Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Thursday 3 December 2015

Kritik Terhadap System Etika New Morality

Kritik   Terhadap System Etika New Morality
I.                   Pendahuluan
Old Morality merupakan standard yang diterima oleh umat Kristen sebagai kaidah bagi pikiran dan perbuatan kita dan sebagai norma yang berlaku bagi kehidupan kita sehari-hari. Jadi Old morality mencerminkan response dan sikap orang Kristen terhadap setiap aspek kehendak Allah. New morality merupakan reaksi keras terhadap Old Morality terutama di kalangan muda mudi. Mereka berpendapat bahwa norma-norma tersebut tidak mungkin dipertahankan lagi dalam abad ke-20 ini. Untuk lebih memahaminya saya akan memaparkan tentang Kritik terhadap New Morality semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian New Morality
Kata New Morality berasal dari kata New artinya Baru dan Morallity dalam  bahasa latin Mos (Moris), artinya kelakuan.[1] Menurut KBBI kata moral artinya baik buruk yang diterima umum mengenai perilaku, sikap serta kelakuan (ahklak).[2] Kata moral mengacu pada baik - buruknya manusia sebagai manusia sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia dan norma-norma moral adalah tolok-tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Maka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai.[3]
Jadi dapat disimpulkan New Morality adalah kelakuan atau perbuatan yang baru sehingga meninggalkan perbuatan atau ahklak atau aturan yang lama dalam lingkungan masyarakat.
2.2.Latarbelakang New Morality
New Morality dimulai di dunia Barat melalui beberapa buku karangan, Soundings oleh Vidler tahun 1962 dan tahun 1963 diterbitkan Honest to God oleh J.A. Robinson. Honest to God sungguh mengemparkan umat Kristen di Eropah karna memperkenalkan pikiran dan perkembangan baru dalam bidang Theologia. Dengan perkembangan tersebut timbullah masalah baru “permissive Society” dimana masyarakat menyambut dan menyetujui segala perubahan sikap tehadap mutu hukum kesusilaan yang lama. Masyarakat mengizinkan perbuatan, tingkah laku, pandangan , dan pikiran yang dahulu tidak diizinkan. Permissive Society membiarkan dan mengiakan praktek-praktek pergaulan yang dahulu merupakan pelanggaran terhadap kesusilaan. Permissive Society adalah masyarakat dan pandangan masyarakat di Eropah pada masa kini. Masyarakat umum berpendapat bahwa ajaran Tuhan Yesus dan kepercayaan Kristen tidak lagi sesuai dengan perkembangan ilmiah pada abad ke-20 ini. Maka mereka mengungkapkan keadaan pada masa kini sebagai “Post Christian Era” ( Zaman setelah Kekristenan). Sehingga muncul angket pendidikan agama di sekolah-sekolah “ Apakah pendidikan agama perlu dipertahankan atau dihapuskan ?” hasil angket ini mengejutkan dimana lebih dari 80 % ingin mempertahankan pendidikan agama di sekolah-sekolah tetapi walaupun banyak orang menyadari dekadensi moral namun sedikit sekali yang bersikap konsekwen, sedikit yang berpikir secara objektif. Mereka tidak menyadari bahwa Etika dan agama berjalan sejajar walaupun pendidikan agama dirasakan penting sebab mempengaruhi Etika.[4]
2.3.Tokoh New Morality
Sigmund Freud (1856-1939) lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg Moravia yang pada masa itu merupakan provinsi di bagian utara Kekaisaran Autro Hongaria dan sekarang adalah wilayah Republik Ceska. Freud seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi.[5]  Sigmund Freud yang dipelopori oleh Feurbach, Theologia pengenalan dan pengetahuan akan Allah diganti dengan psikologi (pengetahuan ilmu jiwa). Agama dianggap therapeutic belaka (pengobatan/penghiburan), menurut pandangan Freud, konsepsi Allah Bapa kita di sorga adalah proyeksi jiwa manusia yang mencari perlindungan, sebab manusia merasa kurang aman di tengah-tengah bahaya, ancaman dan ketegangan yang dialaminya di dunia ini. Freud berpendapat agama hanya Psicological chruth atau tongkat yang kita pegang karena merindukan dan mencari stabilitas.[6] Kesadaran moral seseorang berkembang dalam proses penyesuaian dorongan-dorongan instingtualnya pada realitas hidup bersama dalam masyarakat. Secara lebih terinci perkembangan kesadaran moral menurut Freud terjadi dalam proses interaksi kompleks dalam lingkungan keluarga. Di antara dorongan- dorongan spontan manusia (Id) yang paling berperan adalah Libido, nafsu yang ingin memiliki dan menikmati, dan agresi, nafsu yang ingin menghancurkan.[7] Menurut freud, manusia bukan ciptaan Allah atas gambar dan rupa-Nya, melainkan mahkluk yang semata-mata dikuasai oleh libido atau naluri sex, sehingga kebutuhan akan Allah hilang dengan sendirinya dan menolak ajaran Alkitab tengtang manusia sebagai ciptaan Tuhan dan menggantikannya dengan konsepsi baru, yakni bahwa manusia dikuasai oleh Libido.[8]

