Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Sunday 8 March 2015

Teologi Komunikasi



I.                   Pendahuluan
Pada pertemuan minggu lalu kita membahas beberapa buku dan hubungannya dengan teologi komunikasi. Pada pertemuan kali ini kami para penyaji akan memaparkan hasil resensi buku yang berjudul perempuan di dalam perbatasan, dan hubungannya dengan teologi komunikasi. Semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahsasan
2.1  Biodata buku
Judul buku                          : PEREMPUAN DALAM PERBATASAN
(Pergulatan Evangelikalisme dan feminisme)
Pengarang                          : Nicola Hoggard Creegan dan Christine D.Pohl
Penerbit                              : PT BPK Gunung Mulia
Tebal Buku             : 292 halaman
Tempat/Tahun Terbit          : Jakarta/2010
2.2 Pengertian Teologi Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communication” atau “commuias” yang artinya sama atau menjadikan milik bersama. Berkomunikasi: berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain menjadi miliknya. Communication: berbagi atau menjadi milik bersama.
Jadi komunikasi adalah suatu proses dimana 2 orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukarn informasi dengan satu sama lainnya. Yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Teologi adalah pemikiran, ajaran/doktrin yang sistemtis tentang Allah dan ciptaannya. Berteologi berarti cara bagaimana manusia manusia menghayati dan mengaplikasikan imannya kepada Allah dalam setiap konteksnya.
2.2  Isi  Buku
Bab 1. Dimana Para Perempuan Cakap
Dimanakah para perempuan cakap? Pertanyaan ini dipertanyakan ketika panitia rekrutmen mempertimbangkan para pelamar untuk posisi dalam bidang teologi, etika, studi biblika, dan sejarah gereja. Pertanyaan ini mengudang demensi-dimensi institusional, teologis, personal, dan praktis. Apakah perempuan itu sedang tersesat, hilang atau tidak terlihat?sebuah cerita menjelaskan betapa kompleksnya persoalan ini. karena keahlian dalam bidangnya, chistine sering diminta menjadi pembicara utama dala sebuah konferensi tentang keramah tamahan Kristen. Kami mendeskripsikan suatu wilayah yang kebanyakan tidak terpetakan,yaitu wilayah perbatasan dimana perempuan evangelikal, feminisme dan pendidikan teologi saling bersinggungan. Karena wilayah tersebut merupakan substansi kehidupan kami, maka wilayah ini cukup personal, dan kami memilih untuk menggunakan pendekatan narasi yang telah dimodifikasi.
Bab 2. Berbagai Suara dan Kisah
Berbagai tanggapan tentang pertanyaaan tetang evangelikal, serta hubungannya dengan gender dan feminisme sungguh menyingkapkan cara-cara yang diupayakan perempuan untuk diupayakan perempuan unuk merundingkan berbagai dunia dan alasan-alasan mereka untuk tinggal atau meninggalkan dunia evangelikal. Beberapa responden menyimpulkan bahwa integritas pribadi menurut pilihan antara evangelikalisme dan feminisme, tetapi yang lainnya tidak ingin menggunakan istilah perbatasan sama sekali. Sejumlah perempuang memilih menggunakan label yang berbeda atau mengindentifikasikan diri dengan tradisi yang berbeda, sementara sebagian kecil perempuan tidak melihat feminisme menarik atau secara khusus merupakan hal yang mendesak. Namun, bagi sebagian besar perempuan-perempuan yang di survei pertanyaan-pertanyaan ini melibatkan suatu pergumulan spiritual. Hidup di perbatasan melibatkan refleksi terus-menerus mengenai identitas dan secaara teatur bergulatdengn kompleksits asumsi gender di lembaga-lembaga evanglikal. Pemahaman mengenai gender, meskipun tidak secara eksplisit merupakan bagian dari banyak pertanyaan dan pengakuan iman, tampak jelaas dalam praktik, tata bahasa, serta retorika gereja dan komunitas.
      Perempual evangelikal yang mengajar dalam bidang teologi menjumpai batas-batas ini secara teologis, instutional, dan personal. Pada tahun-tahun selanjutnya, pertanyaan seputar identitas evangelikal telah ditempatkan secara luas, tetapi sampe akhir-akhir ini percakapan akademis dengan cara yang aneh sering diam mengenai peran dan arti penting asumsi gender dalam dunia evangelikal.
Bab 3. Isu-isu Gender dan Evangelikalisme Masa Kini
Dalam bab ini telah di gambarkan banyak keterangan seputar gender dalam identitas, intitusi, dan komitmen evanggelikal dalam upaya meningkatkan diskusi kita tentang hidup diperbatasan dalam dunia evangelikal yang lebih besar. Budaya evanggelikal terdiri dari sejumlah paradoks dan kompleks, beberapa tersembunyi dan beberapa cukup jelas. Komitmen dan batas-batas kognitif merupakan prioritas yang jelas diatas faktor pengalaman, tetapi memberikan nilai penting dari kehidupan evangelikal. Asumsi-asumsi gender merupakan hal yang paling tersembunyi tetapi sangat penting dalam memilihara identitas simbolik dan identitas actual. Pentingnya hubungan kelembagaan tidak di tekankan tetapi sangat penting untuk memiliki suara dalam lingkungan evangelikal.
Walaupun berbagai komitmen teologis mungkin telah digambarkan sebagai karakreristik yang menjelaskan dari evangekalisme, praktik dan kepercayaan yang terkait jender memiliki peran yang sangat penting. Perempuan evangelikal yang terampil secara akademis menghadapi tantangn-tantanglahan tertentu dalam upaya bekerja dalam ruang yang digenderkan ini.
Evangelikalisme dan feminisme telah memangdang saru sama lain dengan kerugian yang dalam, dan retorika mengenai “yang lain” telah dilakukan oleh kedua sisi. Posisi-posisi ini telah mempersulit upaya yang menempatkan persoalan-persoalan gender dalam evangelikalisme dan untuk menemukan sebuah tempat dimana kekuatan kedua pandangan ditegaskan.


