman pemerintahan Kaniska, sejak konsili ini perpecahan makin menghebat sehinga timbullah 2 sekte (aliran) budhisme yaitu Mahayana dan Hinayana.[12] Sebelum abad ke II peril diketahui bahwa pada tahun 184 SM kekaisaran Maurya dipimpin oleh kaisar Asoka yang ditumbangkan oleh dinasti Sunggah 184 SM- 78 M.  pada waktu tahun 78 M dinasti Kusana (78-178M) berhasil menumpas dinasti Sungga, masa ini agama-agama diberikan sikap yang toleran dari penguasa dan dinasti ini berakhir pada abad ke III dampaknya pengaruh agama Buddha di India mulai mundur, bahkan pada abad ke V agama ini hampir lenyap dari India namun mengalami perkembangan yang cukup berarti di Sailand, Dirma, Muangtai, Kamboja, Laos Vietnam, Tiongkok, Korea, dan Jepang.[13]

2.2. Aliran-aliran dalam Agama Buddha
2.2.1.      Aliran Theravada (Hinayana)
    Theravada atau Buddhisme Hinayana berkembang dibagian Selatan Asia seperti Srilanka, Thiland dan Burma. Aliran selatan ini (Hinaya) berdasrkan pada naskah awal Khotbah sang Buddha yang menitik beratkan pada sangha dan pada pencapaian Nirvana.[14] Di Negara-negara Trevada, biara-biara Buddha yang besar selalu mempunyai peranan nyata dan khusus dalam kehidupan nasionalnya. Biara dinggap penting sebagai tempat pendidikan orang-orang awam dalam priode tertentu untuk menjalani hidup membiara. Pendidikan tersebut di khususkan bagi kaum pria yang diharapkan sampai dewasa nanti tetap menjalankan kebiasaan hidup membiara, khususnya dalam melawan pengaruh Barat.[15]
      Dalam pokok ajaran Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat didalam kitab-kitab yang kanonik. Ajaran tersebut dapat dirumuskan, yakni:
v  Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja (Dharma). Oleh karna itu tidak ada sesuatu untuk yang tetap berada. Tidak ada aku yang berpikir, sebab yang ada adalah perasaan.
v  Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau realitas yang kecil dan pendek dan yang berkelompok sebagai sebagai sebab dan akibat, karena pengaliran dharma yang terusa menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada “perorangan” yang palsu[16]
v  Tujuan hidup adalah mencapai Nirvana. Anirvana bukanlah suatu kedaan hampa /kekosongan atau tujuan dari eskapisme (aliran yang ingin melarikan diri dari kenyataan). Nirvana bukanlah sesutu yang “ada” bukan pula “hancurnya segala yang ada” atau pun suatu tingkat surgawi. Nirvana hanyalah lenyapnya kecendrungan yang tidak baik dan lenyapnya kepalsuan ilusi, karna itu nirvana bukanlah suatu tempat, melainkan suatu tingkat kesadaran.[17]
v  Cita-cita yang tertinggi ialah menjadi arhad, yaitu orang sudah berhenti keinginannya, ketidak tahuannya dan sebagainya, dan oleh karnanya tidak ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.[18]
Para pengikut Hinayana percaya bahwa Teraveda identik dengan Tipitaka, Buddhaisme Hinayana merupakan perkembangan logis mengenai dasar-daar karya resmi. Menurut Buddhahisme semua mahluk adalah sementara. Tujuan eksitensi adalah pencapaiyan nirwana atau penghentian kesadaran seluruh kesadaran merupakan perasaan atau suatu yang mengakibatkan perbudakan. Di dalam Hinayana tidak ada spekulasi mengenai apa yang tinggal setelah nirwana. Hinayana melambangkan suatu konsepsi ontropomorfis, berdasarkan pada panteisme populer, dan percaya akan suatu pencipta tertinggi serta banyak dewa bawahan. Dalam Hinayana yang ortodoks sebenarnya Buddha sama dengan pria lainnya, hanya mempunyai kecerdasan dan kemampuan yang lebih. Ibadah kepada Buddha hanya satu peringatan. Hinayana hampir mangabaikan nasihat Gautama sehubungan dengan spekulasi yang tidak tampak. Hinayana hampir menjadi pantaisme. Fenomenalisme filosofis dan panteisme religious dengan kecendrungan-kecendrungan monarkis seperti yang kita miliki. Hinayana merupakan agama yang tidak menarik yang mengingkari Tuhan dalam ajarannya, meskipun dalam praktiknya ibadah kepada Buddha. Buddhaisme Hinayana bukan hanya jalan menuju nirwana, tapi juga mengajarkan kita jalan untuk lahir kembali dalam dunia brahma dengan rahmat dan pertolongan Raha Kudus. Budhaisme Hanayana lebih suka dengan batasan-batasan ketat secara filosofis. Haniayana mewakili tradisi-tradisi Budha dengan setia dengan kecendrungan yang negatif dan abstraknya Hanayana menjadi penjelmaan pikiran yang sudah mati dan jiwanya yang terpenjara. Hal itu membuat manusia tidak mempunyai iman yang kuat dan cita-citanya nyata yang diperlukan untuk hidup berkarya.[19]