2.4.Faktor-faktor ilmiah yang sangat mempengaruhi persoalan New Morality
 Perkembangan pemikiran ilmiah dalam aspek humanisme, filsafat, teologia, sosiologi, darwin, dan psikologi yang berpengaruh dalam persoalan "new morality" yaitu :[9]
1.      Perkembangan Humanisme
Humanism mulai pada abad ke-18 dengan Comte dan Feuerbach, yang menyangkali eksistensi Oknum Allah. Humanisme menganggap Allah bukan sebagai oknum tersendiri yang menyatakan diri-Nya , melainkan sebagai prinsip tertinggi adalah kasih dalam diri manusia. Ciri- ciri khas daripada seorang Humanis yaitu kepercayaan penuh akan manusia. Manusia cukup cakap dan sanggup menyelesaikan segala persoalan yang dihadapinya, baik yang bersifat intelektual maupun moral. Seorang humanis memunyai keyakinan dan harapan akan menghasilkan Utopia dalam dunia ( Kemakmuran dalam bidang social politik dan ekonomi).
2.      Perkembangan Filsafat
Posisi humanisme bertambah kuat dan sangat mempengaruhi ilmu filsafat, yang dikembangkan oleh Paul Tillich seorang ahli filsafat Jerman, mengajarkan “ Extreme Immanentism”. Tillich mengemukakan pendapatnya bahwa Allah itu adalah being itself, dan being itself transcends Existence”. Eksitensi terbatas pada waktu dan ruang, sedangkan Being (berada) melampaui segala batas dan ruang. “Being itu tidaklah terbatas”. Allah itu lah dasar daripada Being (berada). Tillich menganggap agama hanya sebagai ekspresi atau kenyataan daripada kebudayaan nasional sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu filsafat berdasarkan humanisme.
3.      Perkembangan Theologia
Sesuai dengan pandanagn filsafat, Theologia modern menganggap Allah itu hanya Immanen atau sangat dekat dan  bukan lagi jauh ( Transcendent). Dalam Theologia pun Allah tidak lagi oknum Allah Bapa di Sorga, melainkan dasar kehidupan kita ( groud of our being). Allah menjadi impersonal. Para penganut New Morality menyambut pengajaran-pengajaran theologia modern bahwa “God Is Dead Movement “ (Allah sudah Mati) yang pertama kali diutarakan oleh Friedrich Nietzsche, seorang ahli filsafat Jerman pada tahun 1844-1900.  God is dead berarti Theologia lama tengtang Allah yang tertulis dalam kitab suci sudah mati, konsep Allah Bapa yang kita kenal dalam Tuhan Yesus mati seluruhnya.
4.      Pengaruh Sosiologi
John Dewey dari Amerika Serikat mengatakan bahwa Allah itu bukan suatu oknum di luar manusia, melainkan berada “In man’s highest social experiences” ( Allah terdapat ditengah-tengah kehidupan social manusia yang merupakan pengalaman manusia yang paling indah). Durkheim berpendapat bahwa agama dan Etika dalam masyarakat berasal dari “ The collective mind of society” ( Keyakinan dan kepercayaan masyarakat bersama). Allah dibayangkan sebagai kesejahteraan manusia. Maka yang menimbulkan kesejahteraan ialah masyarakat sendiri, masyarakatlah menciptakan security dan rasa aman.
5.      Pengaruh melalui Darwin
Menurut Darwin, keadaan semula merupakan kekacauan, bukan rencana dan order. Kekacauan berangsur-angsur berubah menjadi order melalui proses seleksi dan “ survival of the fittest” (hanya yang paling kuat mepertahankan eksistensi dan hidup). Darwin menyangkal penciptaan Allah dan memajukan teori evolusi.
6.      Pengaruh Psikologi
Freud menyangkal ke-Tuhanan dan agama serta oknum Allah, malah merasa bahwa keagamaan dari manusia merupakan gejala-gejala psikologi yang kurang sehat.  Sigmund Freud yang dipelopori oeh Feuerbach, Theologia (pengenalan dan pengetahuan akan Allah) diganti dengan psikologi ( pengetahuan ilmu jiwa).

