Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Monday 19 March 2018

Fenomena Pemberhalaan Agama


FENOMENA PEMBERHALAAN AGAMA  
Parulihan Sipayung  
Abstract Religions tend to imprison God in their formulation.  It is even not impossible that religions can replace God.  The very act of replacing God is known as the idolatry of religion.  Let God be God and religions be God’s hands to bring liberation to the world. 
Keywords:  religion, idolatry, theology, violence.  
Abstrak Agama cenderung memenjarakan Allah dalam rumusannya. Bahkan, bukan tidak mungkin kalau agama bisa menggantikan Allah - kalau ini terjadi, inilah yang disebut pemberhalaan agama - Biarlah Allah tetap menjadi Allah dan agama-agama menjadi tanganNya, membumikan pembebasan bagi dunia. 
Kata-Kata Kunci: agama, berhala, teologi, kekerasan.   
Pendahuluan 
Berjuta-juta orang telah menempuh jalan beragama untuk  mencari Yang Ilahi, namun ketika Sang Ilahi tidak ditemukan maka jalannya sering dijadikan sebagai allah. Inilah persoalan kini dalam hidup beragama. Agama secara eksklusif  telah mengkampanyaken bahwa ajarannyalah satu-satunya yang benar, allah yang dikenal di luar ajarannya adalah allah palsu dan sesat. Yang Ilahi yang tidak terbatas telah dibatasi oleh agama yang terbatas.  Hal ini konkret dan faktual, sebagaimana telah dunia saksikan bersama-sama. Orang-orang yang beragama tanpa belas kasihan telah menghabisi nyawa orang lain atas alasan Deus vult (Allah menghendakinya/perang salib), sekelompok massa atas nama agama
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 156    
   
 
secara bringas telah memporak-porandakan perumahan dan mengubah teduhnya kedamaian menjadi ricuh, kacau, bahkan sampai menumpahkan darah. Ada juga yang secara militan menyatakan bahwa mereka adalah orang yang membela Yang Ilahi dan mau mati kapan saja walaupun kematiannnya menimbulkan penderitaan dan kematian bagi sesamanya. Agama nyaris telah berubah fungsi. Karena perbedaan agama maka seseorang dapat diabaikan hak asasinya, agama telah menjadi penjajah nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini adalah fenomena yang sangat memprihatinkan, itu mengapa penulis mengangkat tulisan ini dengan  judul “Fenomena Pemberhalaan Agama.”  Artikel yang ditulis dalam bingkai teologi agama ini handak menganalisa peran agama dalam ruang-ruang sosial, juga untuk memetakan bagaimana agama-agama berelasi dengan dengan allahnya, guna melihat apakah agama-agama berperan membumikan kebebasan, dan pada akhirnya berusaha meretas sebuah gagasan agar agama yang terbatas tidak lagi mengurung–membatasi Allah yang tidak terbatas dalam tiang-tiang ajarannya.  
Apa Itu Agama? 
Secara linguistik dari sudut pandang bahasa Indonesia agama berasal dari bahasa Sanskerta yaitu a yang artinya tidak dan gama yang artinya kacau. Hal ini mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu norma yang yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.1  Dalam bahasa Arab agama dikenal dengan nama al-din2 yang artinya dapat bermacam-macam seperti, al-mulk (kerajaan), al-khidmat (pelayanan), Al-‘izz (kejayaan), al-ichsan (kebajikan), al-ibadat (pengabdian) dan lain-lain. Dalam QS. Ali Imran: 85 juga disebutkan Hanya agama Islamlah yang diakui di sisi Allah, dan barang siapa yang mengakui agama yang bukan Islam sebagai agamanya maka tidak akan diterima dari pada-Nya. Jadi semua agama yang dianut para nabi
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   1 H. Dadang Kahmud, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 13, menurut inti maknanya yang khusus kata agama disamakan dengan religion (Inggris), religie (Belanda), semua berasal dari bahasa Latin yaitu religio, dengan kata dasar religare yang artinya mengikat. 2 Dalam Al-Qur’an, surat Al-Kafirun ayat 7, dikatakan demikian ”bagimu al-din kamu dan bagiku al-din aku”. Jadi kata al-din bisa meunjukkakn agama Islam atau agama lain. Tidak menunjuk pada agama  yang sah. Jadi penggunaanya universal.
 
157 Indonesian Journal of Theology
   
 
itu adalah agama Islam.3 Jadi dalam sudut pandang Islam, agama adalah peraturan Tuhan yang tidak dapat dicapai dengan akal manusia melainkan dengan firmanNya.  Dalam perspektif Barat, keberadaan agama menekankan adanya pemisahan yang religius dan non-religius, istilah yang mereka pakai untuk ini adalah formative of the dichotomous.4 Sistem teistik Barat banyak dipengaruhi oleh agama Yahudi, Kristen dan Islam. Gaya paguyuban keagamaan Barat adalah “gathered people,” yaitu a group of persons who have been divinely called to and have conciously chosen to follow this particular faith rather than other possible faith or non-faith. Keagamaan seperti inilah yang kemudian disebut oleh Friedrich Scleirmacher sebagai ‘feeling of absolute dependence’, absolute as contrasted to other, relative feelings of dependence. Dari pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa agama secara etimologis (bahasa Sanskerta) adalah lembaga yang menjaga agar masyarakat tidak kacau. Artinya sebagai penjaga perdamaian. Agama ada sebagai bukti dari pengakuan manusia atas adanya sesuatu Yang Ilahi yang mengatur jagad raya ini. Hanya kepada Sang Ilahi-lah kita bergantung dan dalam pengamalannya ditunjukkan dengan hidup beragama, hidup menjaga ketidak-kacauan (tidak chaos).   
Lalu Berhala? 
Kata berhala diterjemakahkan dari idolatry, kata ini berasal dari dua kata Yunani yaitu, eidolon (image) dan latreia (adoration), jadi idolatry berarti adoration of images. Idolatry diartikan dengan beberapa hal yaitu penghormatan terhadap tokoh yang dianggap manusia super (Goblet d’Alviella), penghormatan pada objek tertentu dengan bergantung mutlak, dengan mempersembahkan sesajen, sebuah idol objek yang
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   3 Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat Jilid A-B (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2000), 87. Berdasarkan pengklasifikasian ini agama dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu, agama wad’i (natural religion) dan agama samawi (revealed religion) atau disebut juga agama langit (samawi=langit). Perbedaan antara ke dua agama ini adalah bahwa ada anggapan bahwa agama samawi adalah pemberian dari Allah, yaitu ada wahyu yang datang dari Allah yang disampaikan nabi atau rasul, ada kitab suci, ada konsep Tuhan Yang  Maha Esa, dan ada hidup sekarang dan akhirat  sedangkan agama wad’i hal ini tidak ada (kalaupun ada maka sifatnya tidak terlalu lengkap). 4 Hal ini dijelaskan dengan, the basic structure of theism is essentially a distinction between a transcendent deity and all else, between the Creator and His creation and between God and man. Winaton L. King, “Religion”, in Encyclopedia Of Religion Vol. III, ed. Mircea Elliade (New York: McMillan Library Reference, US, 1993), 282.
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 158    
   
 
biasanya berbentuk anthromorf  yang diharapkan menghadirkan roh sebagai objek dari ritual dan lain-lain.5 Cristopher R. North menjelaskan ada dua ide mengenai berhala yaitu, “idolatry is the whorsip of the creature instead of the Creator and to make matter worse, the creature is made by man who is himself a creature.”6 Jadi berhala adalah penyembahan kepada sosok idol yang adalah ciptaan manusia mengantikan Yang Ilahi. Setiap penyembahan kepada berhala seturut dengan pandangan North akan membawa kepada sesuatu yang semakin buruk karena manusia menyembah sesuatu yang adalah ciptaan manusia itu sendiri, menggantikan Sang Pengada yang sejati.  Jadi seturut dengan pendapat North, berhala dapat diartikan sebagai penyembahan kepada ciptaan yang dilakukan untuk menggantikan Sang Pencipta. Jadi setiap pemujaan pada buatan tangan manusia lalu meninggalkan Yang Ilahi, inilah yang penulis maksud dengan berhala.   
Hubungan Agama-Agama Dengan Yang Ilahi 
Allah adalah Dia yang universal dan tidak dapat dipahami dan dibahasakan. Manusia hanya dapat mengenal Allah jika Dia yang agung itu berkenan menyatakan diri dalam dunia. Meskipun Dia menyatakan diri tetap saja karena keterbatasannya, manusia tidak akan bisa memahami Dia secara utuh. Manusia tidak mengetahui apa-apa tentang Allah tanpa inisiatifNya dalam anugerah penyataanNya. Karena iman yang bertanggung jawab adalah iman yang tidak buta, sebuah credo ut intelligam yang artinya I believe in order to know.7 Dia Yang Ilahi itu telah menyatakan diri kepada manusia dengan berbagai cara. Allah menyatakan dirinya kepada Musa dalam bentuk api di atas gunung Sinai, Dia juga menampakkan dirinya kepada bangsa Israel dalam bentuk api dan awan saat dalam perjalanan di padang gurun, namun penampakanNya dapat pula sebagai merpati, atau sebagai sosok anthromorf. Semua ini adalah model penampakan Yang Ilahi. Walaupun Yang Ilahi itu menampakkan diri dalam bentuk api belum tentu juga itu bisa menjadi dasar bagi kita untuk mengatakan bahwa api adalah Yang Ilahi, atau awan adalah Yang Ilahi. Karena semua itu hanya
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   5 Julien Ries, “Idolatry”, in Encyclopedia Of Religion (Second Edition),ed. Lindsay James, (New York: Gale Cangage Learning, 2005), 4357. 6 Julien Ries, “Idolatry,” 4357.  7 Hans Küng, On Being A Christian (New York: Doubleday, 1968), 64-65.
 
159 Indonesian Journal of Theology
   
 
wujud penyataanNya saja. Dia tetaplah Dia dan Dia adalah misteri. Manusia hanya dapat belajar memahami Dia melalui penyataanNya.  Secara pluralis Ia telah menyatakan diri kepada banyak manusia dan manusia pun menanggapi penyatanNya itu. Jadi umat beragama harus menyadari bahwa semesta iman berpusat pada Allah dan bukan pada kekristenan atau agama lain pun, ia adalah matahari sumber awal dan terang kehidupan yang agama-agama refleksikan dengan caranya sendiri dan berbeda-beda. 8 Agama-agama berhubungan dengan Yang Ilahi tapi dengan berbagai cara.9 Yang Ilahi adalah sumber segala kebaikan yang dari padaNya semua manusia dituntut untuk ‘membumikan’ kehendakNya. Secara umum semua agama mengajarkan tentang hal-hal yang baik dan tentu Yang Ilahi itu adalah sumber segala kebaikan. Knitter menyebutkan bahwa hubungan antara Yang Ilahi dengan agama-agama adalah ibarat analogi sumur dan air bawah tanah yang menjadi sumber atas semua air yang ada di permukaan. Sumur adalah agama dan mata air bawah tanah adalah Yang Ilahi, yang dari padaNya semua asal air sumur. Tidak ada sumur yang lebih baik airnya, karena semua air berasal dari sumber yang sama. Yang Ilahi itulah sumber segala yang baik dalam setiap agama. Yang terpenting dalam paham ini bukanlah Yang Ilahi itu sebagai persona atau supra persona, tapi yang terpenting adalah bahwa Yang Ilahi itu adalah sumber air religius tanpa dibatasi oleh konsep atau tradisi apapun.10 Wawasan agama-agama harus diganti dengan perspektif baru. Karena Yang Ilahi adalah sumber rahmat, kebaikan, keadilan, kedamaian, kesejateraan dll. Maka di mana ada rahmat di situ juga kerajaan Yang Ilahi hadir.11 Agama-agama adalah agen Yang Ilahi itu dalam menyapaikan pesan-pesanNya kepada dunia. Agama-agama harus bersatu padu membangun kerajaan Yang Ilahi. Karena Yang Ilahi adalah “induk” dari semua agama-agama maka seharusnya agama-agama menjadi partner kerja bagi agama yang lainnya dalam mewujud-nyatakan kehendakNya.  Pada awalnya agama-agama bersifat eksklusif dengan memahami bahwa Allah yang dikenalnya saja yang benar dan yang lain adalah palsu. Wawasan keagamaan yang sempit ini berkembang cukup lama dan pandangan ini gagal melihat bahwa dalam agama lain
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   8 Joas Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama (Jakarta: BPK-GM, 2002), 76. Petikan di atas adalah perkataan Jhon Hick.  9 Denis L. Okholm, et.al, Four Views Of Salvation in A Pluralistic World (Michigan: Zondervan,  1995), 17. 10 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi  Agama-Agama (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 149. 11 Ibid., 230.
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 160    
   