Bab 4 Megabaikan Meja, Menemukan Sebuah Suara
Bab ini telah menguji isu-isu kompleks mengenai kedirian, serta identitas dan cara-cara cendikia yang didalamnya perempuan evangelikal bergumul dan bertekun dalam lingkungan akademis melalui anugerah , perlawanan yang gigih, dan liminalitas. Perempuan menghargai beberapa pembimbingdan model yang ada serta berpegang pada panggilan yang kadang-kadang diremehkan.
Bab 5 Membentuk Perempuan Yang Cakap
      Dalam komunitas, keluarga, dan gereja, kami menjumpai suara penegasan dan kadang-kadang penyangkalan. Sering, teman-teman dan keluarga melihat cakrawala yang lebih luas daripada yang dapat kami bayangkan untuk diri kami sendiri. Perempuan telah menemukan berbagai cara untuk memilihara panggilan dan komitmen mereka. Namun sebagai mahluk yang sangat relasional dalam citra Allah yang tritunggal, kami sangat terganggu menjumpai ketidakhadiran masyarakat dan percakapan di dalam inti terdalam dari jemaat Kristen dan pemikiran teologis. Perempuan, yang berkomitmen pada Gereja, merindukan tempat aman untuk percakapan yng menganugerahkan kehidupan dan komunitas iman yang lebih bersemangat serta percakapan yang mengakui keberagaman dunia yang kami diami.
Bab 6 Peta-peta Evangelikal dan Feminis
Perempuan evangelikal dilingkungan akademis mencoba melakukan teologi dalam konteks yang sering tidak terbuka bagi suara feminis, konteks dimana kehadian perempuan sebagai pemimpin teologis dapat menyembunyikan alarm yang menggagu keseimbangan gender “alami”. Kadang-usaha yang dituntut untuk tetap tinggal dalam percakapan benar-benar mengasyikan. Apa yang dapat dilakukan oleh perempuan yang terlatih dalam bidang teologi harus dilakukan diantara celah-celah, begitu istilahnya, dan dalam beberapa cara berupa dialog antara suatu kesadaran feminis dan dunia kehidupan yang berpengetahuan biblis. Mengamati keseluruhan melintasi peta yang terbagi ini, intuisi teologis kami dipertajam dan dialog menjadi lebih kaya ketika dimensi vertical dan horizontal iman diyataka melalui pemahaman evangelikal wawasan feminis.