2.5.Unsur- unsur New Morallity
1.      Situation
Dalam etika situasi, benar atau salah harus dipertimbangkan dalam setiap keadaan berdasarkan pertimbangan fisik, psikologis, dan materi; bukan "benar" atau "salah", melainkan
apakah tindakah itu bertanggung jawab atau tidak .[10] sehingga etika situasi mempunyai penekanan bahwa untuk menentukan suatu perbuatan itu benar atau tidak bukanlah berdasarkan pada hukum atau norma yang berlaku, melainkan tergantung pada situasi yang ada.[11] 

2.      Kasih
Kasih menjadi sebuah pengganti bagi hukum,  di dalam etika new morality lebih berfokus pada kasih Eros dimana kita mengetahui patokan norma kebenaran dari keempat kasih yaitu Philia, Eros, Storge dan Agave. Sehingga yang menjadi persoalan dalam new morality adalah kasih eros yang dialami kaum muda-mudi tentang asmara.[12]
2.6.Akibat New Morality
·         Timbulnya free Seks
Dalam perjanjian baru, percabulan atau perzinahan (dalam bahasa Yunani Porneia atau Moichos) adalah tindakan- tindakan seksual yang tidak bermoral. Istilah porneia (pornografi) mencakup hubungan seksual tidak sah di antara orang yang belum menikah dengan siapapun , disamping mereka yang sudah kawin dengan orang-orang lain daripada orang dengan siapa mereka bersetubuh dan istilah Moichos berarti perzinahan dalam hal hubungan seksual yang tidak sah antara orang yang sudah nikah dengan orang yang bukan suami atau istrinya.[13] Menurut new Morality, free sex senantiasa berdasarkan mutual agreement (persetujuan bersama yaitu kedua belah pihak), oleh karena itu tidak boleh dipersalahkan.
Ada dua efek sosial yang buruk akibat dari free sex yaitu :
v  Pertama, Pengaruh Watak.
 Dimana hati yang lembut berubah menjadi keras, acuh tak acuh, bahkan menjadi kasar dan sadis. Ia kurang menghargai dan menghormati sesamanya dan miliknya kurang dihargainya.
v  Kedua efek yang paling buruk yaitu yang menjadi dasar pernikahan adalah nafsu.
New morality menuntut kebebasan untuk free seks, asal kasih yang menentukan dan ketaatan mutlak akan hukum kesusilaan tidak akan menguntungkan tapi menyatakan ketidakdewasaan mental. Kalau nafsu sudah surut, maka kedua belah pihak merasa bosan dan bebas untuk mencari patner yang lain.[14] New Morality juga menganjurkan “ Trial Marriage” ((Nikah percobaan) sehingga menimbulkan adanya perceraian.[15]

2.7.Kritik Etika Kristen terhadap New Morality
Kritik Etika Kristen menolak New Morality karna menuntut kebebasan dalam pengalaman Kasih Eros sehingga New Morality menegakkan hanya satu hukum yaitu kasih Eros bukan Kasih Agape. Maka “saling menyerahkan diri” merangkap juga penyerahan fisik sebelum atau diluar pernikahan yang sah.  Kasih Eros berasal dari Allah, sama seperti agape dan Filia, dan merupakan Karunia yang dianugerahkan kepada manusia untuk memperkaya kehidupan kita. Namun, Eros disalahgunakan sehingga mendatangkan kesusahan dan penderitaan bukan kebahagiaan. Kasih tidak terbit dari seks ; seks tidak mendahului kasih. . Empat hal yang harus diketahui tentang kasih eros selaku orang beriman yaitu :
  1. Eros tidak akan selalu berakhir dengan pernikahan.
  2. Eros harus dikontrol dan diberi disiplin.
  3. Eros harus dipelajari dan diketahui secara matang dan mendalam.
  4. Eros harus tunduk kepada Allah.
Secara  kontekstual Iman Kristiani mengajarkan bahwa Eros merupakan titik pertemuan kasih dan Tuhan. Eros disini juga bisa diartikan Tubuh dan Jiwa. Maka untuk mengasihi Tuhan diperlukan keterlibatan Tubuh dan Jiwa juga.[16] Dalam Roma 12 : 28 “ Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan Kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”.
Penganut new morality tidak menyetujui hukum-hukum kesusilaan yang berdasarkan hukum Allah dan menggantikan kepercayaan kepada Allah dengan kepercayaan diri sendiri . Dalam kejadian 1:26 Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Manusia disebut mahluk yang bermoral dan ditempatkan oleh Allah dalam alam yang tunduk kepada hukum moral. Dalam Efesus pasal 4, Rasul Paulus menggariskan rupa Allah dengan sifat-sifat-Nya, yakni kebenaran dan kesucian. Pembaharuan itulah intisari daripada penebusan Yesus Kristus yaitu pembaharu watak dan sifat dalam kebenaran dan kesucian.
 Ada tiga unsur penting dalam moral manusia yakni:
1)      Mahkluk yang moral mengerti perbedaan antara benar dan salah, baik dan buruk .
2)      Mahkluk yang moral mampu melakukan yang benar dan dapat memilih yang benar
3)      Mahluk yang moral hanya memperoleh kebahagiaan yang sejati, kalau ia hidup dalam kebenaran dan kesucian.[17]
Dalam hukum Allah yang ke-7 “ Jangan berzinah” dan mengenai perkawinan Allah mengingatkan supaya setia (Mat.19:5-6), Paulus mengingatkan bahwa tubuh adalah bait Allah maka harus dijaga kekudusannya (1 Kor.6:12-20). Sehingga Free seks dilarang oleh Allah untuk menjamin dan memelihara personality, untuk menjaga kepribadian ataupun tingkah laku dan melarang free seks supaya prikemanusiaan tidak dihinakan. Gejala ini sangat berbahaya karena meniadakan kasih sebagai dasar pernikahan dan unsur terpenting kasih senantiasa dinyatakan dalam kesetiaan, tetapi free sex mengaburkan unsur kesetiaan itu.

III.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa New Morality suatu reaksi alam abad ke – 20 yang telah mengantikan kepercayaan kepada Allah dengan kepercayaan kepada diri sendiri serta kepercayaan kepada ilmu seperti ilmu Filsafat, Theologia, Sosiologi, Pengaruh Darwin, dan Psikologi. Penganut-penganut New Morality menyambut segala pikiran baru itu dan tidak mempertahankan standard dan norma yang diterima oleh umat Kristen sebagai kaidah bagi pikiran dan perbuatan dan sebagai norma yang berlaku bagi kehidupan sehari-hari ( Old Morality). Para penganut New Morality tidak menyetujui hukum-hukum kesusilaan yang berdasarkan hukum Allah. Mereka beranggapan bahwa hukum-hukum tersebut tidak menguntungkan manusia, melainkan merugikan.
IV.             Daftar Isi
KBBI Jakarta: Balai Pustaka,2005
Frans Magnis - Suseno,Etika Dasar masalah-masalah pokok Filsafat Moral ,Yogyakarta:Kanisius,1987
Marx ,Dorothy I., New Morality,Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1994
Suseno-, Frans Magnis., 12 Tokoh Etika Abad ke-20, Yogyakarta:Kanisius,2000
Verkuyl , J., Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta:BPK-GM,2009
White,Jerry ., Kejujuran Moral & Hati Nurani Jakarta : BPK-GM,1999


[1] Dorothy I. Marx, New Morality,(Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1994),9
[2]KBBI (Jakarta: Balai Pustaka,2005),754
[3] Frans Magnis- Suseno,Etika Dasar masalah-masalah pokok Filsafat Moral ,(Yogyakarta:Kanisius,1987),19
[4] Dorothy I. Marx, New Morality,1
[5] Frans Magnis-Suseno, 12 Tokoh Etika Abad ke-20,( Yogyakarta:Kanisius,2000),151
[6] Dorothy I. Marx, New Morality,(Bandung:Yayasan Kalam Hidup,1994),26
[7] Frans Magnis-Suseno, 151
[8] Dorothy I. Marx,26
[9] Dorothy I. Marx,19-27
[10] Dorothy I. Marx, New Morality,48
[11] Frans Magnis-Suseno,12 Tokoh Etika Abad ke-20,104
[12] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta:BPK-GM,2009),253
[13] Jerry White, Kejujuran Moral & Hati Nurani ( Jakarta : BPK-GM,1999),164
[14] Dorothy I. Marx, New Morality,78
[15] Ibid, 81
[16] Ibid, 60-62
[17] Dorothy I. Marx, New Morality,34

Media Dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Untuk Anak



Media Dan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Untuk Anak 
I.                   Pendahuluan
Pendidikan sudah menjadi bagian dari hidup dan panggilan sejak awal, didalam melaksanakan pendidikan ini diperlukan metode serta media sebagai alat bantu seorang guru untuk mempermudah proses belajar mengajar tersebut. Sehingga pada sajian kali ini kami akan memaparkan tentang media-media dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen terkhusus untuk anak. Semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Anak
2.1.1        Pengertian Anak secara Etimologi
         Dalam bahasa Yunani merupakan suatu terjemahan yang aneh dari kata bahasa Aram : bar nasha, dan dalam bahasa Ibrani ben aram. Anak merupakan gambar dan rupa Allah.[1]
2.1.2        Pengertian Anak Secara Umum
Secara umum anak merupakan suatu sosok yang menarik karena anak itu lucu dan polos. Disamping itu juga dapat dikatakan bahwa anak itu perlu bimbingan karena belum mengerti banyak hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  anak adalah keturunan yang kedua. Anak bisa juga dikatakan sebagai manusia yang masih kecil (kecil disini bukan diukur dari bentuk badannya melainkan usianya).[2]
2.2. Pengertian Pembelajaran
2.2.1        Pengertian Pembelajaran
Kata pembelajaran tentunya sudah sangat familiar dan sering kita dengar. Tetapi dalam bagaian ini kembali kita mengingat apa sebenarnya pembelajaran tersebut.
a.      Pembelajaran adalah suatu sistem belajar yang terencana dan sistematis dengan  maksud agar proses belajar seseorang dapat berlangsung sehingga terjadi perubahan yakni menikkatnya potensi diri.[3] Dari hal ini tentunya kita telah melihat bahwa pembelajaran tersebut adalah suatu hal yang ada dalam susuna kegiatan mengajar dalam memberikan suatu hasil atau mempunyai tujuan yang berisikan perubahan dalam diri seseorang nara didik.
b.      Kemudian pembelajaran juga merupakan atau dapat dikatakan merupakan bahan yang diajarkan kepada siswa dengan memliki tujuan yang hendak dicapai dan perencanaan terubut dapat mempngaruhi pola pikir, para nara didik.[4] Sehingga dapat kita lihat bahwa pusat yang menjadi perhatian dalam pembelajaran adalah nara didik.
Dalam hal ini juga kita perlu mengetahui penjelasan lain dari pembelajaran itu.  Dimana pembelajaran itu merupakan suatu sistem. Seperti dikatakan diatas tadi. Maksutnya sistem yang disebutkan disini ialah menjurus kepada pelaksanaannnya. Kemudian juga dalam pembelajaran dapat kita ketahui bahwa bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan suatu bahan yang hendak diajarkan kepada siswa yang dimana semuanya itu mempengaruhi pola pikir dari siswa tersebut. Kemudian lagi tentang pembelajaran ini bahwa ini merupakan suatu program dalam kegiatan belajar mengajar yang mengandung sistem dan komponen. Sehingga dari keseluruhan itu dapat kita kemukakan bahwa pengajaran merupakan suatu bagaian yang memiliki prinsip-prinsip dasar dan merupakan sistem yang terencana dan sistematis, yang didalamnya terdapat program yang bertujuan membina dan memberdayakan, serta merupakan bahan ajar yang menjadi dasar proses belajar-mengajar.
Sehingga Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metide dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.

2.3. Pengertian Media
Kata media berasal dari kata latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, atau pun pristiwa yang memungkinkan anak didik memproleh pengetahuan dan keterampilan. Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabsrtakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Jadi dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan  sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan.
2.4. Fungsi Media Pembelajaran Untuk Anak
Media pengajaran adalah suatu alat bantu dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi. Nana Sudjana (1991) merumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:
1.      Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif
2.      Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media pengajaran merupakan salah satu unsure yang harus dikembangkan guru
3.      Media pengajaran dalam pengajaran, penggunaan integral dengan tujuan isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan media harus melihat kepada tujuan dan bahan pembelajaran
4.      Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapai proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa
5.      Penggunaan media dalam pengajaran lebih diutamakan  untuk mempercepat proses  belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap penegrtian yang diberikan guru
6.      Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.[5]
Menurut Donal P.reiger ada empat fungsi media dalam kegiatan pembelajaran:
a.       Membangkitkan minat peserta didik
b.      Mempercepat proses pembelajaran
c.       Mencegah terjadinya kesalahpahaman
d.      Meningkatkan daya ingat

eroy Ford mengemukakan bahwa media atau alat peraga itu memiliki  banyak manfaat didalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a.       Menarik perhatian peserta didik
b.      Memusatkan perhatian peserta didik
c.       Mengehemat waktu pembelajaran sehingga dapat diberlangsungkan lebih cepat
d.      Membangkitkan perhatian peserta didik secara mendalam
e.       Meningkatkan pemusatan perhatian peserta didik
f.       Mendorong peserta didik untuk mengambil bagian dalam kegiatan belajar.[6]
Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu, sebagai melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan meda mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar mengajar anak didik dengan bantuan media akan mengahasilkan proses dan hasil belajar yag lebih baik dari pada tanapa bantuan media.[7]

2.5. Media Pembelajaran Untuk Anak
Adapun media untuk pengajaran dilihat dari jenisnya yaitu :
a.      Media pandang (Visual aids).[8]
Media pandang dapat berupa benda-benda alamiah, orang dan kejadian, tiruan dan benda-benda alamiah, orang dan kejadian (Effendi, 1984). Benda-benda alamiah yang dapat dihadirkan dengan mudah atau dapat ditunjuk langsung merupakan media pandang yang cukup efektif untuk digunakan, misalnya benda-benda disekitar gereja dan berhubungan dengan tema/topic yang disampaikan. Jika benda alamiah tidak mungkin dihadirkan maka dapat diganti dengan tiruannya yang sekarang ini cukup mudah didapatkan, misalnya buah-buahan dari plastik, mobil-mobilan, perkakas rumah tangga, dan sebagain kartu dengannya. Jika tiruan benda alamiah itu pun tidak ada maka dapat diganti dengan gambar, baik gambar sederhana maupun gambar hasil peralatan mutakhir. Media pandang lainnya adalah kartu dengan segala bentuknya, papan flanel, papan magnet, papan saku, dan lain sebagainya.
b.      Media dengar (Audio aids)
Media dengar yang digunakan untuk pengajaran antara lain radio, tape recorder, dll. Tape recorder untuk media dengar merupakan pilihan yang cukup tepat untuk pengajaran. Hal ini karena dengan alat ini dapat diputar kaset-kaset rekaman sesuai yang diinginkan guru. Namun, kendala drai pemakaian tape recorder adalah minimnya kaset-kaset rekaman siap pakai yang dirancang khusus untuk topic tertentu.
c.       Media dengar-pandang (Audio-visual aids)
Media pengajaran bahasa yang paling lengkap adalah media dengar pandang. Karena dengan media ini terjadi proses saling membantu antara indra dengar dan indra pandang. Secara umum sering digunakan televise, VCD, atau pemutar slide. Dalam konteks pengajaran/penyampaian Firman Tuhan kepada anak dapat digunakan media yang lebih sederhana seperti panggung boneka, wayang atau dalam bentuk drama.[9]
2.6. Kriteria Pemelihan Media
Media pembelajaran yang beraneka ragam jenisnya tentunya tidak akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan pembelajaran, namun hanya beberapa saja. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan tersebut. Agar pemilihan media pembelajaran tersebut tepat, maka perlu dipertimbangkan factor atau kriteria-kriteria dan langkah-langkah pemilihan media. Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media pembelajaran menurut Nana Sudjana, yakni:
1.      Ketepatan media dengan tujuan pengajaran
2.      Dukungan terhadap isi bahan pelajaran
3.      Kemudahan memperoleh media
4.      Keterampilan guru dalam menggunakannya.
5.      Tersedia waktu untuk menggunakannya.
6.      Sesuai dengan taraf berpikir anak.[10]
2.7. Langkah-Langkah Pemilihan Media
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pemilihan media pembelajaran. Pendapat Gagne dan Briggs yang dikutip oleh Mohammad Ali menyarankan langkah-langkah dalam memilih media pengajaran yaitu:
1.      Merumuskan tujuan pembelajaran.
2.      Mengklasifikasikan tujuan berdasarkan domein atau tipe belajar.
3.      Memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung.
4.      Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa.
5.      Mendaftar media yang dapat digunakan pada setiap peristiwa dalam pengajaran.
6.      Mempertimbangkan (berdasarkan nilai kegunaan) media yang dipakai.
7.      Menentukan media yang terpilih akan digunakan.
8.      Menulis rasional (penalaran) memilih media tersebut.
9.      Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap peristiwa, dan
10.  Menuliskan scrip pembicaraan dalam penggunaan media.[11]  
Selaran dengan hal diatas, Anderson menyarankan langkah-langkah yang perlu ditempu dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu:
1.      Langkah 1: penerangan atau pembelajaran
Langkah pertama menentukan apakah penggunaan media untuk keperluan informasi atau pembelajaran. Media untuk keperluan informasi, penerima informasi tidak ada kewajiban untuk dievaluasi kemampuan/keterampilannya dalam menerima informasi, sedangkan media untuk keperluan pembelajaran penerima pembelajaran harus menunjukkan kemampuannya sebagai bukti bahwa mereka telah belajar.
2.      Langkah 2: Tentukan Transmisi Pesan
Dalam kegiatan ini kita sebenarnya dapat menentukan pilihan, apakah dalam proses pembelajaran akan digunakan ‘alat bantu pengajaran’ atau ‘media pembelajaran’. Alat bantu pengajaran alat yang didesain, dikembangkan, dan diproduksi untuk memperjelas tenaga pendidik dalam mengajar. Sedangkan media pembelajaran adalah media yang memungkinkan terjadinya interaksi antara produk pengembang media dan peserta didik/anak. Atau dengan kata lain peran guru sebagai penyampai materi pembelajaran/Firman Tuhan digantikan oleh media.
3.      Langkah 3: Tentukan Karakteristik Materi yang akan disampaikan
Asumsi kita bahwa kita telah menyusun desain pembelajaran, dimna kita telah melakukan analisis tenteng mengajar, merumuskan tujuan pembelajaran telah memilih materi dan metode. Selanjutnya perlu di analisis apakah tujuan  pembelajaran yang telah ditentukan itu termasuk dalam ranah kognitif, apektif atau psikomotor. Masing-masing rana tujuan tersebut memerlukan media yang berbeda. 
4.      Langkah 4: Klasifikasi Media
Media dapat diklasifikasikan sesuai dengan cirri khusus masing-masing media. bedasarkan persepsi manusia normal media dapat di klasifikasikan menjadi media audio, media video, dan audio visual. Bedasarkan ciri dan bentuknya media dapat di kelompokkan menjadi media proyeksi (diam dan gerak) dan media non-proyeksi (dua dimensi dan tiga dimensi). Sedangkan jika di klasifikasikan bedasarkan keberadaannya, media dikelompokkan menadi dua yaitu media yang berada di dalam runag kelas dan media-media yang berada diluar ruang kelas. Masing-masing media tersebuat memiliki kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan dengan media yang lainnya.
5.      Langkah 5: Analisis karakteristik masing-masing media.
Media pembelajaran yang banyak macamnya perlu di analisis kelebihan dan kekurangnya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan. Pertimbangan pula dari aspek ekonomi dan ketersediannya. Dari berbagai alternative kemudian di pilih media yang yang paling tepat.
2.8. Metode yg efektif untuk pengajaran anak
Guru boleh memilih dari tujuh metode  yaitu:
1.       seni
Anak” menikmati aktifitas seni dan belajar mengekspresikan diri melalui cara itu. Apa yang mereka ciptakan menggambrkan hal” dalm Alkitab untuk diri mereka sendiri dan anak” yang lain di dalam kelas. Metode secara seni ini digunakan untuk anak” yg sulit untuk mengekspeesikan secara verbal. Ada beberapa aktivitas kesenian yang mudah digunakan anak” yaitu:
a.       Kartun
b.      Lukisan dinding
c.       pameran
d.      grafik atau gambar-gambar
e.       Peta
f.       Mobiles
g.      Poster
h.      Membuat slide
i.        Garis waktu
2. drama
Drama yg kreatif mengakak anak” untuk menciptakan ulang konsep Dan kenyataan juga perasaan akan pengalaman yang mereka rasakan dalam drama. Aktifitas drama yang dapat dilakukan antara lain:
a.       Grup percakapan
b.      wawancara dramatikal
c.       monolog
d.      cerita pantomim
e.       wayang
f.       memainkan peran
g.      membicarakan desas-desus
3. Komunikasi Tulisan
Aktivitas menulis dapat dilakukan kepada banyak anak, mereka dapat melakukan laporan dari tape recording perasaan refleksi dan mengekspresikan ide dan perasaan. Adapun yang dilakukan antara lain:
a.       menulis diary
b.      menulis surat
c.       menulis surat kabar
d.      puisi
e.       menulis cerita
f.       permainan kata-kata
g.      puzzle kata-kata
h.      slogan
4. Komunikasi Lisan
Komunikasi ini selalu melingkupi antara lain, bentuk lisan, guru – siswa, siswa – guru, siswa – siswa. Pelajaran Alkitab akan bergantung kepada komunikasi lisan yang dapat dilakukan antara lain:
a.       penggungkapan pendapat
b.      diskusi
c.       filim dan scenario filim
d.      kuis bebas
e.       ceramah
f.       tim mendengar
g.      diskusi beregu
h.      Tanya jawab
5.  permainan
Anak-anak mencari dunia mereka melalui permainan. Permainan adalah cara yang efektif untuk menghadirkan dan memutar ulang informasi serta mengajarkan ayat-ayat Alkitab. Adapun yang dilakukan adalah:
a.       permainan ayat Alkitab
b.      menghubungkan kata-kata
c.       mencocokkan gambar sesuai dengan gambaran
d.      mencocokkan kata-kata
e.       permainan pengulangan
f.       penambahan kata
g.      pertunjukan TV
h.      bola kasti
i.        bola basket
j.        bola kaki
k.      perlombaan lacak Alkitab
l.        mengisi yang kosong
m.    mencocokkan

6.      music
Anak-anak menikmati dan merespon terhadap musik, musik digunakan untuk memuji Tuhan, tetapi aktifitas musik juga berguna untuk mengajar dan mengulang kenyataan atau konsep dan sebagai respon untuk mengekspresikan materi-materi Alkitab adapun yang dilakukan adalah:
a.       Memilih lagu untuk mengilustrasikan konsep
b.      Menciptakan lagu ciptaan sendiri
c.       Lagu ilustrasi
d.      Mendengarkan musik.
e.       Membuat teka-teki dari lagu

7.      Pencarian
Metode mencari dan melaporkan sangat bekerja dengan baik untuk anak-anak khusunya jika tipe karya mencari itu berkreasi. Pencarian yang dapat dilakukan antara lain:
1.      Latihan objek
2.      Mengisi bagian yang kosong
3.      Tuntunan belajar
4.      wawancara
5.      Melaporkan.[12]
III.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa media merupakan merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, atau pun pristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.  Dalam proses belajar mengajar  ada tiga macam bentuk media yaitu; media audio, media visual, media audiovisual. kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media.
IV.             Daftar Pustaka
…….., KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Ali, Mohamad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1984
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta:BPK-GM,2011
Daniel, Eleanor dkk,  Introduction to Christian Education, USA: The Standart Publishing, 1980
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain, Strategi belajar mengajar, 152
Hombrighausen, E.G., Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1985
Hutabarat, Odikta R., Model-Model Pembelajaran Aktif,  Bandung: Bina Media Informasi, 2005
Kadarmanto, Ruth S., Tuntunlah ke Jalan yang Benar, Jakarta: BPK-GM, 2010
Sidjabat, S., Mengajar secara Profesional, Jakarta:IKAPI,1993
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Bandung: Sinar Baru, 1991



[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta:BPK-GM,2011), 22
[2] …….., KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 35
[3] Odikta R. Hutabarat, Model-Model Pembelajaran Aktif,  (Bandung: Bina Media Informasi, 2005), 27
[4] E.G. Hombrighausen, Pendidikan Agama Kristen, ( Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1985), 158
[5] Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi belajar mengajar, 152
[6] S.Sidjabat, Mengajar secara Profesional, (Jakarta:IKAPI,1993), 298
[7] Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi belajar mengajar, 138
[8] Ruth S. Kadarmanto, Tuntunlah ke Jalan yang Benar, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 120
[9] Ruth S. Kadarmanto, Tuntunlah ke Jalan Yang Benar, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 120
[10] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru, 1991), 4-5
[11] Mohamad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1984), 73
[12] Eleanor Daniel, dkk,  Introduction to Christian Education, (USA: The Standart Publishing, 1980), 118-121