 
pun ada sesuatu yang baik, artinya Yang Ilahi juga berkarya pada sesuatu yang baik di agama yang lain tersebut. Pendekatan untuk melihat bahwa ada sesuatu yang baik di agama lain baru diangkat kembali  khususnya oleh gereja Katolik pada konsili Vatikan II. Konsili ini juga diawali dengan perjalanan panjang antara dua masalah kepercayaan yang fundamental dan kontroversial yaitu, kasih universal Allah dan kerinduanNya untuk menyelamatkan semua orang dan keharusan masuk gereja dahulu agar mendapat keselamatan. Pada Konsili Arles (473), gereja meghukum semua orang yang mengatakan, “Kristus, Tuhan dan penyelamat kita, tidak menjalani kematian  untuk keselamatan semua orang” artinya bahwa Kristus tidak menginginkan bahkan satu orang pun binasa. Hal ini bertentangan dengan pemahaman Origenes (254) dan Cyprianus (258), mereka menyatakan bahwa out side the church, there is no salvation.12 Kedua konsep ini bertentangan dan sangat sulit diseimbangkan. Sejauh ini nampaknya gereja lebih mementingkan keutamaan gereja dari pada kasih universal Allah. Walaupun bapa-bapa gereja sepakat tentang finalitas Kristus sebagai juruselamat, tapi mereka juga sepakat bahwa wahyu sejati dan keselamatan juga ditawarkan bagi bangsa- bangsa lain (Although the early fathers of the church clearly held to the uniqueness and finallity of Christ, they also endorsed a fairly common opinion that an authentic revelation and possibility of salvation was offered to all peoples). Justinus Martir, Clement dari Aleksandria, Origenes, Theofillus dari Anthiokia dan Athenagoras sepakat dengan seminal word (logos spermatikos),13 artinya ada nilai-nilai yang baik yang semua orang ambil bagian di dalamnya, semua orang yang memiliki nilai-nilai kebaikan ini, menurut Justinus  sesunguhnya sudah menjadi kristen walaupun mereka belum pernah mendengar nama Yesus. Tertulianus menyebut istilah ini dengan dengan ‘the naturally Christian soul’ bahkan Agustinus menambahkan bahwa the one true religion existed “from the begining of    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   12  Paul F. Knitter, No Other Name? (New York: Orbis Books, 1985), 121- 122. 13 Ini adalah tesis dari Yustinus Martir, ia mengatakan, “Allah telah memberikan benih-benih kebaikan pada setiap rasionalitas manusia, jadi semua yang berakal baik dan melakukan perbuatan baik dapat dianggap sebagai anggota gereja”. Walaupun secara ide saya tidak sepakat dengan Yustinus karena ia tetap memutlakkan gereja sebagai “saluran utama” untuk bertemu Yang Ilahi. Ia tetap memutlakkan bahwa hanya gereja jalan satu-satunya bertemu dengan Yang Ilahi. ‘Mungkin’ ia juga terperangkap seperti sebagian orang yang memenjarakan Allah dalam gereja. Pemahaman Yustinus Martir sangat jelas bahwa siapa saja, bahkan mereka yang hidup sebelum Kristus yang pada masanya adalah manusia jahat dan memusuhi Allah, namun dibawah kuasa Firman, menurut kemauan Bapa yang adalah Allah segala yang ada,  yang telah hadir sebelum Yesus, mereka telah diselamatkan. Don A. Pittman et.al, Ministry And Theology In Global Perspective (Michigan: William B. Erdsman Publishing Company, 1996), 68-69.
 
161 Indonesian Journal of Theology
   
 
mankind” dan lagi ia menambahkan bahwa anugerah yang menyelamatkan dari agama  ini tidak pernah ditolak untuk diberikan kepada siapa saja yang menghargainya. Dari sini dapat dipahami bahwa sebenarnya anugerah keselamatan dari pada Allah terbuka bagi agama-agama lain,14 karena Allah adalah awal dan akhir dari segala sesuatu. Bagi umat kristen dan cara yang berbeda bagi umat Yahudi, Islam dan Hindu, Allah yang dinyatakan tersembunyi dan tidak dapat dipahami, karena melampaui bagi pengertian dan kontrol manusia. Berbagai gambaran, simbol dan konsep membawa kita kepada pengalaman dan pengenalan akan Allah, namun hal-hal itu tidak dapat menggambarkan secara penuh realitas Allah.15 Konsili Vatikan II ini juga mengajarkan Roh Kudus aktif bekerja dalam seluruh kehidupan umat manusia menawarkan anugerah dan keselamatan kepada semua manusia entah mereka mengenal Yesus atau tidak. Karena keselamatan ditawarkan maka pastilah anugerah iman juga ditawarkan, iman adalah penerimaan terhadap penyataan. Dengan demikian jika iman dinyatakan pada semua orang maka Allah juga dinyatakan pada semua orang.  Jadi penyataan juga ditemukan dalam agama-agama lain. Inilah dasar untuk mengakui bahwa jangakauan penyataan Allah meliputi seluruh ras manusia.  
Beberapa Pemikiran Kritis Tentang Agama 
1) Skeptisisme, Agnostikisme dan Ateisme16 
Skeptisisme, skeptisisme berasal badi bahasa Latin yaitu, skepticus, artinya ragu, merenung dan mengandung pertanyaan. Kata Latin  ini ditarik dari bahasa Yunani scepsis yang memiliki kesamaan makna. Pertama sekali sekolah skeptisisme ini dimulai sekitar tahun 365 SM. Filsuf skeptis pertama yang pernah tercatat adalah Pyrrho
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   14 Tuhan Yesus juga beberapa kali menekankan hal ini, bahwa Ia (dokter) datang bukan untuk orang sehat melainkan untuk orang sakit (Mat. 9: 12). Ia juga mengatakan bahwa kasih Allah begitu besar bagi seluruh dunia, karena itu ia merindukan agar semua orang selamat (Yoh. 3: 16). 15 Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama dan Kekerasan, (Jakarta: BPK- GM, 2003), 13  16 Josh McDowell, Don Stewart, Handbooks Of Today’s Religion (London: Thomas Nelson Publishers, 1983),412-423 Walaupun pemikiran ini sudah muncul sebelum beberapa agama ada, bahkan ide-ide ini tidak berpapasan langsung dengan agama-agama Timur tapi saya mau tunjukkan bahwa gagasan pemikiran ini pada babakan waktu berikutnya banyak menjadi acuan bagi para pemikir dalam mengkritik Allah dan agama. 
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 162    
   
 
dari Ellis 365-275 SM. Skeptisisme diadopsi  sebagai jalan untuk menghindari kekacauan mental dan emosional dikarenakan oleh data yang tidak jelas. Premis fundamental dari pemahaman skeptis adalah mereka hanya dapat memahami satu hal yaitu tidak ada yang dapat diketahui. B.A.G. Fuller mengatakan bahwa peraturan skeptisime adalah pengingatan kembali pada manusia bahwa pengetahuan dengan kepastian mutlak adalah tidak mungkin.  Artinya tidak ada kepastian kebenaran mutlak pada pengetahuan. Skeptisisme adalah ketidak-percayaan total akan segala hal menuju kepada keraguan sementara, dalam proses mencapai kepastian. Arcesialus megatakan bahwa jika seseorang tidak bisa memahami sesuatu, bahkan tentang agama, ia bisa membuat suatu kemungkinan dan ia akan diatur sepenuhnya oleh kemungkinannya tersebut. Menanggapi skeptisime ini Sokrates juga pernah mengatakan bahwa, “apa yang saya tahu adalah saya tidak tahu apa-apa”. Namun Rene Descartes (1596-1650) seorang pemikir skeptis kristen mengatakan, bahwa skeptisisme adalah alat untuk membuktikan keberadaan Allah, bahwa Allah adalah sesuatu yang tidak terjangkau dan tidak dapat ditemukan oleh akal manusia.  Kedua agnotisme, kata ini berasal dari bahasa Yunani a = tidak dan gnosis = pengetahuan (biasanya melalui pengalaman). Agnostis memahami bahwa peristiwa tidak cukup untuk membuktikan atau tidak membuktikan ada atau tidak adanya Allah. Sehubungan dengan eksistensi Allah Runnes mengatakan bahwa tidak mungkin bagi manusia untuk memahami Allah. Manusia tidak mengkin bisa membuktiakn apakah Allah itu ada atau tidak ada. Agnostis terbagi dalam dua bagian yaitu soft agnostic dan hard agnostic. Soft agnostic memahami bahwa manusia tidak tahu apakah Allah ada, tapi bukan hal mustahil juga untuk mengetahui bahwa Allah ada. Hard agnostic memahami, adalah hal yang tidak mungkin untuk mengetahui apakah Allah itu ada atau tidak. Bagi golongan ini berbicara tentang Allah adalah meaningless atau nonsens (tidak berarti) karena manusia tidak dapat mengetahui Allah. Menurut agnostis yang manusia dapat pahami adalah sesuatu yang ada dalam dunia nyata, melalui pengalaman empiris, melalui indra perasa dan pikiran manusia. Perbedaan antara skeptisime dan agnotisme menurut Warren Young adalah skeptisisme membawa manusia pada sikap negatif selangkah lebih jauh dari pada agnotisme, skeptisisme juga meniadakan kemampuan dari pengatahuan manusia. Ateisme, kata ini berasal dari kata Yunani yaitu a = tidak, theos = allah. Atheisme melihat bahwa ada keadaan yang positif dengan tidak adanya Allah. Artinya bagi golongan ini segala kejadian dapat diterangakan secara alami, tapa campur tangan yang supra-natural.
 
163 Indonesian Journal of Theology
   
 
Kaum ini memahami bahwa semua bentuk keimanan, agama dan peristiwa Ilahi adalah palsu. Menurut Plato ada dua jenis atheis yaitu paham yang meyakini bahwa Allah benar-benar tidak ada (atheis moralis yang menekankan kejujuran) dan paham yang satu lagi mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi Allah di dunia ini (atheis anarkis, tanpa aturan dan mengancam masyarakat). Atheisme sebagai sistem kepercayaan baru diperkenalkan kembali oleh Niccolo Machiavelli (1527), ia memperkenalkan etika sosial tidak bergantung pada eksistensi Allah. Ide dari ke tiga hal ini telah lama ada dan ke tiganya berakar kuat dalam budaya Yunani. Dari sini dapat dilihat bahwa kritik tentang keberadaan Allah telah lama jadi bahan perdebatan. Hal yang mau saya angkatkan adalah bahwasanya konsep ‘pembentukan’ dan ‘pengaturan’ tentang apa dan bagaimana segharusnya allah telah lama dibahas dan dari sini pulalah mulai tumbuh patung konseptual yang diciptakan manusia tentang bagaimana seharusnya Allah yang diinginkannya.  
2) Kritik Karl Marx: Religion As Opium Of The People 
Dalam tesisnya Marx mengatakan bahwa manusialah yang membuat agama bukan agama yang membuat manusia. Agama adalah tanda keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Karena agama adalah perealisasian manusia dalam angan-anganya saja. Jadi ini adalah tanda bahwa manusia belum berhasil merealisasikan hakikatnya. Agama adalah sebuah pelarian dari realitas manusia.17  Bagi Marx agama adalah kekuatan sosial. Ia melihat agama sebagai “candu masyarakat,” yang membawa ilusi kebahagiaan tetapi bukan kebahagiaan sejati, dan menyebabkan manusia memusatkan perhatian pada kehidupan abadi, bukannya yang sekarang.  Marx melihat bahwa agama adalah alat yang diciptakan oleh orang-orang yang memiliki kewenangan untuk melanggengkan kekuasaannya. Propaganda inilah yang disebutnya sebagai candu bagi masyarakat. Marx mengkritik agama Kristen yang telah mempropagandakan etika ketertundukan, dimana di dalamnya manusia hanya bisa tunduk terhadap segala aturan yang dilegitimasi sebagai aturan dari Allah. Manusia pasif dan menerima penderitaan sebagai karunia, sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan kekal. Ini mengindikasikan bahwa manusia akhirnya hanya bisa menerima penderitaannya dan tidak berbuat apa-apa. Justru sikap tunduk inilah    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   17 Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), 72-73
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 164    
   