Bab 7 Melanjutkan Dialog Teologis
Apakah mungkin hidup diperbatasan antara evangelikalisme dan feminisme,atau bahkan untuk mengklaim kembali perbatasan sebagai pusat? Apakah mungkin untuk hidup dalam kedua dunia secara teologis? Memunculkan pertanyaan ini adalah memunculkan sebuah ruang kabar baik (gospel) baagi pembalikan yang mengejutkan dan hidup dalam harapan dari keyataan yang diproklamasikannya. Memilih untuh hidup dalam ruang ini berarti kita tidak akan sanggup untuk menjelaskan ke depa semua yang baik bagi kita atau dimana tepatnya perbatasan hermeneutika berada. Perempuan feminis evangelikal tetap yakin pada hakikat teks yang diterima dan kekuatan Firman untuk membentuk kehidupan kita. Kita sama-sama yakin bahwa suara kenabian menyatakan ulang Firman tersebutdan menafsirkannya kembali dalam setiap generasi di bawah kuasa Roh Kudus bagi perempuan sebagaimana halnya juga bagi laki-laki. Suara yang telah kita dengar dari perbatasan ini begitu bergairah dan tajam. Peduli dengan anugerah dan keadilan, berorientasi pada masa depan, dan selalu bertanya-tanya untuk merenugkan, sering kali di tengah-tengah kekacauan dan konfklik, jika terdapat suatu teologi yang berbeda dan suatu spiritualitas yang dibarui yang muncul diperbatsan, kita berharap dan berdoa bahwa hal itu kan berpusat pada kristus, bersifat egaliter. Menganugerahkan kehidupan, dan adikodrati serta yang akan menyatukan ketimbang memecahbelah berbagai segi dan dalam gereja.
 Bab 8 Kesimpulan
Apakah Feminisme Evangelikal Mungkin?
Seorang perempuan muda, yang memulai studi doctoral dalam bidang teologi, memberi pendapat,
Saya sangat kecewa kepada teman-teman evangelikal konservatif dan liberal saya saling berbicara  buruk tentang yang lainnya. Mereka terlihat sedang berpikir “mengapa merasa terganggu megapan terganggu dengan percakapan? Apa yang mungkin kami miliki bersama-sama?” Dan saya ingin menjawab, “kamu memiliki saya dalam kebersamaan dan itu seharusnya cukup bagi sebuah permulaan”
Kesimpulan YA, feminisme evangelikal memang mungkin; kami memasukkan peta-peta yang saling melengkapi. Kami mungkin tidak mengerjakan semua detail. Mungkin juga kami berhadapan dengan konflik dan ketegangan setiap hari. Namun, mungkin sampai tingkat tertentu kami siap membawa asumsi dan komitmen ini secara bersama-sama, baik sebagai feminis maupun sebagai evangelikal. Kedua dunia merupakan bagian dari identitas kami. Bagi keduadunia itu pula, sangat membantu jika beberapa orang hidup di persimpangan.
2.3  Hubungan dengan Teologi Komunikasi
2.3.1        Komunikator (communicator)
Nicola Hoggard Creegan dan Christine D.Pohl, adalahdua orang perempuan yang berpendidikan teolgi (evangelikal)
2.3.2        Komunikan (audience)
Perempuan-perepuan yang belajar teologi (studi lanjut).
2.3.3        Media
Melalui e-mail, internet
2.3.4        Pesan
Pesan yang disampaikan komunikator adalah bahwa perempuan juga bisa menjadi seorang evangelikal, tanpan melihat perbadaan gender laki-laki dan perempuan. Karena itu merupakan panggilan dan tanggung jawad.
2.3.5        Umpan balik
Sebagian besar perempuan menceritakan perjalanan mereka dan sangat ingin berpartisipasi. Namun, beberapa perempuan enggan membari respon.
2.4  Kekurangan dan Kelebihan Buku
2.4.1        Kelebihan
·        Setiap bab buku ini memiliki kesimpulan sehingga mudah dimengerti
2.4.2        Kekurangan
·        Bahasa yang digunakan terlalu tinggi hingga susah dimengerti.
·        Tidak ada gambar pendukung yang membuat lebig mengerti

1 comment: