Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Friday 2 October 2015

Diakonia Sosial Dalam Perjanjian Lama

Diakonia Sosial Dalam Perjanjian Lama

I.               Pendahuluan

Kata diakonia adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita di dalam kehidupan gereja. Tetapi pada sajian kali ini kita akan membahas siapakah yang melakukan diakonia yang pertama di dalam Perjanjian Lama. Apakah yang dilakukan oleh tokoh pertama di dalam perjanjian Lama di dalam bentuk diakonia tersebut. Mari kita memahami sajian ini, saran dan kritik kami terima.

II.            Pembahasan

2.1    Pengertian Diakonia Sosial

Secara harafiah kata : Diakonia berarti memberi Pertolongan atau Pelayanan. Kata ini berasal dari baha Yunani “Diakonia (Pelayanan), Diakonei (Melayani), Diakonos (Pelayan) ”. Diakonia mencakup arti yang luas, yaitu semua pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan bagi Kristus di Jemaat untuk membangun dan memperluas Jemaat mereka yang di panggil sebagai pejabat dan oleh anggota jemaat biasa. Dalam Diakonia secara luas terdapat tempat untuk Diakonia dalam arti khusus, yaitu memberi bantuan kepada semua orang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan masyarakat.[1] Dan sosial adalah dimana orang-orang menjalin kontak dan berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikirin dan  tindakan. Yang terpenting dalam interaksi sosial adalah timbal-balik.[2] Jadi diakonia sosial adalah suatu pelayanan yang dilakukan kepada semua orang dan menjalin hubungan yang saling mempengaruhi sehingga ada timbal-balik.

Diakonia dikategorikan ke dalam 3 bentuk yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif, dan diakonia transformatif.[3] Diakonia Karitatif adalah diakonia yang paling tua yang dipraktekkan gereja dan pekerja sosial. Diakonia ini sering diwujudkan dalam bentuk makanan dan pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit, dan perbuatan amal kebajikan. Diakonia reformatif sering dikenal dengan diakonia pembangunan. Berbeda dengan diakonia karitatif yang digambarkan menolong orang yang sedang kelaparan dan memberikan sepotong ikan, diakonia reformtif ini digambarkan dengan menolong orang lapar dengan memberi dia pancing dan mengajar dia untuk memancing. Sedangkan diakonia transformatif ini digambarkan dengan mata terbuka. Yang artinya diakonia ini  adalah  pelayanan yang mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri. Jadi diakonia transformatif ini bertujuan terjadinya perubahan total dalam fungsi dan penampulan dalam kehidupan masyarakat.[4]

2.2    Latar belakang Diakonia dalam PL

Istilah diakonia sebenarnya, sudah terlihat sejak dari Perjanjian lama. Dalam Kitab Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).[5] Allah seperti yang dinyatakan dalam PL adalah pencipta dunia dan umat manusia. Allah mempercayakan dunia kepada keluarga manusia. Allah memelihara seluruh ciptaanNya dan melihat bahwa itu baik.[6] Allah juga membuktikan pemeliharaan penuh kasih kepada seluruh ciptaannya, terkhusus ditunjukkannya kepada manusia yang dalam ciptaannya ditempatkan oleh Dia sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar-Nya, sebagai anak dan pelayan –Nya (Kej.1:20-28). Dan manusia ditugaskan sebagai “Wakil raja” dibawah Tuhan Allah untuk melayaninya dalam mengurus bumi dan segala yang hidup di atasnya. Bumi adalah milik Tuhan Allah, wilayah kerajaan-Nya, milik-Nya yang tidak dapat diambil dari-Nya (Mazmur 24:1) Manusia telah menerima panggilannya untuk menjadikan bumi ini tempat kediaman yang baik dan ditempat kediaman itu membentuk kehidupan masyarakat yang baik, yang ditunjukkan untuk kemuliaan nama Tuhan Allah dan demi kebaikan manusia serta semua ciptaan-Nya.[7]

2.3      Tujuan Diakonia

Tujuan diakonia adalah untuk mewujudkan manusia dan dunia baru. Diakonia ini tidak dmaksudkan sekedar untuk menciptakan hubungan antara pemberi dan penerima. Diakonia harus dijalankan dalam rangkan Missi Dei , yaitu kehadiran pemerintahan allah di dunia.[8]

2.4      Kehidupan Sosial Bangsa Israel

Menetapnya suku-suku Israel di kanaan berarti terjadinya benturan antara kepercayaan kepada Tuhan dan agama serta kebudayaan kanaan. Sementara hukum Israel ditentukan oleh prinsip-prinsip perjanjian kesetiaan, solidaritas antar anggota bangsa, hidup kemasyarakatan orang kanaan berupa kebudayaan kota yang mempunyai ciri pertentangan antara yang kaya dan yang miskin sejak zaman Dau dan Salomo masyarakat semakin melihat berkembangnya militerisasi, penguasaan tanah, usaha besar-besaran yang disertai proses pemiskinan, dan perbedaan yang semakin besar antara yang kaya dan miskin. Makin lama makin tajamlah benturan-benturan yang terjadi antara hukum sosial yang diamanatkan Torah dan pengaturan masyarakat dibawah pengaruh kebudayaan kanaan. Juga kerajaan mengalami akibat-akibatnya. Sebenarnya raja di Israel dipanggil melaksanakan Torah Allah untuk menjadi berkat bagi yang lemah dan yang miskin. Tetapi yang terjadi raja-raja Israel meniru tingkah laku raja-raja di timur dan tidak melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Allah di dalam hukum-hukumnya. Pengabdian kepada Baal, dewa-dewa darah dan tanah, Eros dan kuasa berjalan bersama dengan perkembangan masyarakat yang di dalamnya korupsi, perluasan kekuasaan, pencemaran hukum semakin meluas. Jurang antara yang kaya dan yang miskin bertambah lebar (1 Raj 21).[9]

2.5    Diakonia Sosial dalam PL

2.5.1           Diakonia Allah

Allah sebagai pembebas yang telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir merupakan peristiwa mendasar dalam sejarah orang yahudi di Perjanjian Lama. Peristiwa itu disebut pada perintah yang pertama dari sepuluh perintah Tuhan : “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir... jangan ada padamu Allah lain dihadapanku.” Pembebasan umat manusia merupakan pernyataan Allah. dalam perjanjian lalam ia mengajar makna hidup ini pada umatnya: Penderitaan, keadilan, perjuangan, kemenangan. Ia menuntut kesetiaan dari umatNya, mereka harus percaya pada-Nya. Ia akan menyert ai umat-Nya, Ia akan mengatakan apa yang harus mereka lakukan, Ia akan memimpin mereka dan mencukupi mereka. Allah adalah kudus karena Ia adalah adil dan Ia adalah sang pembebas. Umat Israel meninggalkan Mesir dan berjalan kearah yang belum mereka ketahui. Mereka tidak mengetahui apa yang akan dialami dimasa mendatang. Mereka hanya memiliki keyakinan dalam janji Allah bahwa ia akan menyediakan bagi mereka tanah yang berlimpah dengan susu dan madu, suatu kota suci Yerusalem inilah pengharapan bangsa.[10]

Allah Israel memperhatikan orang miskin di tengan umat-Nya yang tidak mempunyai kedudukan istimewa karena diri-Nya. Buka karena ia tergolong pada kelas masyarakat tertentu, bukan karena ia lebih saleh atau lebih baik tetapi karena ia tidak dapat menolong dirinya sendiri.Misikin mempunyai pengertian yang luas yang dapat diartikan miskin secara materil, jadi yang lemah, yang menderita, yang tidak mempunyai hak, yang cacat. Tetapi miskin dapat juga mengenai yang kaya raya, seorang raja umpamanya yang hidup dibawah penderitaan ketidakadilan atau fitnah. Di dalam pembebasan keluar dari perbudakan, Tuhan telah menyatakan dirinya sebagai penyelamat orang miskin. Menyatakan kemurahan hati dan melakukan keadilan terhadap yang miskin senantiasa berhubungan dengan memuliakan nama Allah dibumi dan melakukan kehendaknya. Kita tidak boleh lupa bahwa kemiskinan itu adalah pengertian relasional dan selalu berada dalam suatu konteks tertentu. Orang miskin di masyarakat Israel Kuno tidak sama dengan kedudukan orang miskin diwaktu yang lain. Dalam PL kelompok-kelompok masyarakat tertentu, yaitu para janda dan anak yaitm piatu banyak menderita karena penindasan, ketidak pastian hukum, yang tidak berhak dan sering menjadi mangsa empuk dari penagih utang dan yang mengambil keuntungan dengan cara tidak terpuji (bnd. 2 Raj 4 :1-7).[11]

Kasih sayang Allah yang membebaskan ini mempunyai tujuan supaya bangsa perbudakan yang sudah dibebaskan itu akan melayani Tuhan dalam kebebasan dan menjawab kasihNya dengan balasa kasih. Tindakan penyelamatan Tuhan Allah adalah menyeluruh; Ia mengampuni, membebaskan dan membarui. Hal ini terjadi ditengah-tengah kenyataan politik konkret, yakni kehidupan bangsa yang dijajah dan serentak juga adalah suatu peristiwa rohani. Firaun raja Mesir ditegur untuk membiarkan bangsa Allah pergi supaya mereka dapat melayani (Kel 5:1-2). Satu bagian penting dalam hubungan ini adalah Ul 26:5-9 yang disebut “Kredi Diakonal Israel (Karres). Pada waktu orang israel mengantarkan hasil panen pertamanya kepada Allah, pengakuan ini diucapkan dengan memuji dan mensyukuru Allah yang menyelamatkan tindakan Allah yang membebaskan bukanlah tujuan akhir. Tindakan Allah bermaksud membawa Israel kepada iaman dan ketaatan, kepada hidup baru di haapan Allah “Tinggallah bersama penyelamatmu” adalah kesimpulan dari sepuluh hukum.[12]

2.5.2           Diakonia para Nabi

Allah mengutus nabi-nabi Israel untuk memprotes praktik-praktik sisoal yang tidak benar.  Hal ini dapat kita lihat ketika Amos menentang lapisan masyarakt atas Samaria (Am 3:9-10; 4: 1-3), orang Kaya (5:11), penyalahgunaan kepercayaan oleh pedagang (8:4-8). Hosea melawan lingkunagn perdagangan yang menyenangkan diri dengan pemerasan dan penipuan (12:8-10). Yesaya mengamuk melawan penyalahgunaan yang ditemukannya di kalangan pejabat tinggi, orang-orang istana sekitar raja, hakim-hakim (1:10-17; 10:1-4), dan terutama tuan-tuan tanah yang kaya raya (5:8-11). Dan Mikha mengenai pengurusan masalah sosial yang salah, keadaan buruk bahwa yang lemah menjdi korban serta kritiknya terhadap pejabat-pejabat tinggi (2:1-3; 3:9-12). Dan Yeremia bahkan mengkritik raja-raja seperti Yoyakim dan Zedekia (22:13-19; 34:8-22), dan di dalam Yehezkiel 34 mengajukan gugatan mengharukan terhadap gembala-gembala Israel, raja-raja dan pejabat-pejabat pemerintah yang bertanggungjawab, yang lebih banyak memikirkan kekayaan sendiri daripada kesejahteraan rakyat.

Kritik yang disampaikan oleh para Nabi yang telah di utus Allah adalah karena kehidupan bangsa tidak lagi menaati perintah dari Allah. Dosa-dosa sosial yang konkret ditunjukan Hosea disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak lagi mengenal Tuhan Allah. dan juga kita lihat di dalam Amos 5 mereka tidak lagi mencari Tuhan. Nabi-nabi ini datang untuk menghimbau supaya ada hidup diakonal di hadapan Allah, tetapi kehidupan umat Allah bukanlah itu saja. Karena di dalam Mikha 6:8 dikatakan “"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”. Disini terdapatlah diakonia dan pengalaman, kasih terhadap sesama, dan kelaliman yang dipersatukan dalam satu kesatuan hidup di hadapan Allah.[13]

III.          Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa diakonia yang pertama sudah dilakukan oleh Allah yang menciptakan segala mahluk dan secara khusus kepada manusia untuk memelihara segala ciptaanNya. Allah juga membuktikan kasihNya kepada manusia dengan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Allah mengaharapkan agar melalui pembebasan yang sudah diterima oleh manusia dapat dilakukan untuk menjalin kasih dengan sesama terutam dengan Sang Pencipta.

IV.          Daftar Pustaka

Balasuriya, Tissa. Teologi Siarah, Jakarta : BPK-GM, 1997

Hetty Siregar, Indra Nababan, Gerakan Rakyat Merambat Karena Dihambat , Indonesia: U.R.M, 2002

Lassor, W.S. Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM, 2001

Noordegraaf, A. Orietasi Diakonia Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2014

Sugiharsono, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta: Kompas Gramedia, 2008



[1] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2014), 2,5

[2] Sugiharsono, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2008), 164

[3] Hetty Siregar, Indra Nababan, Gerakan Rakyat Merambat Karena Dihambat , (Indonesia: U.R.M, 2002), 147

[4] Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 31, 41-42

[5] W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 122

[6] Tissa Balasuriya, Teologi Siarah, (Jakarta : BPK-GM, 1997), 166

[7] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 25-26

[8] Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, 11

[9] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 38

[10] Tissa Balasuriya, Teologi Siarah, 173-174

[11] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 33-34

[12] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 30

[13] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 39-42


Diakonia Sosial Dalam Perjanjian Lama

Diakonia Sosial Dalam Perjanjian Lama

I.               Pendahuluan

Kata diakonia adalah sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita di dalam kehidupan gereja. Tetapi pada sajian kali ini kita akan membahas siapakah yang melakukan diakonia yang pertama di dalam Perjanjian Lama. Apakah yang dilakukan oleh tokoh pertama di dalam perjanjian Lama di dalam bentuk diakonia tersebut. Mari kita memahami sajian ini, saran dan kritik kami terima.

II.            Pembahasan

2.1    Pengertian Diakonia Sosial

Secara harafiah kata : Diakonia berarti memberi Pertolongan atau Pelayanan. Kata ini berasal dari baha Yunani “Diakonia (Pelayanan), Diakonei (Melayani), Diakonos (Pelayan) ”. Diakonia mencakup arti yang luas, yaitu semua pekerjaan yang dilakukan dalam pelayanan bagi Kristus di Jemaat untuk membangun dan memperluas Jemaat mereka yang di panggil sebagai pejabat dan oleh anggota jemaat biasa. Dalam Diakonia secara luas terdapat tempat untuk Diakonia dalam arti khusus, yaitu memberi bantuan kepada semua orang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan masyarakat.[1] Dan sosial adalah dimana orang-orang menjalin kontak dan berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi dalam pikirin dan  tindakan. Yang terpenting dalam interaksi sosial adalah timbal-balik.[2] Jadi diakonia sosial adalah suatu pelayanan yang dilakukan kepada semua orang dan menjalin hubungan yang saling mempengaruhi sehingga ada timbal-balik.

Diakonia dikategorikan ke dalam 3 bentuk yaitu diakonia karitatif, diakonia reformatif, dan diakonia transformatif.[3] Diakonia Karitatif adalah diakonia yang paling tua yang dipraktekkan gereja dan pekerja sosial. Diakonia ini sering diwujudkan dalam bentuk makanan dan pakaian untuk orang miskin, menghibur orang sakit, dan perbuatan amal kebajikan. Diakonia reformatif sering dikenal dengan diakonia pembangunan. Berbeda dengan diakonia karitatif yang digambarkan menolong orang yang sedang kelaparan dan memberikan sepotong ikan, diakonia reformtif ini digambarkan dengan menolong orang lapar dengan memberi dia pancing dan mengajar dia untuk memancing. Sedangkan diakonia transformatif ini digambarkan dengan mata terbuka. Yang artinya diakonia ini  adalah  pelayanan yang mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri. Jadi diakonia transformatif ini bertujuan terjadinya perubahan total dalam fungsi dan penampulan dalam kehidupan masyarakat.[4]

2.2    Latar belakang Diakonia dalam PL

Istilah diakonia sebenarnya, sudah terlihat sejak dari Perjanjian lama. Dalam Kitab Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).[5] Allah seperti yang dinyatakan dalam PL adalah pencipta dunia dan umat manusia. Allah mempercayakan dunia kepada keluarga manusia. Allah memelihara seluruh ciptaanNya dan melihat bahwa itu baik.[6] Allah juga membuktikan pemeliharaan penuh kasih kepada seluruh ciptaannya, terkhusus ditunjukkannya kepada manusia yang dalam ciptaannya ditempatkan oleh Dia sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar-Nya, sebagai anak dan pelayan –Nya (Kej.1:20-28). Dan manusia ditugaskan sebagai “Wakil raja” dibawah Tuhan Allah untuk melayaninya dalam mengurus bumi dan segala yang hidup di atasnya. Bumi adalah milik Tuhan Allah, wilayah kerajaan-Nya, milik-Nya yang tidak dapat diambil dari-Nya (Mazmur 24:1) Manusia telah menerima panggilannya untuk menjadikan bumi ini tempat kediaman yang baik dan ditempat kediaman itu membentuk kehidupan masyarakat yang baik, yang ditunjukkan untuk kemuliaan nama Tuhan Allah dan demi kebaikan manusia serta semua ciptaan-Nya.[7]

2.3      Tujuan Diakonia

Tujuan diakonia adalah untuk mewujudkan manusia dan dunia baru. Diakonia ini tidak dmaksudkan sekedar untuk menciptakan hubungan antara pemberi dan penerima. Diakonia harus dijalankan dalam rangkan Missi Dei , yaitu kehadiran pemerintahan allah di dunia.[8]

2.4      Kehidupan Sosial Bangsa Israel

Menetapnya suku-suku Israel di kanaan berarti terjadinya benturan antara kepercayaan kepada Tuhan dan agama serta kebudayaan kanaan. Sementara hukum Israel ditentukan oleh prinsip-prinsip perjanjian kesetiaan, solidaritas antar anggota bangsa, hidup kemasyarakatan orang kanaan berupa kebudayaan kota yang mempunyai ciri pertentangan antara yang kaya dan yang miskin sejak zaman Dau dan Salomo masyarakat semakin melihat berkembangnya militerisasi, penguasaan tanah, usaha besar-besaran yang disertai proses pemiskinan, dan perbedaan yang semakin besar antara yang kaya dan miskin. Makin lama makin tajamlah benturan-benturan yang terjadi antara hukum sosial yang diamanatkan Torah dan pengaturan masyarakat dibawah pengaruh kebudayaan kanaan. Juga kerajaan mengalami akibat-akibatnya. Sebenarnya raja di Israel dipanggil melaksanakan Torah Allah untuk menjadi berkat bagi yang lemah dan yang miskin. Tetapi yang terjadi raja-raja Israel meniru tingkah laku raja-raja di timur dan tidak melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Allah di dalam hukum-hukumnya. Pengabdian kepada Baal, dewa-dewa darah dan tanah, Eros dan kuasa berjalan bersama dengan perkembangan masyarakat yang di dalamnya korupsi, perluasan kekuasaan, pencemaran hukum semakin meluas. Jurang antara yang kaya dan yang miskin bertambah lebar (1 Raj 21).[9]

2.5    Diakonia Sosial dalam PL

2.5.1           Diakonia Allah

Allah sebagai pembebas yang telah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir merupakan peristiwa mendasar dalam sejarah orang yahudi di Perjanjian Lama. Peristiwa itu disebut pada perintah yang pertama dari sepuluh perintah Tuhan : “Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir... jangan ada padamu Allah lain dihadapanku.” Pembebasan umat manusia merupakan pernyataan Allah. dalam perjanjian lalam ia mengajar makna hidup ini pada umatnya: Penderitaan, keadilan, perjuangan, kemenangan. Ia menuntut kesetiaan dari umatNya, mereka harus percaya pada-Nya. Ia akan menyert ai umat-Nya, Ia akan mengatakan apa yang harus mereka lakukan, Ia akan memimpin mereka dan mencukupi mereka. Allah adalah kudus karena Ia adalah adil dan Ia adalah sang pembebas. Umat Israel meninggalkan Mesir dan berjalan kearah yang belum mereka ketahui. Mereka tidak mengetahui apa yang akan dialami dimasa mendatang. Mereka hanya memiliki keyakinan dalam janji Allah bahwa ia akan menyediakan bagi mereka tanah yang berlimpah dengan susu dan madu, suatu kota suci Yerusalem inilah pengharapan bangsa.[10]

Allah Israel memperhatikan orang miskin di tengan umat-Nya yang tidak mempunyai kedudukan istimewa karena diri-Nya. Buka karena ia tergolong pada kelas masyarakat tertentu, bukan karena ia lebih saleh atau lebih baik tetapi karena ia tidak dapat menolong dirinya sendiri.Misikin mempunyai pengertian yang luas yang dapat diartikan miskin secara materil, jadi yang lemah, yang menderita, yang tidak mempunyai hak, yang cacat. Tetapi miskin dapat juga mengenai yang kaya raya, seorang raja umpamanya yang hidup dibawah penderitaan ketidakadilan atau fitnah. Di dalam pembebasan keluar dari perbudakan, Tuhan telah menyatakan dirinya sebagai penyelamat orang miskin. Menyatakan kemurahan hati dan melakukan keadilan terhadap yang miskin senantiasa berhubungan dengan memuliakan nama Allah dibumi dan melakukan kehendaknya. Kita tidak boleh lupa bahwa kemiskinan itu adalah pengertian relasional dan selalu berada dalam suatu konteks tertentu. Orang miskin di masyarakat Israel Kuno tidak sama dengan kedudukan orang miskin diwaktu yang lain. Dalam PL kelompok-kelompok masyarakat tertentu, yaitu para janda dan anak yaitm piatu banyak menderita karena penindasan, ketidak pastian hukum, yang tidak berhak dan sering menjadi mangsa empuk dari penagih utang dan yang mengambil keuntungan dengan cara tidak terpuji (bnd. 2 Raj 4 :1-7).[11]

Kasih sayang Allah yang membebaskan ini mempunyai tujuan supaya bangsa perbudakan yang sudah dibebaskan itu akan melayani Tuhan dalam kebebasan dan menjawab kasihNya dengan balasa kasih. Tindakan penyelamatan Tuhan Allah adalah menyeluruh; Ia mengampuni, membebaskan dan membarui. Hal ini terjadi ditengah-tengah kenyataan politik konkret, yakni kehidupan bangsa yang dijajah dan serentak juga adalah suatu peristiwa rohani. Firaun raja Mesir ditegur untuk membiarkan bangsa Allah pergi supaya mereka dapat melayani (Kel 5:1-2). Satu bagian penting dalam hubungan ini adalah Ul 26:5-9 yang disebut “Kredi Diakonal Israel (Karres). Pada waktu orang israel mengantarkan hasil panen pertamanya kepada Allah, pengakuan ini diucapkan dengan memuji dan mensyukuru Allah yang menyelamatkan tindakan Allah yang membebaskan bukanlah tujuan akhir. Tindakan Allah bermaksud membawa Israel kepada iaman dan ketaatan, kepada hidup baru di haapan Allah “Tinggallah bersama penyelamatmu” adalah kesimpulan dari sepuluh hukum.[12]

2.5.2           Diakonia para Nabi

Allah mengutus nabi-nabi Israel untuk memprotes praktik-praktik sisoal yang tidak benar.  Hal ini dapat kita lihat ketika Amos menentang lapisan masyarakt atas Samaria (Am 3:9-10; 4: 1-3), orang Kaya (5:11), penyalahgunaan kepercayaan oleh pedagang (8:4-8). Hosea melawan lingkunagn perdagangan yang menyenangkan diri dengan pemerasan dan penipuan (12:8-10). Yesaya mengamuk melawan penyalahgunaan yang ditemukannya di kalangan pejabat tinggi, orang-orang istana sekitar raja, hakim-hakim (1:10-17; 10:1-4), dan terutama tuan-tuan tanah yang kaya raya (5:8-11). Dan Mikha mengenai pengurusan masalah sosial yang salah, keadaan buruk bahwa yang lemah menjdi korban serta kritiknya terhadap pejabat-pejabat tinggi (2:1-3; 3:9-12). Dan Yeremia bahkan mengkritik raja-raja seperti Yoyakim dan Zedekia (22:13-19; 34:8-22), dan di dalam Yehezkiel 34 mengajukan gugatan mengharukan terhadap gembala-gembala Israel, raja-raja dan pejabat-pejabat pemerintah yang bertanggungjawab, yang lebih banyak memikirkan kekayaan sendiri daripada kesejahteraan rakyat.

Kritik yang disampaikan oleh para Nabi yang telah di utus Allah adalah karena kehidupan bangsa tidak lagi menaati perintah dari Allah. Dosa-dosa sosial yang konkret ditunjukan Hosea disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak lagi mengenal Tuhan Allah. dan juga kita lihat di dalam Amos 5 mereka tidak lagi mencari Tuhan. Nabi-nabi ini datang untuk menghimbau supaya ada hidup diakonal di hadapan Allah, tetapi kehidupan umat Allah bukanlah itu saja. Karena di dalam Mikha 6:8 dikatakan “"Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”. Disini terdapatlah diakonia dan pengalaman, kasih terhadap sesama, dan kelaliman yang dipersatukan dalam satu kesatuan hidup di hadapan Allah.[13]

III.          Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa diakonia yang pertama sudah dilakukan oleh Allah yang menciptakan segala mahluk dan secara khusus kepada manusia untuk memelihara segala ciptaanNya. Allah juga membuktikan kasihNya kepada manusia dengan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Allah mengaharapkan agar melalui pembebasan yang sudah diterima oleh manusia dapat dilakukan untuk menjalin kasih dengan sesama terutam dengan Sang Pencipta.

IV.          Daftar Pustaka

Balasuriya, Tissa. Teologi Siarah, Jakarta : BPK-GM, 1997

Hetty Siregar, Indra Nababan, Gerakan Rakyat Merambat Karena Dihambat , Indonesia: U.R.M, 2002

Lassor, W.S. Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM, 2001

Noordegraaf, A. Orietasi Diakonia Gereja, Jakarta : BPK-GM, 2014

Sugiharsono, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta: Kompas Gramedia, 2008



[1] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, (Jakarta : BPK-GM, 2014), 2,5

[2] Sugiharsono, dkk, Ilmu Pengetahuan Sosial, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2008), 164

[3] Hetty Siregar, Indra Nababan, Gerakan Rakyat Merambat Karena Dihambat , (Indonesia: U.R.M, 2002), 147

[4] Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 31, 41-42

[5] W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 122

[6] Tissa Balasuriya, Teologi Siarah, (Jakarta : BPK-GM, 1997), 166

[7] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 25-26

[8] Josef P. Widyatmadja, Yesus & Wong Cilik, 11

[9] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 38

[10] Tissa Balasuriya, Teologi Siarah, 173-174

[11] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 33-34

[12] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 30

[13] A.Noordegraaf, Orietasi Diakonia Gereja, 39-42