2.2.2.      Aliran Mahayana
Mahayana artinya “kendaraan besar”[20] walaupun banyak keterangan Tuhan mengenai asal mula dan kemunculan Mahayana yang kabur karna pengaruh waktu, tetapi kita mengetahui beberapa fakta sejarah. Aliran utara atau Mahayana amat dipengaruhi oleh Universitas Nalanda di India (suatu kekuatan Buddha yang bertahan selama lebih dari 1000 tahun). Mahayana dengan mudah dapat dijumpai di Tabiet, Nepal, Sikkim, China, Vietnam dan Jepang lebih menitik beeratkan tujuan menjadi bothisatwa yaitu seorang yang walaupun telah mencapai tingkatan terakhir dari kebuddhaan dan mencapai nirwana sehingga tidak perlu lagi dilahirkan kembali untuk menolong dan menyelamatkan orang lain yang belum mencapai tingkat tersebut.[21]
      Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi ajaran Mahayana adalah Bodhisattwa dan sunyata karena itu hampir terdapat pada tiap hal aman tulisan-tulisan Mahayana. Secara harafiah Bodhisattwa berarti orang yang hakekat atau hakekatnya atau tabiatnya adalah Bodhi  (hikmat) yang sempurna. Mahayana Bodhisattwa adalah orang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masak pada diri orang lain. Seorang Bodhisattwa bukan hannya merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan juga turut merasakannya dengan berat. Oleh karenanya ia sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala aktivitas sekarang dan kelak guna keselamatan dunia. Karena kasihnya kepada dunia. Karena kasihnya kepada dunia maka segala kebajikannya dipergunakan untuk menolong orang lain.[22]
      Aliran Mahayana meliputi sejumlah Bodhisattwa, malaikat-malaikat Agung dan orang-orang kudus. Dengan memberikan tempat yang luasbagi bhakti, pandangan keselamatan Mahayana membuka jalan bagi masuknya Tantrisme dan bentuk-bentuk mistik yang lain.[23] Kesatuan agama Mahayana bisa dilihat dalam doktrin trikarya yang diterapkan pada pribadi manusia yaitu:
a.       Dhammakaya : merupakan dasar eksistensis tertinggi. Barangkali ini bisa disamakan dengan Brahman dari Gita.Ia bukan dewa yang biasa tetapi dewanya para dewa.
b.      Ia dewa (devati) ia pencipta Bodhisattva.  Dengan kata lain, dhammakaya itu relitas yang tetap kalau mau diterapkan pada manusia.
c.       Sambhogakarya : merupakan tubuh kenikmatan atau Roh yang mempribadi.
d.      Nirmanakarya: tempat dimana manusia berada.[24]
Hal yang kedua memberi ciri Mahayana ialah ajaran tentang sunyata yang artinya kekosongan. Kosong (berarti) berati: tiada yang mendiaminya. Oleh karna itu sunyata berarti bahwa tiada pribadi (yang mendiami orang). segala sesuatu adalah kosong, oleh karenanya tiada yang dapat diingainkan atau dicari. Bukan hanya dunia yang kosong melainkan juga Nirwana bahkan dunia juga kosong. Kebenran yang tertinggi adalah kosong, oleh karenanya tidak dapat dijadikan sasaran kepercayaan yang mutlak tak dapat dipegang, seandainya ia dapat dipegang, tak dapat dikenalnya sebab yang mutlak tidak memiliki ciri-ciri yang meembedakan dengan yang lain.[25]
Ada 3 prinsip yang dianggap menjadi ajaran Budha Mahayana antara lain:
Ø  Orang tidak boleh bergantung pada usaha mereka sendiri untuk mencapai nirwana. Akan tetapi mereka dibantu oleh “Bodhisattwa” adalah orang yang telah mencapai pencerahan tetapi masih tinggal dibumi karna pilihan untuk menolong orang lain mencapai nirwana.
Ø  Apapun dapat digunakan sebagai menuju perncerahan, termasuk mantra, menebang pohon atau mengalirkan air.
Ø  Sangha dapat membantu orang yang ingin mencapai pencerahan. Sangha adalah komunitas para rahib mengikuti pengajaran sang aBudha. Cita-cita tertinggi Mahayana adalah untuk mencapai Bodhisattwa.
III.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah wafatynya Sang Buddha Gautama, tmbul perpecahan dalam agam tersebut, yang menyebabkan adanya 2 aliran yang timbul yaitu Theravada (Hinayana) dan Mahayana yang kemudian berkembang kebeberapa Negara. Yang dimana cita-cita tertinggi dari hinayana adalah untuk mencapai Arhat dan Mahayana adalah untuk mencapai Bodhisattwa.
IV.              Refleksi Theologis
Buddha seseorang yang mendapat penegetahuan dengan kekuatan sendiri. Dan ia mencapai penegetahun itu tidak dengan mendapat wahyu dari sesuatu dari Allah. Bahkan ketika  Buddha meninggal dia tidak meniggalkan kitab-kitab, melainkan ia meninggalkan ajaran secara lisan. Akan tetapi para pengikut ajaran Buddha merak tetap mengingat ajaran tersebut dan tetap mempertahankannya, jadi sebagai refleksi Theologis pada sajian ini bahwa agama Buddha yang memilikidua aliran akan tetapi tetap ajaran Buddha. Seperti sama halnya dengan ayat alkitab yang tertulis dari 1 Korintus 4:15, “ Sebab sekalipun kamu mempunyai beribu-ribu pendidik dalam Kristus, kamu tidak mempunyai banyak Bapa. Karna akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi Bapamu oleh injil yang kuberitakan kepadamu.” Sama halnya dengan dengan Agama Kristen walaupun banyak aliran gereja maupun kepercyaan, tetap mengikuti dan menyembah Yesus, begitulah Agama Buddha, memiliki dua aliran tetapi mengikuti ajaran dari pada Buddha.    