 
yang menguntungkan kaum kapitalis yang nota bene menguasai roda perekonomian. Dalam konteks ini Marx melihat bahwa agama adalah ekspresi langsung dari kelas yang berkepentingan, kelas yang dominan secara ekonomi bahkan politik yaitu kelas kapitalis. Kritik Marx terhadap agama bagi penulis berakar dari pemberhalaan terhadap agama pada masa itu. Sebagaimana disebut Cristopher R. North di atas: “idolatry is the whorsip of the creature instead of the Creator, - the creature is made by man who is himself a creature.” Agama sebagai ciptaan manusia telah diperalat guna melaksanakan maksud- maksud golongan tertentu, bahkan elit ini tidak segan-segan menggunakan nama Allah – etika keagamaan - guna menundukkan masyarakat. Kritik agama yang dilancarkan oleh Marx sebenarnya merupakan langkah awal memasuki kritik masyarakat. Bagi Marx, kritik agama tidak akan mengubah keadaan manusia yang menderita. Yang dibutuhkan adalah kritik masyarakat, agar agama (yang mengurung Allah) tidak lahir. Dengan demikian, dapat dikatakan di sini bahwa kritik surga menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, dan kritik teologi menjadi kritik politik.    
Radikalisme Agama
 
Ketika agama tadi telah dikuasai oleh oknum tertentu, dalam lapisan masyarakat, maka tidak jarang penunggang agama tersebut demi mewujudkan ambisinya melakukan tindakan-tindakan radikal. Memang akar dan alasanya dalam panggung historis empiris dapat beririsan dengan banyak isu dan kepentingan, tapi tidak dapat dielakkan bahwa pemberhalaan agama di atas turut membidani radikalisme agama.  Radikalisme agama adalah pembenaran dalam melakukan kekerasan atas nama agama. Alasan ini tentu tidak terlepas dari adanya sikap fanatis dan fundamentalis,18 yang tinggi dan tidak
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   18 Bagi kaum fundamentalisme kata ini adalah ejekan dan mereka lebih suka dengan sebutan evangelikal konservatif. Paham tantang fundamentalisme ini sangat luas dan beragam. Namun ada beberapa hal yang secara umum dapat mencirikan sikap mereka yaitu: 1. Penekanan yang sangat kuat terhadap ketidak bersalahan (inerrancy) Alkitab. 2. Kebencian yang mendalam terhadap teologi modern dan metode, hasil dan akibat dari studi kritik modern terhadap Alkitab. 3. Jaminan kepastian bahwa mereka yang tidak ikut manganut pandangan keagamaan mereka, bukanlah ‘kristen sejati’.  James Barr, Fundamentalisme (Jakarta: BPK GM, 1996), 1-3
 
165 Indonesian Journal of Theology
   
 
terkendali. Sikap fundamentalis ini dihubungkan dengan dua sikap yang sangat mencolok yaitu sikap ekstrimis dan sikap puritan yang bertumpu pada pemurnian agama. Fundamentalisme dicirikan sebagai pembelaan dan kesetiaan yang teguh dan militan atas seperangkat dasar-dasar iman. 19 Orang-orang fundamentalis biasanya adalah orang-orang yang konservatif dan eksklusif, sektarian dan cenderung mencurigai kelompok agama lain. Sikap ini membagi dunia atas dua bagian yaitu yang selamat dan kafir, yang terang dan yang gelap. Penyataan Alllah dipahami hanya milik kaumnya dan kaum lain adalah orang sesat seingga harus diterangi dan dalam upaya penerangan ini maka kekerasan dan penghancuran pun dibenarkan.20 Beberapa kasus mengenai radikalisme agama dapat dilacak dalam sejarah, salah satu hal dalam sejarah gereja adalah keputusan Paus Inocentius IV (1252) yang pemahamannya banyak dipengaruhi oleh Cyprianus yang menggemakan Extra Ecclesiam Mulla Salus. Ia menyatakan bahwa pemurtad-pemurtad yang tidak mau bertobat dijatuhi hukuman ekskomunikasi, pemenjaraan, penyitaan harta milik, atau dibakar hidup-hidup.21 Mereka diarahkan untuk melihat dunia non-Kristen sebagai kumpulan orang kafir yang belum bertobat, yang akan masuk neraka kecuali mereka dibaptis dan menerima satu- satunya perantara keselamatan yaitu gereja Katolik. Cara pandangnya adalah bahwa gereja memiliki Roh dan mereka memiliki dosa dan kekafiran.22Radikalisme ini berkembang pada era perang salib di mana para prajurit dengan tanpa rasa kemanusiaan mencabut nyawa orang lain atas nama agama. Bahkan ada anggapan bahwa membunuh dalam perang salib itu bukanlah kejahatan tapi merupakan pahala karena telah berjuang di jalan allah.  Sejarah pahit dari pembantaian orang Yahudi oleh Nazi masih menimbulkan luka sejarah yang mendalam sampai saat ini. Hanya kerena mereka suku dan beragama Yahudi maka ribuan dari mereka    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   Nuansa pemahaman yang fundamental juga dapat dilihat dalam masa awal Gereja Katolik Roma dimana Paus di Roma mengatakan bahwa: 1. Ia memiliki kekuasaan tertinggi atas seluruh gereja. 2. Keinginan Roma untuk diakui oleh seluruh gereja di seluruh dunia dan  3. Perubahan yang dilakukan Roma atau bunyi kredo tidak dapat diganggu gugat oleh umat Kristen Timur. Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 96. 19 Jan S. Aritonang, Belajar Memahami di Tengah Realita(Bandung: Jurnal Info Media, 2007),155 20 Jhon Renis Saragih, “Radikalisme Agama, Antara Kekerasan Dan Perdamaian”, Jurnal Teologi Tabernakel STT Abdi Sabda Medan, No. 22 (Juli – Desember 2009):  32 21 John Stott,  Isu-Isu Global Menentang Kepemimpinan Kristiani (Jakarta: YKBK OMF, 1994), 54. 22 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama (Jakarta: BPK GM, 2002), 4-5 
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 166    
   
 
dimusnahkan seperti sampah. Salah satu kisah pahit dari kota Tserkov, Ukraina adalah sekitar 3000-5000 dari orang Yahudi dewasa ditembak, dan terdapat juga sekitar 90 anak yang masih bayi, semua dibunuh dan dikubur dengan truk.23 Dalam sejarah Islam ada sebuah kelompok radikal yang pertama kali memberikan label kafir pada sesamanya Islam, yaitu kaum Khawarij. Mereka telah mengesampingkan pesan akal dalam menafsirkan pesan-pesan wahyu, mereka menafsirkan kitab suci secara harfiah (literal-legalistik). Abdulrahman Wahid melihat kelompok ini sebagai akar radikalisme yang menurunkan paham yang suka menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits secara harfiah dan tertutup, suka mengkafirkan siapapun yang berbeda dari mereka dan tidak segan-segan membunuh siapa saja yang telah dianggap kafir.24 Hal yang hangat yang dapat disaksikan adalah mengenai kasus Ahmadiah yang menelan  korban jiwa, korban luka-luka, kerusakan dan kerugian-kerugian lainnya. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Agama yang seharusnya menjadi pemelihara perdamaian telah menjadi hakim untuk membinasakan. Agama telah menjadi alat ukur, kadar kebenaran mutlak.   
Agama Sebagai Berhala 
Allah tidak menyingkapkan teologi, Ia menyingkapkan diriNya sendiri. Setiap sistem atau gagasan teologis adalah sebuah tanggapan, ia terbatas, ia fana dan hanya sekedar hasil bangunan
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   23 Proses eksekusinya dilakukan dengan cara yang sangat kejam, di mana anak-anak diturunkan dari truk lalu tentara Nazi berdiri mengelilingi anak-anak ini dan mereka ditembak sambil berjatuhan ke dalam lubang tempat mereka langsung terkubur. Mengingat kejadian ini banyak orang menjerit kalau memang Allah itu ada maka di manakah Dia pada saat itu? Manusia menjerit di manakah Allah? Namun sesungguhnya ini adalah jeritan Allah juga. Allah dengan sedih memanggil agama- agama, sama seperti Ia memanggil “Kain, Kain, Kain, di manakah saudaramu Habel, apa yang kamu lakukan terhadap dia?” Ini jugalah panggilan Allah terhadap agama-agama. Apa yang telah kau lakukan terhadap sesamamu, apa yang telah engkau lakukan terhadap dia. Jurgen Moltmann, God For A Secular Society (Minneapolis: Fortress Press, 1999), 170-189. 24 Kaum ini adalah kaum Khawarij. Kaum yang pada awalnya mendukung Ali ibn Abu Thalib dalam perang melawan Mu’awiyah. Namun kaum ini keluar dari barisan Ali karena tidak sepaham dengan kesepakatan antara Ali dan kelompok Mu’awiyah pada saat itu. Karena bagi kelompok ini kesepakatan manusia telah mencemari hukum allah. Allah-lah yang menentukan hukum bukan manusia. Jadi kelompok ini tidak mengakui adanya peran akal manusia dalam menafsirkan perintah allah. Abdulrahman Wahid, Ilusi Negara Islam; Ekspansi Negara Islam Transnasional di Indonesia (Jakarta: PT. Desantara Utama Media, 2009), 60-61.
 
167 Indonesian Journal of Theology
   
 
manusia.25 Jadi teologi adalah patung konseptual tentang Allah.26 Tapi agama dan teologi juga tidak sepenuhnya salah karena itu mereka juga dapat disebutkan sebagai perantara-perantara fana antara umat manusia dengan Allah. Oleh karena itu kelirulah kalau agama diidentifikasikan sebagai kebenaran mutlak atau Allah. Karena kalau agama atau rumusan tradisi disamakan dengan Allah maka agama itu telah menjadi berhala dan allah telah dikurung dalam rumusan itu. Sehingga agama menggantikan Allah. Sungguh kelirulah jika kita menganggap agama sebagai suatu patokan kebenaran yang mutlak, karena agama ibarat jendela yang Allah buat agar manusia bisa mengenalnya dan pengenalan itu tidaklah mutlak. Karena apa yang dinyatakan kepada manusia adalah sebagian dari diriNya. Jadi adalah keliru jika manusia memberikan penghormatan kepada jendela itu melebihi dari pada yang dibalik jendela itu. Jendela itu telah menggantikan Dia yang membuat jendela itu. Ini keliru, yang harus dilakukan adalah menembus jendela menuju kepada Allah. Jendela adalah respon manusia terhadap penyataan Allah, jadi alangkah lucunya kalau jendela yang dibentuk oleh manusia itu dianggap sebagai tujuan final. Hal ini lah yang saya sebut sebagai berhala, di mana yang terbatas telah menggantikan yang tidak terbatas. Jadi penyembahan berhala  dapat juga disebutkan sebagai memperlakukan secara keliru sesuatu yang fana seolah-olah hal itu bersifat Ilahi.27 Harus dipahami juga bahwa bukan penyataan itu yang dianggap berhala di sini tapi konsep manusia tentang penyataan itu, yang dianggap melebihi Yang Ilahi yang adalah oknum yang menyatakan penyataan itu, itulah yang disebut berhala. Kenapa    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   25 Hal ini sejalan dengan apa yang dikataka Karl Marx. Dalam tesisnya ia mengatakan bahwa manusialah yang membuat agama bukan agama yang membuat manusia. Agama adalah tanda keteransingan manusia dari dirinya sendiri. Karena agama adalah perealisasian manusia dalam angan-anganya saja. Jadi ini adalah tanda bahwa manusia belum berhasil merealisasikan hakikatnya. Agama adalah sebuah pelarian dari realitas manusia. Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx,  72-73 26 Wilfred Cantwell Smith, “Pemberhalaan Dalam Persepektif Perbandingan”, dalam  Mitos Keunikan Agama Kristen, ed. Jhon Hick dan Paul F. Knitter (Jakarta: BPK GM, 2001), 89. 27 Hal ini juga ditemukan dalam agama Hindu yaitu sekitar tahun 800-500 sM. Pada zaman ini para Brahmana mendapat peran yang sangat berkuasa dan sentral. Bahkan meraka dinggap satu-satunya oknum yang dapat memaksa para dewa  untuk memenuhi keingingan manusia melalui persembahan kurban. Para Brahmana satu-satunya orang yang mampu menafsirkan kitab Weda bahkan kedudukan mereka dingkat begitu tinggi dengan sebutan dewa insani. Umat Hindu tidak dapat bertemu dengan dewa atau Yang Ilahi tanpa melalui para Brahmana. Dengan demikian para dewa secara tidak langsung hanya mengasihi dan mendengarkan para Brahmana saja. Dalam pandangan saya Brahmana telah mengurung para dewa sesuai kehendaknya dan inilah pemberhalaan. Band. A. G. Honig, Jr, Ilmu Agama (Jakarta: BPK GM, 2005), 95-96.
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 168    
   
 
dikatakan agama sebagai berhala karena dalam perjuangan mencapai tujuannya agama telah beralih fungsi, dalam menciptakan masyarakat yang adil. Agama-agama kerap kali berada di bagian yang kuat dan berkuasa,  bukan pada  yang miskin dan tertindas, agama sering menjadi ‘bumbu yang sedap’ dalam dunia politik. Agama telah beralih fungsi. Norma agama sering diuniversalkan dengan demikian agama lain dihakimi dengan normanya itu dan penindasanpun tidak terelakkan lagi. Agama adalah berhala jika tidak sampai pada pembicaran dan aksi memanusiakan manusia, dengan memberantas kemiskinan dan penindasan yang merajalela. Agama (khususnya kristen) seharusnya tidak bersikap partikularis. Allah sendiri menunjukkan sikap yang pluralis mengapa agama harus bersikap partikularis. Bahkan yang partikular di dalam Dia, Dia telah menyalibkan yang partikular itu untuk kepentingan yang universal. Demikian seharusnya agama-agama menilai dirinya, bersikap partikular namun bebas dari partikularis, religius namun bebas dari fundamentalisme agama.28 Dengan judul ini saya bukannya mau mengangkatkan bahwa agama itu tidak perlu tapi ide saya adalah gagasan tentang agama ini harus ditinjau ulang. Agama adalah lembaga penjaga perdamaian agar tidak terjadi kekacauan. Agama adalah sarana pembebasan Allah, tapi ia bukan Allah. Kasih karunia Allah harus dinyatakan oleh agama. Agama yang beraksi, memimpin kepada keadilan dan kesejahteraan. Karena agama adalah salah satu tempat di mana Allah telah menyatakan diri dan di mana Allah hadir menyatakan diri maka di sana ada damai sejahtera.  Hal ini tentu berbeda dengan fenomena yang terjadi belakangan ini, di mana kehadiran agama telah menjadi ancaman bagi masyarakat lain yang beragama lain. Manusia tanpa belas kasih membunuh atas nama agama. Bahkan pembenaran kekerasan dilakukan demi memusnahkan agama yang berbeda yang dianggap kafir dan bila hal itu berhasil maka hal itu dianggap menyukakan hati Allah dan ini bisa mempermulus perjalanan ke sorga. Jika kita kembali ke masa lalu, maka di mana kekristenan hadir pasti di sana ada kolonialisme, ada ‘pembumian’ budaya Barat, ada klaim yang mengatakan bahwa kekristenan adalah kebenaran mutlak.  Kehadiran kekristenan di Sumatera telah menghilangkan banyak budaya Sumatera. Kesadaran sebagai pemeluk satu agama ini juga mempersempit kesadaran sebagai mahluk ciptaan Tuhan, bagi masyarakat tertentu sesamanya manusia adalah sesama agamanya, yang lainnya adalah kafir bukan manusia baik, tapi adalah orang sesat    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   28 Harold Coward, Pluralisme, Tantangan Bagi Agama-Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 56
 
169 Indonesian Journal of Theology
   
 
yang harus ditobatkan bahkan dengan kekerasan sekalipun, menurut ukuran norma agamanya. Karena Allah yang benar hanya milik agamanya, Allah itu telah ia penjarakan dalam agamanya, yang tidak terbatas telah ia batasi sesuai kehendaknya. Allah telah menjadi budak agamanya yang hanya melakukan apa yang dikehendaki oleh pemeluk agama tersebut. Agama yang seperti inilah yang saya maksud sebagai berhala, artinya agama ini bukanlah Yang Ilahi, tapi ia telah menggantikan Yang Ilahi. Bagaimana Allah itu adalah bagaimana adanya Ia dipikiran manusia. Karena itu tanpa ia sadari ialah yang menbentuk Allah. Hal ini ibarat perbincangan Allah pada mulanya yang kemudian diadopsi menjadi pembicaraan manusia, yaitu  manusia berkata, “marilah kita menciptakan Allah sesuai dengan gambar dan rupa kita. . .” (Kej. 1: 26) Hal lain yang saya lihat bahwa semakin banyak agama yang tampaknya dunia semakin kacau. Ini adalah pertanyaan apakah agama-agama ini benar-benar masih menjalankan kehendak Yang Ilahi atau rumusan manusia. Karena dengan sikap agama-agama sekarang Allah telah menangis. Sikap agama-agama sekarang mempertontonkan seakan-akan Allah itu adalah Allah yang menyukai kekerasan, karena agama kerap kali dipakai sebagai panglima perang, bahkan umat yang taat beragama di satu pihak namun di pihak lain ia menjadi orang yang kejam yang membunuh atasa nama Allah. Sikap agama-agama kini telah menunjukkan adalanya pola pembangkangan terhadap Allah, bahkan jauh lebih parah Allah yang empunya dunia dan agama secara sadar atau tidak telah didepak dari dalamnya. Agama yang merupakan sistem kepercayaan yang di dalamnya ada tuntutan untuk hidup dalam kebenaran Allah telah diubah menjadi Allah.  Idealnya harus dibangun kekristenan tanpa religi. Karena religi adalah gagasan, rumusan, tanggapan yang berpusat pada usaha manusia untuk bertemu dan berdamai dengan Allah. Namun tentu jelas dipahami bahwa manusia tidak dapat menjangkau dan mengetahui apa dan bagaimana Allah. Manusia hanya bisa belajar mengenal Allah kalau Dia rela menyatakan diri-Nya dan hadir dalam kehidupan manusia, kalau pun Dia menyatakan diri manusia yang terbatas itu, pasti juga tidak dapat mengerti penyataanNya itu secara utuh. Namun faktanya adalah agama seakan-akan telah mengenal Allah itu secara mutlak dan agama-agama menghadirkan sejumlah aturan moral sebagai syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh keselamatan, aturan itu sendiri diklaim agama berasal dari Allah jadi keselamatan itu tidak lagi berpusat pada Allah tapi berasal dari usaha manusia dalam menjalankan aturan agama itu. Oleh karena itu pemeluk agama nampaknya memisahkan diri dari dunia sekuler dan
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 170    
   
 
asyik ritual dalam agamanya. Allah dianggap hanya menghadapkan wajahnya pada agama tertentu dan menyatakan bermusuhan dengan dunia sekuler.  Ini meyebabkan agama tidak menjadi fungsional, agama telah menjadi tempat penyemaian separatisme. Bukankan seharusnya agama harus menyatakan pesan Allah pada dunia? bukan malah memalingkan wajah dan berdiam diri melihat penderitaan dunia.  Sebuah pertanyaan baru harus diangkatkan, andaikata kalau manusia tidak ada, apakah Allah ada? Alkitab adalah tanggapan manusia atas pengalamannya atas penyataan Allah. Karena kita harus memandang kitab-kitab tiap umat beragama bukan sebagai biografi atau data-data lengkap tentang Allah, tapi kitab suci itu adalah pengakuan iman para penulis Alkitab tentang Allah. Allah yang sesungguhnya tidak terjangkau oleh kitab-kitab manapun. Karena Allah adalah misteri yang tidak terselami dan tidak terbahasakan oleh logika manusia. Namun karena tidak ada sumber lain yang memperkenalkan Allah pada manusia kecuali kitab-kitab suci tersebut maka kitab-kita itu menjadi dimutlakkan menjadi dasar ukuran kebenaran tentang Allah. Padahal kalaulah semua karya Allah, tentang apa dan bagaimana Dia pasti kitab-kitab itu sendiri tidak sanggup memuat tentang Dia yang maha besar itu. Bahkan seluruh dunia ini tidak cukup untuk menuliskan tentang siapa Allah. Oleh karena Allah adalah universal. Maka agama yang menyempitkan siapa Allah itu, agama yang hidup dalam ajaran keselematan pada wawasan sempit dan partikularisme adalah wujud pembangkangan terhadap Allah. Agama telah menjadi berhala dan menyatakan diri bermusuhan dengan Allah. Allah bukan made in agama apa pun. Seperti yang disebutkan Paus Fransiskus dalam Harian Kompas pada tanggal 8 Oktober 2013, “Saya percaya akan Tuhan, tetapi bukan (kepada) Tuhan Katolik, Tuhan bukan Katolik. Tuhan adalah universal.” Allah adalah universal dan tidak dikuasai oleh apapun. Jadi biarkanlah Allah tetap menjadi Allah, Allah yang bebas dari komando agama dan hendaknyalah agama kembali kepada fungsinya yang mempersaksikan bahwa Allah itu baik pada semua orang. Mengenai keselamatan biarlah itu menjadi urusan Allah, agama tidak perlu turut campur dengan itu, yang harus agama-agama lakukan adalah pembebasan, bebas dari kemiskinan, penderitaan, agama yang peka pada masalah manusia dan bergumul memberikan pertolongan sebagaimana Allah melakukannya, dengan demikan agama akan menjadi agama yang beradab. Jadi agama menjadi berhala bila agama diidentifikasikan sebagai kebenaran mutlak, seakan-akan agama adalah Allah. Agama adalah respon manusia akan penyataan Allah, dalam agama respon-
 
171 Indonesian Journal of Theology
   
 
respon itu dirumuskan dan ditradisikan. Karena kalau agama atau rumusan tradisi tadi disamakan dengan Allah, kama agama tersebut telah menjadi berhala dimana Allah terkurung di dalam rumusannya.  
Pandangan Teologi Kristen 
Amos dalam zamannya sangat keras mengkritik seremonialisme peribadahan bangsa Israel.  Kritik tajamnya antara lain muncul dalam Amos 5:21-24: 
Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian- nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir. 
Keil dan Delitzsch mengatakan bahwa sistem keagamaan ini adalah outward and heartless worship.29 Dalam praksisnya tidak ditemukan misphat dan tsedaqah dalam perayaan yang menggebu-gebu tidak terimplementasi keadilan yang bergulung-gulung seperti air dan kebenaran yang seperti sungai selalu mengalir. Dalam riset Jontor Situmorang pada kitab Amos, kata tsedaqah sering berpasangan dengan mishpat. Mishpat berarti: kebenaran (righteousness), yang benar dan layak (what is right and proper), pengatur dunia (world order), hasil karya Allah (Maz. 111:7) dan perintah dari mulut Allah (Maz. 119:13).30 Menurut Ludwig Koehler dan W. Baumgartner sebagaimana dikutip oleh Jontor Situmorang, mishpat bermakna paralel dengan torah.31 Kata ini juga memiliki makna menghukum tapi untuk tujuan positif yakni dalam rangka restorasi dan pendisiplinan.32 Misphat dan tsedaqah saling berhubungan dan sifatnya saling melengkapi (interchangeably). 
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   29 C. F. Keil dan F. Delitzcch, Commentary of The Old Testament: 10 Volumes, (Edinburgh: T & T Clark, 1866). 30 Jontor Situmorang, The Understanding of Mispat and Sedaqah in the Book of Amos and Its Implication in Indonesia: (Ph. D, Diss. Cheonan: Hoseo University, 2004), 61. 31 Ibid., 61. 32 Situmorang, Understanding of Mispat and Sedaqah, 61.
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 172    
   
 
Sedangkan tsedaqah paralel dengan emunah yang artinya kesetiaan.33 kata tsedaqah ini berarti kesetiaan pada komunitas, dimana TUHAN bertindak memelihara kedamaian (preservation of good order) dengan menyingkirkan hal-hal yang dapat merusak kedamaian (eliminating all that breaking peace).34 Tsedaqah adalah hukum Allah. Dimana Allah bertindak untuk meyelamatkan dan menegakkan hal yang benar (rescues and sets to right). Kata tsedaqah dalam teks lain paralel dengan tesyu’ah (Yes. 46:12-13; 51:6; 56:1), dengan kata shalom (Yes. 54:14), dan dengan kata, khesed (103:17), dengan kekayaan (Ams. 8:18, wealth: hun), kesejahteraan (prosperity: Yoel 2:23).35  Jadi perayaan keagamaan tanpa praksis – meminjam istilah Eka Darmaputra – kebangkitan agama dan keruntuhan etika. Merupakan sistem keagamaan yang keliru. Dimana di dalamnya bukan lagi aturan Allah yang menjadi nadi keberagamaan tapi beralih menjadi aturan manusia. Dalam Perjanjian Baru Yesus mengkritik ideoligisasi dan politisasi yang dilakukan oleh elit Yahudi. Dalam Matius 21:12-13 disebutkan: 
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja- meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." 
 Dalam konteks peristiwa ini banyak pejiarah datang ke Yerusalem, dalam peribadahan para pejiarah ini harus mempersembahkan kurban. Kurban persembahan itu dapat dibeli didekat Bait Suci, dengan harga yang cukup mahal dan dengan mata uang yang berlaku di Yerusalem, tentunya para pendatang harus terlebih dahulu menukar mata uang mereka kemudian membeli korban persembahan. Dalam transaksi inilah terdapat banyak sekali kecurangan bahkan pemerasan. Craig S. Keener
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   33 Kesetiaan yang dimaksud sangat dalam maknanya yaitu, tetap hati, teguh, stabil (stediness), dapat dipercaya (reliability), jujur (honest), setia  (faitfullness) dan aman (security). William L. Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old Testament, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1980), 19 34 Situmorang, Understanding of Mispat and Sedaqah, 63.  35 Norman H. Snaith, The Distinctive Ideas of the Old Testament, (New York: Schoken Books, 1969), 62
 
173 Indonesian Journal of Theology
   
 
menyebutkan praktek ini sebagai: economic exploitation under the guise of religion.36   Dalam narasi lain dalam kitab Matius 15:3-6, Yesus berbicara kepada orang Farisi dan Ahli Taurat. 
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. 
Ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap keagamaan, di mana agama dipakai sebagai topeng untuk mewujudkan tujuan kelompok atau golongan tertentu.  Bukankah hal seperti ini juga yang dengan keras dikritik para Reformator, atas status quo yang terjadi sepanjang abad Pertengahan, tentang infalibilitas Paus, tentang indulgensia, tentang extra ecclesiam nulla sallus dan klaim-klaim sepihak yang pesannya seakan-akan agama itulah Allah, seakan-akan Allah hanya dimiliki oleh elit tertentu. Agama telah mengurung Allah dan agama diwakili oleh golongan tertentu untuk mencapai maksud-maksudunya. Dalam perkembangan kemudian, teolog Asia yang dengan mengagumkan memetakan pemikiran Kristen mengarungi persoalan ini adalah Choan Seng Song, ia meyebutkan: 
Teologi Kristen telah menjadikan Allah yang tersembunyi ini terlalu tembus pandang; ia telah membuat kita melihat menembus Allah. Sudah tentu ini adalah ilusi teologis kita. Tugas teologi di masa kini, kususnya bagi kita orang-orang Kristen di Asia adalah berjumpa dan menemui Allah yang mungkin ada “di tempat-tempat tersembunyi” dari bangsa- bangsa dan orang-orang, agama-agama dan budaya- budayanya.37    
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   36 Craig S. Keener, The IVP Bible Background Commentary: New Testament, (Illinois: Inter Varsity Press, 2003), e-book, no page. 37Choan Seng Song, Allah Yang Turut Menderita  (Jakarta: BPK GM, 2007), 48
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 174    
   
  
Dengan mengutip Yesaya 42:5,   Beginilah firman Allah, TUHAN, yang menciptakan langit dan membentangkannya, yang menghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yang memberikan nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawa kepada mereka yang hidup di atasnya: 
Song melanjutkan:38 
Sungguh suatu konsep tentang Allah yang benar-benar universal. Allah bukanlah monopoli bangsa manapun; Allah bukan pula milik dari bangsa tertentu. Tak satu bangsapun, betapapun salehnya, dapat mengurung Allah. Tak ada orang betapapun salehnya, yang dapat menyatakan klaim secara khusus atas Allah. Memang Allah mengingat Israel tapi Ia juga mengingat orang-orang Babel. Allah mempunyai ingatan yang kuat akan gereja Kristen, memang, tetapi kesejehteraan orang-orang yang berkeyakinan dan berbudaya lain pun tak pernah lenyap dari kenangan Allah. 
Tetapi apakah yang “ortodoks” dalam iman dan apakah yang “benar” dalam teologi? Tak ada ortodoksi selain ortodoksi dari Allah. Tak ada kebenaran selain daripada kebenaran Allah. Bukan apa yang kita - orang-orang percaya dan teolog - percayai dan lakukan yang membuat apa yang kita percayai itu ortodoks dan yang kita lakukan itu benar. Bila Allah memanggil Koresy raja kafir itu sebagai orang yang Allah urapi, maka itulah ortodoksi. Bila Allah menunjuk dia sebagai gembala Allah maka itulah teologi yang benar. 
Tetapi nabi membuktikan mereka keliru. Allah tidak terikat oleh pola apapun yang tertanam kukuh dalam kesadaran keagamaan dan nasional mereka. Malah Allah sering menerobos keluar dari pola itu dan membawa kehidupan pada suatu jenjang yang lain, memberikan umat suatu visi yang baru dan menempatkan sejarah ke dalam suatu perjalanan yang baru. 
   
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
     
   38 Ibid., 66, 73, 75-75, 80.
 
175 Indonesian Journal of Theology
   
 
Iman yang meluas kendatipun terjadi tragedi dan masalah manusia berasal dari Allah yang meluas dari yang pertama sampai ke yang terakhir. Dalam pemikiran nabi yang tajam , Allah dengan jelas berkata, “Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian” (Yes. 48:12b; 41: 4b). Berapa jauh lagi Allah bisa meluas? bahkan Allah juga punya batas. Tetapi batas itu pada kenyataannya adalah ketidakterbatasan Allah – baik dalam ruang maupun dalam waktu.  
Song membentangkan bagaimana kecenderungan agama dapat dapat dengan mudah mengurung Allah.  Song lebih memilih untuk melihat Allah sebagai yang tidak terbatas, yang bebas - merdeka dalam segala putusan-Nya. Nampaknya dalam pemikiran Song, sia-sialah usaha untuk mempolakan, memetakan dan mendefinisikan Allah dan rencana karya-karya-Nya. Mengutip yang dikatakan Song, Allah memang punya batas, tetapi batas itu pada kenyataannya adalah ketidakterbatasan Allah – baik dalam ruang maupun dalam waktu.  
Penutup 
Dari pembahasan di atas saya sangat peduli pada alih fungsi agama yang telah mengabaikan Allah. Dalam agama Allah diperkenalkan tapi agama bukanlah Allah. Sering terjadi bahwa manusia terjebak dengan sengaja atau tidak membentuk allah lain di hadapanNya, tidak peduli apakah itu dalam bentuk yang real atau konsep tertentu tentang Allah. Agama harus merdeka dari hal-hal seperti itu. Karena setiap agama adalah pengalaman yang membebaskan bukan memperbudak (band. Aloysius Pieris). Agama harus kembali ke fungsi asalnya yaitu sebagai alat Yang Ilahi untuk menjaga dan menyalurkan perdamaian. Kekerasan atas nama agama itu adalah kekeliruan, itu bukan berasal dari pada Yang Ilahi, karena itu segala sesuatu dalam agama yang penafsirannya berhubungan dengan gagasan kekerasan harus dicurigai dalam hermeneutisasi dan diluruskan agar nats penyataan Allah tidak menjadi pembenaran yang mendukung pertikaian agama. Cukuplah sampai di sini praktik kekerasan atas nama agama, warisan pahit ini adalah hutang bersama yang harus ditinjau ulang. Karena agama bukan Allah. Walaupun harus disadari sering sekali agama menggantikan Allah. Agama harus lepas dari rantai ritualitas dan formalitas menuju ladang aksi. Aksi yang menunjukkan pada dunia bahwa Allah itu baik bagi semua orang.
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 176    
   
  
Tentang Penulis Vik. Pdt. Parulihan Sipayung, S. Th, Studi S1 di STT Abdi Sabda Medan (2012), sekarang melayani di GKPS Resort Sarimatondang - Pematang Siantar.  
 
177 Indonesian Journal of Theology
   
   
Daftar Pustaka
Adiprasetya, Joas., Mencari Dasar Bersama, Jakarta: BPK-GM, 2002  Aritonang, Jan S.,  Belajar Memahami Di Tengah Realita, Bandung: Jurnal Info Media, 2007  Barr, James., Fundamentalisme, Jakarta: BPK GM, 1996  Comfort, P. W., “Idolatry”, In Dictionary Of Paul And His Letters, Gerald F. Hawthorne, et.al, (ed.), Leiceister:  InterVarsity Press, 1993, pp. 424-425  Coward, Harold., Pluralisme, Tantangan Bagi Agama-Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1989  Dadang Kahmud, H., Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000 Effendy, Mochtar., Ensiklopedi Agama dan Filsafat (Jilid A-B), Palembang: Universitas Sriwijaya, 2000 Holladay, William L., A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old Testament, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing Company, 1980) Jr, A.G. Honig.,  Ilmu Agama, Jakarta: BPK GM, 2005  Keene, Michael., Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2006  Keener, Craig S., The IVP Bible Background Commentary: New Testament, (Illinois: Inter Varsity Press, 2003) Keil, C. F., dan F. Delitzcch, Commentary of The Old Testament: 10 Volumes, (Edinburgh: T & T Clark, 1866)  King, Winaton L., “Religion”, Mircea Elliade , (ed.) in the Encyclopedia Of Religion Vol. III, New York: McMillan Library Reference, US, 1993. Knitter, Paul F.,  Menggugat Arogansi Kekristenan, Yogyakarta: Kanisius, 2005  ___________.  No Other Name?, New York: Orbis Books, 1985  ___________.  Pengantar Teologi  Agama-Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2008  ___________. Satu Bumi Banyak Agama, Jakarta: BPK GM, 2002  Kung, Hans., On Being A Christian, New York: Image Book Doubleday, 1968  Lefebure, Leo D.,  Penyataan Allah, Agama dan Kekerasan, Jakarta: BPK-GM, 2003  Magnis-Suseno, Franz., Pemikiran Karl Marx, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003  McDowell, Josh dan Don Stewart, Handbooks Of Today’s Religion, London: Thomas Nelson Publishers, 1983
 
Fenomena Pemberhalaan Agama 178    
   
 
Moltmann, Jurgen., God For A Secular Society, Minneapolis: Fortress Press, 1999  Okholm, Denis L., et.al, Four Views Of Salvation in A Pluralistic World, Michigan: Zondervan,  1995  Pearson, B.W.R., “Idolatry Of Jews Conception”, In Dictionary Of New Testament Background, Craig A. Evan, et. al,  (ed.)  Leiceister: InterVarsity Press, 2000  Pittman, Don A., et.al, Ministry And Theology In Global Perspective, Michigan: William B. Erdsman Publishing Company, 1996 Ries, Julien., “Idolatry”, in Lindsay James, Encyclopedia Of Religion (Second Edition), New York: Gale Cangage Learning, 2005  Saragih, Jhon Renis., “Radikalisme Agama, Antara Kekerasan Dan Perdamaian”, Boby Nababan (Ed.), Radikalisme Agama, Medan: CV. Putra Mandiri, 2009  Seng Song, Choan.,  Allah Yang Turut Menderita, Jakarta: BPK GM, 2007  Situmorang, Jontor., The Understanding of Mispat and Sedaqah in the Book of Amos and Its Implication inIndonesia: (Ph. D, Diss. Cheonan: Hoseo University), 2004 Smith, Wilfred Cantwell., “Pemberhalaan Dalam Persepektif Perbandingan”, Jhon Hick dan Paul F. Knitter (ed.), dalam  buku Mitos Keunikan Agama Kristen, Jakarta: BPK GM, 2001  Snaith, Norman H., The Distinctive Ideas of the Old Testament, (New York: Schoken Books, 1969) Stott, John., Isu-Isu Global Menentang Kepemimpinan Kristiani, Jakarta: YKBK OMF, 199 Wahid, Abdul Rahman., (Ed.), Ilusi Negara Islam; Ekspansi Negara Islam Transnasional di Indonesia, Jakarta: PT. Desantara Utama Media, 2009   

Jenis- Jenis Penyakit dan Kesembuhan dalam Perjanjian Lama


Jenis-Jenis Penyakit dan Kesembuhan Menurut Perjanjian Lama
I.                   Latarbelakang Masalah
      Sering sekali umat manusia memahami bahwa penyakit itu hanya sebagai penderitaan yang melekat pada dirinya, dan tanpa memahami apa dan kenapa penyakit itu bisa datang ke dalam dirinya. Banyak pemahaman yang keliru tentang sumber dari penyakit yang hanya melihatnya dari satu sisi-saja. Sehingga penulis mencoba menggali permasalahan penyakit dalam konteks Yahudi atau selama perjalanan Perjanjian lama. Mencoba melihat jenis-jenis penyakit dan bagaimana kesembuhan dan penyembuhan dalam prespektif Yahudi.
II.                Pembahasan
2.1  Pengertian Penyakit Secara Umum
            Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Untuk meneymbuhkan penyakit biasanya orang-orang berkonsultasi kepada dokter. Klarifikasi penyakit terbagi berapa hal yaitu Penyakit Menular adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia. kuman dapat berupa virus, bakteri, ameba, atau jamur, penyakit tidak menular adalah penyakit yang tidak disebabkan oleh kuman, tetapi disebabkan karena adanya problem fisiologis atau metabolism pada jaringan tubuh manusia, penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung sangat lama. Beberapa penyakit kronis yang sering menyebabkan kematian kepada si penderitanya.[1]
2.2  Pengertian Penyakit Dalam Perjanjian Lama
            Allah berbicara tentang jalan keselamatan dan Dia jugalah yang berbicara tentang penyakit dan cara menghadapinya, yang disaksikan-Nya dalam kitab suci. Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa, memiliki tubuh dengan segala bagian anggota tubuh yang dijaluri pembuluh darah yang besar dan sampai yang terhalus sekali dengan sungguh amat baik dan sempurna. Setalah manusia jatuh kedalam dosa, maka murkalah Tuhan terhadap manusia. “Dan Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya, lalu mengenakannya kepada mereka” Kej. 3:21. Tuhan Allah mengusir manusia itu dari taman Eden serta menempatkannya ditempat yang penuh perjuangan dan penderitaan, baik itu kehidupan sehari-hari atau juga menghadapi penyakit. Setelah jatuh kedalam dosa, tubuh manusia itu tidak lagi sempurna, sudah tercemar oleh dosa yang dapat mendatangkan sakit ataupun penyakit.[2]
            Ihwal penderitaan dan penyakit dalam Alkitab sangat erat sekali dengan masalah watak dan asal segala kejahatan. Penderitaan adalah pengalaman manusia, yang oleh berbagai sebab mereka merupakan salah satu akibat dari dosa manusia. dalam hal penderitaan sebagai akibat sakit atau penyakit, hubungannya dengan kejahatan biasanya tidak langsung terlihat, kendati kadang-kadang penyakit itu adalah disebabkan perbuatan jahat. Dalam cerita kejatuhan manusia kedalam dosa, jelas bahwa segera sesudah kejatuhan manusia kedalam dosa itu jelas bahwa segera sesudah kejatuhan itu manusia menyadari keadaanya yang tidak aman, ketakutan dan rasa sakit (Kej. 3:16-17). Disini itstsavon diterjemahkan sebagai “kesakitan” dan kemudian “Hukumanku” (Kej. 4:13). Pada umumnya, penderitaan manusia, apakah itu ditimbulkan oleh penyakit atau suatu sebab lain akibat hukuman yang dialami secara perseorangan karena kemerosotan rohani masyarakat. Dalam kitab ayub terutam pasal pertama nampak kegiatan iblis. Hal ini nampak juga dalam kisah pra rasul 10:38 dikatakan bahwa orang sakit ibarat  orang yang dikuasai oleh iblis. Penderitaan kadang-kadang dipakaiNya sebagai hukuman atau sarana mengajar.[3]
            Penulis tidak hanya diasumsikan berporos dalam kaitan fisik atau kemungkinanan dari mental, tetapi konsep Yahudi tentang sakit mengijinkan juga bahwa dipengaruhi oleh moral, spiritual atau masalah relasi.[4]orang zaman kuno mempunyai hampir semua penyakit seperti yang kita miliki sekarang dan lebih banyak lagi, sebab tidak terjaganya sanitasi dan kebersihan. Beberapa epidermi disebutkan didalam Alkitab, sepertinya lima wabah di Mesir yang menyerang hewan ternak (Kej.9:3-7) dan penyakit para tentara Sanherib (2Raj. 19:35 ; Yes 37:36), yang mungkin saja disebut disentri, suatu penyakit yang bisa menyerang para tentara lapangan.[5] Kebutaan salah satu penyakit yangpaling umum, mungkin dikaitkan dengan, trakoma, suatu infeksi pada syaraf mata dan kornea, yang ditularkan karena kebersihan yang buruk dan khususnya oleh lalat. [6] Sakit atau penyakit bagaimanapun dipandang sebagai bagian interkoneksi terhadap seluruh aspek kehidupan dan kesehatan.[7]
2.3  Pengertian Kesembuhan Dalam Konteks Biblika PL
            Di zaman Yahudi upaya-upaya penyembuhan kepada orang sakit masih menggunakan alat-alat atau bahan-bahan tradisional yang juga sering dipakai dalam kehidupan sehari hari. Bahan utama tersebut adalah minyak. Di Yahudi kuno, pemeliharaan kesehatan terutama terjadi didalam rumah. Tidak ada rumah sakit, meskipun ada bangsa penyembuhan yang dikaitkan dengan kuil-kuil.
            Mereka juga percaya bahwa apabila Allah telah memberikan hidup kepada manusia, maka Allah yang sama juga dapat mengusir semua penyakit manusia. kitab suci memahami bahwa Allah yang menyembuhkan, karena dialah tabib yang sejatimanusia(Kel. 15:26). Dialah sumber penyembuh itu (Yes. 38:2). Dia adalah Allah yang memberikan hidup dan dia pulalah Allah yang menyembuhkan penyakit.[8]
            Dalam kehidupan umat Israel, gambaran mengenai Tuhan sebagai penyembuh cukup dikenal. Meskipun tidak msemua teks mengatakan bahwa yang bersangkutan menyebutkan penyakitnya, jelas mereka menyadari bahwa Tuhan dapat menyembuhkan penyakit apa saja bila ia berkenan. Peran Tuhan sebagai penyembuh menjadi amat tegas terungkap dalam kitab para nabi. Seperti nabi Yesaya, berungkali mengingatkan agar umat kembali kepada Tuhan agar mereka dapat disembuhkan dari penyakit yang mereka derita (Yes. 6:10 ; 19:22 ; 30:26). Gambaran Tuhan sebagai sang penyembuh ini menjadi semakin nyata dalam kutukan nabi Yehezkiel terhadap mereka yang menelantarkan orang yang sakit dan cacat, yakni orang-orang yang tidak akan dilupakan oleh Tuhan sendiri, (Yeh. 34:4 bnd. Za. 11:15-17). Tentu saja, juga terasa adanya kesatuan antara peran Tuhan yang menyembuhkan dan Tuhan yang juga membiarkan orang yang terkena malapetaka penyakit sebagai hukuman terhadap mereka yang tidak mematuhi-Nya dan khususnya mereka yang memusuhi umat-Nya.[9]
            Di dalam Perjanjian Lama kata Sembuh adalah rif’uf yang artinya memperbaiki. Kata ini terdapat dalam Amsal 12:18 dan juga kata Rapha yang artinya ‘’menyembuhkan” atau “mengobati”. Kata ini terdapat dalam 2 Raja-raja 20:5.[10] Kata Rapha juga biasanya diartikan atau dipakai untuk penyembuhan, dan dipakai untuk tabib (Kej. 50:1-2).[11] Dalam perjanjian lama istilah raphe berarti usaha manusia untuk menyembuhkan yaitu berasal dari kata menjahit/menambal, menyatukan luka-luka itu biasanya dijepit, diolesi dengan minyak lalu diikat (Yes 1:6, Yer. 8:22).[12] Penyembuh dipakai dengan kata Marpe. Kata ini dalam perjanjian lama selalu diartikan dengan mengobati (Jer. 14, 19).[13]
2.4  Jenis-Jenis Penyakit  dan Penyebabnya Masa Perjanjian Lama
2.4.1        Jenis Jenis Penyakit
2.4.1.1  Penyakit Fisik
Dalam Mazmur 90: 10 tertulis: Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya  adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
Doa Musa ini mengandung pengertian bahwa daya tahan hidup manusia berkisar antara usia 70 – 80 tahun. Jika seseorang mencapai usia melebihi usia tersebut, artinya kesengsaraan  dan kesulitanlah yang sering dialaminya seiring dengan merosotnya daya tahan tubuh (stamina) disebabkan usia yang sudah menua. Dengan kata lain, orang yang berada dalam kisaran usia tersebut, menderita sesuatu penyakit adalah sesuatu hal yang lumrah. Inilah yang kemudian disebut sebagai sakit fisik. Jika usia muda sudah lewat, proses kemunduran daya tahan tubuh pun dimulai, seperti gigi mulai rontok, ketajaman pendengaran mulai berkurang, mata rabun, dan kondisi tubuh secara keseluruhan semakin lama semakin melemah. Gejala-gejala inilah yang disebut sebagai kelemahan dan kesulitan fisik. Tua karena usia, daya tahan yang menurun karena virus dan lain-lain, dikatakan sebagai penyakit fisik.
Berkaitan dengan usia tua ini, Pengkhotbah 12:1 juga mengingatkan kita agar  senantiasa mengingat Tuhan. “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kau katakan: “Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!” 
Adapun yang menjadi jenis-Jenis Penyakit yang berhubungan dengan fisik adalah:
1.      Buta
      Dalam Perjanjian Lama penyakit ini merupakan kutukan dari Allah (Ulangan 28:28-29) didalam perjanjian baru penyakit ini ditemukan dalam Markus 8:22-25, dimana Yesus menyembuhkan orang buta di daerah yang masih belum mengenal injil di Betsaida
2.      Penyakit Kulit (Lepra atau Kusta)
      Septuaginta menterjemahkan penyakit kulit tsara’at dengan lepra (Imamat 13-14). Perjanjian baru juga memakai istilah  Lepra. Penyakit ini bukan saja mengusik orang yang menderita, tetapi juga membahayakan kehidupan manusia disekitarnya, karena penularannya mengenai seluruh tubuh (Ayub 2:7 ; Hizkia dalam Yes. 38:21 ; Naaman dalam 2 Raja-raja 5:1,6). Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat disembuhkan oleh Tuhan Yesus (Luk. 17:11-20)
      Kusta adalah sebutan untuk berbagai penyakit kulit. Penyakit ini juga kita kenal sekarang sebagai lepra dengan pemborokannya dan kelumpuhannya, tidaklah sama dengan penyakit kusta dalam Alkitab. Orang-orang kusta dalam Alkitab disiksa oleh bintil-bintil kehijau-hijauan atau kemerah-merahan (Imamat 13:49). Penyakit ini dinyatakan menular, maka orang yang berpenyakit kusta ini dikucilkan dari masyarakat. Apabila ia sembuh, harus diadakan upacara pentahiran oleh seorang imam (Imamat 14:2-20; Lukas 1:44). Kusta di dalam PL juga dipakai untuk cacat maupun cendawan/jamur pada dinding rumah (Imamat 14:33-53). Orang yang menderita kusta itu dalam sakit maupun penyembuhannya harus ditentukan oleh imam (Imamat 13:1-59, 14:1-32). Orang yang sudah ditentukan menderita kusta lalu dinyatakan najis dan harus dibuang dari tengah masyarakat orang-orang sehat (Imamat 13:45-46). Mereka yang dinyatakan kusta dalam PL adalah Musa (Keluaran 4:6), Miriam (Bilangan 12:9-10), Naaman (2 Raja 5:1-27), Azarya (2 Raja 15:5 dsj) dan mungkin juga Ayub (2Raj 2:7-8). Penyakit Kusta juga masih dikenal di dalam PB. Di sini juga kelihatan adanya penetapan kesembuhannya oleh imam. Bila kesembuhan itu benar seketika itu imam memberitakan ketetapan kebersihan kulitnya. Yesus menyembuhkan banyak orang kusta dengan menumpangkan tanganNya (Markus 1:40-42 dsj) atau dari kejauhan (Lukas 17:11-19).
      Kusta adalah penyakit yang dalam Alkitab dinyatakan dengan kata Ibrani צָרַעַת - TSARA'AT dan kata Yunani λέπρα- LEPRA: "Kusta" dalam Alkitab mungkin tidak hanya mencakup penyakit yang sekarang dikenal dengan nama itu, karena selain menyerang manusia, "kusta" ini juga menyerang pakaian dan rumah (Imamat 14:55). Kusta modern juga dikenal sebagai penyakit Hansen, karena dr. Gerhard A. Hansen menemukan kuman yang secara umum diyakini sebagai penyebab penyakit ini. Namun, meskipun penyakit "TSARA'AT" tidak hanya mencakup kusta modern, tidak ada keraguan bahwa kusta manusia yang sekarang disebut penyakit Hansen juga ada di Timur Tengah pada zaman Alkitab.
3.      Tuli
      Tuli dalam bahasa ibrani Heres artinya “diam” dalam bahasa Yunani Kophoi artinya tuli. Tuli ini menunjukan bahwa telinga tidak berfungsi lagi  (Yes. 29:18 ; 35:5 ; 42:18), namun akan disembuhkan dalam rangka pemenuhan nubuat Mesianis (Mat. 11:5, Mark.7:37). Zakaria pernah buta dan tuli untuk sementara, hal ini menyangkut kedatangan Mesias Yesus (Luk. 1:20)

4.      Borok (Ma-zohr)
      Borok adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan biasanya penyakit ini timbul akibat seseorang yang mengingkari perjanjian dengan Allah (Ul. 28:27). Penyakit ini pernah menimpa orang Asdot yang ditimpakan Allah untuk menghajar mereka (1 Sam. 6:5, 19). Jenis penyakit ini sering disebut sebagai penyakit kangker pada masa kini.
2.4.1.2  Penyakit Jiwa
            Dalam Daniel 4 diceritakan tentang Raja Nebukadnezar yang sudah seperti orang gila karena bertingkah seperti binatang yang makan rumput sembarangan. Ini terjadi karena dia mengalami penghukuman. Di dalam Mazmur 102 juga ada lukisan yang sangat jelas sekali, bagaimana ada satu tekanan, himpitan sehingga pemazmur berteriak bahwa dia sudah seperti bukan manusia lagi. Orang-orang yang maniak pada kekuasaan sehingga mereka merasa kuat dan hebat luar biasa, juga merupakan salah satu gejala penyakit jiwa. Gejala seperti ini ada pada Raja Nebukadnezar   yang merasa dirinya penguasa dan pemilik dunia ini (Daniel 4). Akhirnya dia ditegur oleh Tuhan sampai ia seperti orang gila. Jadi kalau ada orang yang berambisi merebut kekuasaan secara tidak sah, atau pejabat yang maunya menduduki kursi jabatannya itu terus-menerus, kemungkinan besar dia sakit jiwa. Kemudian orang-orang yang depresi dan tertekan itu juga disebut sakit jiwa.
2.4.2        Penyebab Orang Bisa Sakit
Penyebab penyakit dalam Alkitab ada dua bagian prinsip yaitu : umum dan khusus. Secara umum dalam Kej 3 :16 – 19, dilukiskan tentang kejatuhan manusia ke dalam dosa. Setelah jatuh ke dalam dosa, Allah memberitahu Adam dan Hawa akan mengalami sakit dalam perjalanan hidupnya. Sebagai perempuan, Hawa akan melahirkan dan mengalami sakit yang luar biasa pada saat melahirkan. Adam mencari makan dengan susah payah  sampai akhirnya, mereka yang berasal dari debu kembali menjadi debu. Puncak dari penyakit adalah kematian.
Jadi pada saat manusia jatuh ke dalam dosa, dia sudah sakit. Tapi, bagaimana manusia mengalami sakit dalam hidupnya, di bawah ini ada beberapa uraian.[14]
1.            Penyakit karena iblis.
Dalam  Lukas 13: 16 dikisahkan mengenai seorang perempuan yang sudah bungkuk belasan tahun karena diikat oleh iblis. Diduga, penyebab kebungkukannya itu karena sejak dulu dia bermain okultisme (berhubungan dengan setan)
2.            Penyakit merupakan hukuman dari Tuhan
Dalam 2 Tawarikh 26 ; 16 – 22, diceritakan tentang Raja Uzia yang dilarang oleh imam untuk mengumpulkan korban bakaran. Merasa diri seorang penguasa yang hebat, dia menentang para imam dengan gaya yang sombong. Menyaksikan ulahnya itu, Tuhan marah lalu menjatuhkan tulah kusta yang sangat menyakitkan. Begitu pula dengan Ananias dan Safira yang mengalami kematian karena berbohong kepada Tuhan.
3.            Teguran atau pendidikan.
Dalam Ibrani 12 ; 6 – 12 Tuhan mengatakan bahwa anak-anak yang Dia cintai akan Dia hajar, Dia sesah, dan menerima ganjaran yang sulit dalam bentuk penyakit. Memang, penyakit saat itu mendatangkan duka cita, tetapi kita akhirnya mengerti dan bersukacita. Itulah teguran dan didikan Tuhan.
4.            Penyakit untuk kemuliaan Tuhan.
Dalam Yoh 9:3, sewaktu Yesus berjalan bersama murid-muridnya mereka bertemu dengan seseorang yang buta sejak lahirnya. Lalu mereka bertanya, “Guru, ini dosa siapa? Dosa orang tuanyakah?” Yesus menjawab bahwa dia mengalami kebutaan bukan lantaran dosa siapa-siapa, tetapi karena pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia (orang buta tersebut).
5.            Penyakit karena kelemahan fisik.
Dalam 1 Timotius 5 : 23 disebutkan, “Jangan minum air saja melainkan tambahkan anggur sedikit, berhubung pencernaanmu terganggu dan tubuhmu sering lemah.”
2.5  Cara Penyembuhan Penyakit Masa Perjanjian Lama
2.5.1        Konsultan Kesehatan
      Bagi banyak penuls alkitabiah, khususnya para penulis Ulangan, penyakit adalah hukuman Allah atas dosa, yaitu bagi pelanggaran hukum-hukum perjanjian antara Yahweh dan orang Israel: “TUHAN akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, demam kepialu, radang, kekeringan, hama dan penyakit gandum; semuanya itu akan memburu engkau sampai engkau binasa” (Ul. 28:22).[15]
      Setelah orang Israel menyebrangi laut merah dan masuk kepadang gurun Sur, Yahweh berjanji untuk menyembuhkan semua penyakit mereka dengan jaminan: “Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit manapun, yang telah kutimpakan kepada orang Mesir: Sebab Aku Tuhan yang menyembuhkan (Rope) engkau” Kel. 15:26. Demikian, juga dalam sebuah madah pujian si pemazmur menggambarkan Yahweh Sebagai Dia yang menyembuhkan (Rope) segala penyakitmu (Mzm. 103:3). Rope Merujuk pada tabib tetap di isrel kuno, tidak seperti di Mesir, tabib dianggap sebagai sebuah profesi dipandang rendah. Berkaitan dengan penyembuhan, kata kerja yang umum adalah rapa, membuat sehat dan kata bendanya adalah marpe atau peneymbuhan. Kita mengharapkan syalom, tetapi yang ada hanya kengerian (Yer. 8:15). Perlu diperhatikan kesejajaran antara syalom/rapa yang ada disini. Yeremia sering merujuk kepada Allah sebagai tabib atau penyembuh yang sejati, seperti didalam doa: Sebuhkanlah (rapa) aku ya Tuhan (Yer. 17:14). Melalui Yeremia Yahwe Menjanjikan pemulihan bagi Israel dan Yehuda: sebab aku akan mendatangkan kesembuhan bagimu, aku akan mengobatimu (Rapa) (Yer. 30:17 ; 33:6). Bagi Yeremia, Yahwe adalah satu satunya Penyembuh (Rope) yang sejati.[16]



2.5.2        Agama dan Penyembuhan
a.      Doa dan Penyembuhan[17]
            Pengaitan doa dengan penyembuhan adalah jelas didalam Alkitab. Beberapa mazmur merupakan permohonan atas kesembuhan; khususnya ratapan untuk membuktikan keampuhan doa dalam keadaan sakit. Didalam Mazmur 30, sebuah ungkapan syukur atas kesembuhan dari penyakit yang serius, hubungan antara doa dan sakit adalah jelas: “Tuhan, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan (rapa) aku”(Ayat 3). Mazmur 38 adalah sebuah permohonan untuk kesembuhan bagi seorang yang penyakitnya adalah nyata, bukan hanya bersifat metafora:” tidak ada yang sehat pada dagingku oleh karena amarah-Mu, dan tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh karena dosaku” (ayat 4);”luka-lukaku berbau busuk, bernanah oleh karena kebodohanku” (ayat 6; “sebab pinggangku penuh radang, tidak ada yang sehat pada dagingku” (ayat 8)
            Pengembaraan Yesaya atas penyakit Hizkia dan doanya untuk kesembuhan adalah hal yang klasih. Ketika Hiskia menjadi sakit dan hampir mati, Yahwe melalui Yesaya, berkata kepadanya agar membereskan segala urusannya, “sebab engkau akan mati , tidak akan sembuh lagi”. Kemudian Hizkia berdoa kepada Yahwe, yang menjawabnya “telah Ku dengar doamu dan telah kulihat airmatamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi” (Yes. 38:1-5)
b.      Ibadat Penyembuhan
            Pengaitan doa dengan penyembuhan adalah jelas didalam Alkitab. Beberapa Mazmur merupakan permohonan atas kesembuhan: khususnya ratapan untuk membuktikan keampuhan doa dalam keadaan sakit. Didalam Mazmur 30, sebuah ungkapan syukur atas kesembuhan dari penyakit yang serius, hubungan doa dan sakit adalah jelas: Tuhan Allahku kepadamulah aku berteriak minta tolong, dan engkau telah menyembuhkan (Rapa) aku. (Ayat 3).
            Penggambaran Yesaya atas penyakit Hizkia dan doanya untuk kesembuhan adalah hal yang klasik. Ketika Hizkia menjadi sakit dan hampir mati, Yahweh, melalui Yesaya, berkata kepadanya agar membereskan segala urusannya/. Kemudian Hizkia Berdoa kepada Yahweh, yang menjawabnya Aku telah mendengar doamu dan telah kulihat air matamu, sesungguhnya aku akan memperpanjang hidupmu lima belas tahun lagi (Yes. 38:1-5)[18]
c.       Obat-obatan Alamiah
            Obat-obatan Alamiah Alkitab menggambarkan beberapa obat alamiah yang digunakan untuk penyembuhan Kata syori (pada umumnya''balsem", terutama yang terbuat dari "minyak damar') muncul enam kali di dalam Alkitab, tiga kali dikaitkan dengan Gilead di Transyordania (Kej 37:25; Yer. 8:22; 46:11). Jelas dari enam teks tersebut bahwa syori merupakan produk dan obat ekspor. Ketika saudara-saudara Yusuf duduk untuk makan, "Ketika mereka mengangkat muka, kelihatanlah kepada mereka suatu kafilah orang Ismael datang dari Gilead dengan untanya yang membawa neko't ('tanaman obat syori ('balsem') dan lof ('larutan opium') [TB-LAI: damar, balsam, dan damar ladan, peny.], Dalam perjalanannya mengangkut barang-barang itu ke Mesir' (Kej. 37:25; juga 43:11). Syori mungkin diekspor dari Gilead ke Mesir dan Fenisia, maka namanya disebut "balsem dari Gilead''. Demikian juga jika Syori adalah balsem yang terbuat dari Pistacia atlantica, atau palaestina, ketiga jenis pohon itu tumbuh di Gilead, juga di tempat-tempat lain Menurut Yehezkiel 27:17, Israel dan Yehuda mengekspor Syori ke Tirus. Barang ini juga sangat laku keras untuk diekspor ke Mesir. Contohnya, ratu Ugarit mengirimkan satu buli-buli Syori  kepada ratu Mesir, yaitu satu "buli-buli wewangian.[19]
            Labu liar (Paqqu’ot sadeh) dihubungkan dengan keluarga labu, adalah buah yang kecil, rti buah melon dari Citrullus (abu liar), bagai anggur yang merambat di sepe asir dll. 31). Labu ini tumbuh di padan gurun dekat Laut Mati, dan mungkin dikenal bagai "apel dari Sodom". Buah ini tetapi bijinya bisa dimakan. Dalam dosis yang  kecil, buburnya merupakan obat pencahar efektif, tetapi dalam dosis ini mematikan. Ada sebuah kisah yang menarik tentang "rombongan nabi mudanya" Elisa, yang di tengah kelaparan secara tidak sadar menyiapkan sekuali rebusan labu-labu liar. Ini terjadi setelah salah seorang dari mereka entara mengumpulkan rempah-rempah untuk rebusan itu, salah mengambil labu labu liar (apel pahit) dan menambahkan labu labu itu ke dalam rebusan. Kemudian dicedoklah dari masakan tadi bagi orang-orang itu untuk dimakan dan segera sesudah mereka memakannya, berteriaklah mereka serta berkata: "Maut ada dalam kuali itu, hai abdi Allah!' Dan tidak tahan mereka memakannya. Tetapi ber Elisa: Ambillah tepung (gemakb Dilemparkannyalah itu ke dalam kuali serta berkata Cedoklah sekarang bagi orang-orang ini, supaya mereka makan!' Maka tidak ada lagi sesuatu bahaya dalam kuali itu" (2 Raj. 4:40-41). Dengan menambahkan gemakh tepung yang dicampur dengan air, garam, dan ke dalam rebusan yang ada bubur atau apa pun, Elisa mencairkan rebusan itu sampai mencapai titik di mana tiap porsi "apel pahit" dari tiap-tiap nabi, dosisnya dikurangi sampai tidak lagi menyebabkan kematian, tetapi hanya mencapai dosis pencahar saja.[20]
2.6  Sikap Setelah Menerima Kesembuhan
            Setiap umat manusia yang telah menerima berkat kesembuhan yang hanya datangnya dari Tuhan, sudah seharusnya ia yang telah menerima kesembuhan mengucap syukur didalam doa dan pujiannya kepada Allah sang maha agung dan mulia. Kitab Imamat 14:1-57 menjelaskan bagaimana seorang yang telah ditahirkan dari sakit penyakitnya terkhusus sakit kusta, ia harus memeriksakan dirinya ke Imam dan kalau ternya dia telah sembuh ia harus membuat korban persembahan kepada Allah sebagai tanda ucapan syukur atas kesembuhan yang ia terima. Kitab imamat mencatat bahwa korban bakaran itu berupa dua ekor burung yang hidup dan tidak haram, juga kayu aras, kain kirmizi dan hisop. Kemudian ia harus memercikkan tujuh kali kepada orang yang akan ditahirkan dari kusta itu dengan cara demikian mentahirkan dia, lalu burung yang hidup itu haruslah dilepaskannya kepadang. Orang yang telah ditahirkan itu harusah mencukur seluruh rambutnya dan mencuci semua pakaiannya. Artinya disini ada proses pemulihan total dengan penyerahan diri sepenuhnya dihadapan Allah dan dalam ucapan syukur atas kesembuhan yang diterima.


III.             Refleksi Bagi Kehidupan Bergereja Masa Kini
      Siapa saja pasti pernah mengalami yang namanya sakit penyakit. Tidak sedikit orang yang tidak bisa menerima keadaanya dengan keadaan yang sakit. Banyak pemahaman-pemahaman yang terlintas dalam pikirannya atas apa yang dia alami, ada orang yang secara sadar bahwa ini adalah penyakit yang layak dia terima karena suatu kesalahan dirinya dan menimbulkan iman yang menjadi lebih dekat pada Tuhan atas kesadaran bahwa Tuhan lah yang mampu menyembuhkan penyakitnya. Tetapi pada beberapa orang banyak yang tidak bisa menerima kenyataan yang akan membuatnya menjadi semakin jauh dari Tuhan, malahan ia menghakimi Tuhan. lantas apa kata gereja untuk hal ini ? ini merupakan bagian dari tugas dan tanggung jemaat gereja untuk melawat setiap jemaat yang sedang mengalami sakit penyakit. Gereja harus mampu mengobati jemaatnya secara rohani maupun fisik. Gereja harus mampu menumbuhkan pemahaman jemaat tentang penyakit yang dialami, gereja harus lebih meringankan langkahnya untuk melakukan kunjungan diakonia ke umatnya yang sedang mengalami penyakit tersebut.
IV.              Kesimpulan
      Penyakit adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak lagi berfungsi secara normal. Dalam pemahaman Perjanjian Lama penyakit bukan merupakan sebuah gejala fisiologis, melainkan sebuah hukuman yang dikirimkan oleh Tuhan (Kel 9:14-15 ; Bil. 12:9-14), dari Yehwe Sendiri (2Sam. 6:7 ; Maz. 69:27), atau berhubungan dengan malaikat Allah (2Sam. 24:16-17), atau dari setan (ayub. 2:7). Tujuan dari penyakit tidak selamanya karena hukuman Allah kepada manusia itu tetapi juga Tuhan mengijinkan penyakit itu hadir sebagai salah satu upaya untuk mempermuliakan nama Allah.  Adapun yang menjadi kerinduan dari seorang yang mengalami sakit penyakit adalah hanya Kesembuhan. Kesembuhan dipahami sebagai anugerah kebaikan yang diterima dari Allah. Didalam Perjanjian lama kesembuhan hanya datangnya dari Tuhan, tetapi bisa saja memiliki media dan cara-cara yang berbeda, seperti kesembuhan melalui Tabib, Obat ramuan, Anjing, atau secara mutlak mujijat yang Allah sampaikan. Sehingga setiap orang yang telah disembuhkan dari penyakit/penderitaanya harusalh mengucap syukur kepada Dia.

TERIMAKASI DARI  PENULIS :
BONA SOGI SUMBAYAK

V.                 Daftar Pustaka
A.F. Walls, “sehat”, “Kesehatan dan Penyembuhan”,Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, J.D. Douglas (Ed)
Agustinus Gianto,Tentang penyakit menular, forum Biblika: Jurnal Ilmiah Popule
Albert Simanjuntak, Kesembuhan Illahi, Jakarta: STT. Betlehem, 1996
Avalos, Illness and Health Care
Bill T. Arnold & HGM. Williamson (ed),The Dictionary of The Old Testament: Historical Book, USA:IVP, 2005
D.O. Swanu,”Menyembuhkan”,Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, J.D. Dougles (ed), Jakarta: YKBK/OMF, 2010
Frank M. Cross,Canaanite Myth and Hebrew Epic, Cambridge: Harvard University, 1973
H.J. Stobe,Theological Lexicon Of The Old Testament, Voll III, Erust Jenne & Claus (ed), Western: Mascuchusdts Hendrikson Publisher, 1988
Hector Avalos, Illnes and Health Care In The Acient Near East, HSM 54 Atlanta Scholars Press, 1995
Hepper,Baker Encyclopedia of Bible Plants,
J.C. Lambert, “Healing”, The International Standard Bible Encyclopaedia Vol. II Clement-Heresh,  James Orr (ed), Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing, 1952
Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah,  Jakarta:BPK-GM, 2010
Philip J. King, life in Biblical Israel (Library Of Anient Israel),  Westminster John Knox Press Louisville, Kentucky, 2001
RD. Alfons Sebatu, Karunia Penyembuhan, Jakarta: Obor, 2012
The New Topical Textbook (pen), “Sakit Penyakit”,Pedoman Pokok-pokok Isi Alkitab, Bandung:Kalam Hidup, 198
William F. Albright,Yahweh and the Gods of Canaan, Garden City, N.Y: Doubleday, 1968



[1] Wikipedia Indonesia
[2] Albert Simanjuntak, Kesembuhan Illahi, (Jakarta: STT. Betlehem, 1996) 33
[3] A.F. Walls, “sehat”, “Kesehatan dan Penyembuhan”,Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, J.D. Douglas (Ed), 368
[4] Bill T. Arnold & HGM. Williamson (ed),The Dictionary of The Old Testament: Historical Book,(USA:IVP, 2005), 899
[5] Philip J. King & Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta:BPK-GM, 2010), 78
[6] Ibid, 85
[7] Bill T. Arnold & HGM. Williamson (ed),The Dictionary of The Old Testament: Historical Book,(USA:IVP, 2005), 899
[8] RD. Alfons Sebatu, Karunia Penyembuhan,(Jakarta: Obor, 2012), 27
[9] Agustinus Gianto,Tentang penyakit menular, forum Biblika: Jurnal Ilmiah Populer,8
[10] D.O. Swanu,”Menyembuhkan”,Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z, J.D. Dougles (ed), (Jakarta: YKBK/OMF, 2010), 380
[11] H.J. Stobe,Theological Lexicon Of The Old Testament, Voll III, Erust Jenne & Claus (ed), (Western: Mascuchusdts Hendrikson Publisher, 1988), 1255
[12] J.C. Lambert, “Healing”, The International Standard Bible Encyclopaedia Vol. II Clement-Heresh,  James Orr (ed), (Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing, 1952), 1349
[13] A.F Walls, “sehat”, Kesehatan dan Penyembuhan, Ensiklopedi Alkitab Masa KIni,  J.D. Douglas (ed), 369
[14] The New Topical Textbook (pen), “Sakit Penyakit”,Pedoman Pokok-pokok Isi Alkitab,(Bandung:Kalam Hidup, 1984), 319
[15] Hector Avalos, Illnes and Health Care In The Acient Near East, HSM 54 (Atlanta: Scholars Press, 1995), 372
[16] William F. Albright,Yahweh and the Gods of Canaan,(Garden City, N.Y: Doubleday, 1968), 136
[17] Philip J. King, life in Biblical Israel (Library Of Anient Israel), (Westminster John Knox Press Louisville, Kentucky, 2001), 91-92
[18] Frank M. Cross,Canaanite Myth and Hebrew Epic, (Cambridge: Harvard University, 1973), 102-103
[19] Avalos, Illness and Health Care, Hlm. 287
[20] Hepper,Baker Encyclopedia of Bible Plants, hlm 152