V.     Daftar Pustaka
Arifin, H. M, Menguak misteri ajaran Agama-agama Besar, Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 1998
Donath, Dorothy c, pengenalan Buddha, Yayasan Penerbit Karniya,2005
Hadiwijino, Hadiwirun , Agama Hindu dan Buddha, Jakarta: BPK-GM, 2009            
Harap, Syahrin, Sejarah Agama-agama, Jakarta: BPK-GM, 1994
Honig, A.G, Ilmu Agama, Jakarta: BPK-GM, 2009
Keene, Michael, Agama Dunia, Yogyakarta: Kanasius, 2006
Shenk, Davit,  Ilah-ilah Global, Jakarta: BPK-GM, 2006
Sutrisno, Mudji, Budhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003
Talhas, T. H, Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Gulura Pase, 2006







[1] T. H. Thalhas, Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Gulura Pase, 2006), 81
[2] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 69
[3] A. G. Honig, Ilmu Agama, (Jakarta: BPK-GM, 2009), 216
[4] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, 87-89
[5] Davit W. Shenk, Ilah-ilah Global,  (Jakarta: BPK-GM, 2006), 131
[6] Mudji Sutrisno, Budhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003), 33
[7] Davit W. Shenk, Ilah-ilah Global,  131
[8] Mudji Sutrisno, Budhisme Pengaruhnya dalam Abad Modern, 66
[9] Harun Hadiwijono, Agama Hindu -  Buddha, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 66
[10] Ibid, 88-89
[11] Syahrin Harahap, Sejarah Agama-agama, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 153
[12] H. M. Arifin, Menguak misteri ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 1998), 108
[13] Syahrin Harahap, Sejarah Agama-agama, 153-154
[14] Dorothy c. Donath, pengenalan Buddha, (Yayasan Penerbit Karniya,2005), 22
[15] Mudji Sutrisno, Sj, Budhisme, pengruhnya dalam abad Modren, 126-127
[16]  Harun Hadiwijono, Agama Hindu -  Buddha, 91
[17] Dorothy c. Donath, pengenalan Buddha, (Yayasan Penerbit Karniya,2005), 33
[18] Dorothy c. Donath, pengenalan Buddha, 01
[19] Mudji Sutrisno, Sj, Budhisme, pengruhnya dalam abad Modren, 170-172
[20] MichaelKeene, Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanasius, 2006), 70
[21] Dorothy c. Donath, pengenalan Buddha, 23
[22] Harun Hadiwijono, Agama Hindu -  Buddha, 91-92
[23] Mudji Sutrisno, Sj, Budhisme, pengruhnya dalam abad Modren, 176
[24] …..Ibid, 176
[25] Harun Hadiwijono, Agama Hindu -  Buddha, 85

No comments:

Post a Comment