Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Sunday 8 March 2015

GEREJA DI TIMUR DALAM KONTEKS NEGARA ISLAM



GEREJA DI TIMUR DALAM KONTEKS NEGARA ISLAM
I.                   PENDAHULUAN
            Hubungan agama Kristen di wilayah Timur dengan Negara Islam, akan berjumpa pada konteks Negara Islam dimana kami para penyaji akan membahas tentang kehidupan gereja dalam konteks gereja Timur dan konteks  Negara Islam, organisasi dan tantangan-tantangan yang dihadapi Gereja dalam wilayah Islam. Kiranya sajian kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi kita semua.
II.                PEMBAHASAN
2.1.   Latar belakang Gereja di Timur
Gereja ini mempertahankan peraturan dan susunan Gereja lama, yaitu segala uskup sama tinggi derajatnya. Hanya gereja seantero saja dapat memutuskan kebenaran dalam sinodenya. Kaidah untuk kebenaran itu ialah Alkitab dan tradisi,teristimewa keputusan dari ketujuh konsili besar (Oikumenis), yang penghabisannya diadakan di Nicea pada tahun 325.[1]
Sejak abad kedua memulai timbul pertikaian-pertikaian tentang diri Kristus, yaitu: hubungan-Nya dengan Allah Bapa (Soal Trinitas) dan hubungn tabiat Ilahi dan manusiawi di dalam diri Kristus (soal Kristologi). Soal Trinitas diputuskan pada konsili-konsili Nicea (325) dan Konstantinopel (381).  Pada konsili Chalcedon, pendapat Cyrillus maupun Nestorius ditolak. Keduanya telah meninggal dunia, tetapi penganut-penganut mereka tidak menerima keputusan ini. Keputusan konsili Chalcedon menyebabkan munculnya gereja Nestorius dan gereja Monofisit.[2] Lalu negara mulai menindak mereka. Orang-orang Nistorian melarikan diri ke Persia dan disana mereka mendirikan satu Gereja tersendiri yaang kemudian hari tersebar di seluruh Asia. Tetapi kaum Monofisit mendapat dukunganm luas di kalangan rakyat Syria dan Mesir asli membenci kebudayaan Yunani dan pemerintah Yunani di Konstantinopel, dari itu mereka cenderung juga untuk menentang gereja resmi yang begitu erat hubungannya dengan Negara itu. Di Syria, kaum Monofisit disebut orang-orang ‘’Yakobit’’,Di mesir orang-orang itu disebut ‘’Koptik’’. Kedua golongan ini ditindas oleh pemerintah tetapi mereka tetap menolak keputusan Chalcedon. Satu-satunya hasil tindakan-tindakan pemerintah itu ialah bahwa mereka semakin membenci Kaisar dan akhirnya memandang orang-orang Islam sebagai pembebas.[3]
Di Timur, dimana kekeisaran Romawi tidak hilang, peranan gereja lebih terbatas pada bidang rohani saja. Ibu kota kekaisaran, Konstantinopel, adalah pusat gereja Timur, tetapi Uskup Konstantinopel (yang disebut patriarkh) tidak memeinkan peranan yang menentukan segala sesuatu di gereja, seperti dimainkan oleh paus. Kuasanya dikembalikan pada suatu pihak oleh kaisar kekeisaran romawi timur, pada pihak lain oleh uskup di kota-kota penting lainya, terutama Alexandria dan Anthiokia. Gereja Timur dinamakan gereja Ortodoks. Kata Ortodoks (= benar) menunjuk kepada dua hal yang sangat ditekankan oleh gereja ini, yaitu kepada ajaran Ortodoks dan juga kepada liturgi Ortodoks. Kehidupan gereja terpusat pada kebaktian, dimana para anggota gereja melalui perayaan liturgi (terutama sakramen Perjamuan Kudus) mendapat bagian dalam keselamatan abadi. Kehidupan masyarakat, termasuk gereja, sangat ditentukan oleh ancaman Islam yang selalu terasah.[4]
2.2. Muhammad dan Lahirnya Agama Islam
Sesudah tahun 600 timbulah agama Islam di Arabia. Lalu dalam waktu kurang dari satu abad orang-orang Arab merebut Asia Barat dan Afrika Utara. Yang terbanyak diantara penduduk wilayah itu adalah orang-orang Kristen.
Segera sesudah Muhammad wafat, sejak tahun 632, orang-orang Arab keluar menyerang kedua Negara yang berbatasan dengan Arabia, yaitu kerajaan Persia dan kerajaan Romawi Timur. Dalam waktu beberapa tahun saja, Persia mereka rebut seluruhnya dan kekeisaran Romawi kehilangan propinsi-propinsinya di Timur dan selatan : Siria, Palestina dan Mesir serta seluruh Afrika Utara.[5]
Muhammad, pencetus lahirnya agama Islam, lahir di Mekkah 570 M, dari keturunan suatu suku Arab yang penting, namun dalam lingkungan keluarga miskin, karena ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada masa mudanya membuat Muhammad sangat memperhatinkan kehidupan janda-janda dan anak yatim. Ia menikah dengan Khadijah, seorang janda kaya, pemilik suatu kafilah yang dikelola Muhammad. Saat yang menentukan dalam hidup Muhammad adalah “hijra” atau migrasi ke Medina (Yathrib) pada tahun 622. Di Medina ia mendirikan masyarakat baru yaitu umat Islam. Dengan memadukan jalan peperangan dan diplomasi Muhammad menguasai jazirah Arab. Ketika ia kembali ke Mekkah, pada tahun 630, ia diakui sebagai pemimpin rohani dan peminpin politik oleh seluruh bangsa Arab.[6]
2.3.        Konteks Gereja Timur dalam Negara Islam
2.3.1        Konteks Ekonomi
Dari segi Ekonomi, orang Kristen pun mendapat yang berat selain beban pajak (jizyah) yang dibebankan pada orang Kristen dalam secara ekonomi. Seperti rumahnya tidak boleh tinggi dari rumah orang Islam, harus memakai pakean khusus dan lain sebagainya yang tentunya membatasi ekonomi orang Kristen.[7] Seorang Kristen diperbolehkan mengadakan hubungan dagang dengan seorang muslim, tetapi tidak diperkenankan menjual anggur kepada nya atau mengambil riba kepadanya. Ia tidak diperkenankan pula meminum anggur atau memakan daging babi di depan umum.[8]
2.3.2        Konteks Politik
Segi politik orang berpikir bahwa Chalcedon dan juga Nicea, berhubungan dekat dengan Konstantinopel, Islam beranggapan bahwa itu akan menjadi pusat pemerintahan kekaisaran maka pertikaian telah berperan dalam setiap keputusan.[9]
2.3.3        Konteks Budaya
Dari segi kebudayaan penduduk Kristen berada pada taraf yang lebih tinggi dari pada para pedagang-pendatang yang dari Arab. Maka pada saat itu agama Islam belum menarik bagi penduduk Kristen dan yang terutama Orang-orang Nestorian akan menterjemahkan literatur ilmu pengetahuan dari bahasa Yunani dalam bahasa Arab. Oleh sebab itu orang-oranng Islam berusaha untuk mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan mereka dengan cara cemerlang.[10]
2.3.4        Konteks Sosial
Seorang Kristen tidak diperkenankan menghina Nabi Muhhamad atau Al-Qur’an atau memperlihatkan sikap kurang hormat terhadap orang miskin. Serta orang-orang kristen juga tidak diperkenankan menangisi orang-orang yang sudah meninggal dengan suara yang nyaring.[11]
2.4    Perjumpaan Gereja dengan Islam
2.4.1        Kekristenan dalam Konteks Islam
            Tindakan orang Arab terhadap Kekeristenan pada masa pertama adalah orang Arab tidak menerima berdirinya Kekeristenan (Keyahudian) sebagai kekuasaan politik yang berdaulat. Tujuan ahir mereka ialah merebut seluruh wilayah Kristen dan menaklukkanya pada Islam. Tetapi setelah orang Kristen mengakui kekuasaan tertinggi Islam dan membayar  yizya sebagai tanda pengakuan itu maka mereka diperlakukan dengan baik.[12] walaupun mereka tidak mempunyai kebebasan penuh dalam hal beragama. Lama-kelamaan jumlah anggota Gereja menjadi merosot. Kedudukan gereja dalam khalifah itu dapat dikatakan agak baik, terutama pada abad ke-7. Oleh orang-orang Arab diberikan kebebasan beragama kepada semua gereja. Dari golongan apapun . Hanya ada syarat , bahwa mereka tidak boleh berusaha membujuk orang muslim masuk Kristen. Ada kewajiban untuk membayar  jizya, pajak perseorangan, sebagai imbalan bagi pelindungan militer yang mereka nikmati.[13] Akan tetapi menjelang ahir abad ke- 7, kehidupan orang-oranng kristen semakin memperhatinkan. Dan hal ini tidak terlepas dari kepemimpinan para khalifah yang memerintah pada saat itu. Adapun para khalifah yang memimpin pada saat itu ialah:
a.      Khalifah Umar (634-644)
            Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, diberlakukan beberapa kebijakan bagi orang-orang kristen. Dimana orang kristen diwajibkan untuk membayar pajak yizyai, kecuali oarng yang sudah tua dan lemah, atau kena penyakit, atau telah kaya lau jatuh miskin.[14] Selain itu juga ada larangan bagi Orang Kristen untuk memakai seragam militer. Tahun 636 M, setelah kota Damasyik direbut, ditambahkan lagi kebijakan bagi oarang Kristen, yakni berupa larangan untuk mendirikan gedung-gedung gereja yang baru, tidak boleh membunyikan lonceng pada saat sholat dan tidak boleh menampakkan salib di depan umum.[15]
b.      Khalifah Abd Al-Malik (685-705)
      Pada masa pemerintahan khalifah Abd-Almalik ini mulai mengambil kebijaksanaan yang lebih terarah pada pengislaman. Ia menganti bahasa Yunani dan bahasa Persia menjadi bahasa Irak, padahal pada waktu itu rakyat disitu menggunakan bahasa Aram. Hal ini membuat pergantian pegawai Syria dan persia menjadi pegawai yang berkebangsaan Arab. Selain itu uang logam Byzatium dan persia diganti dengan Arab yang baru yaitu Dirham dan Dinar.
c.       Khlifah Walid I (705-715)
      Pada masa pemerintahan Khalifah Walid I, ia melakukan pembongkaran terhadap gereja –gereja Kristen. Pada tempat Basilika Yohanes yang besar di Dansyik didirikan Mesjid Umayah.[16] Pada masa itu juga rahib yang sebelumnya dibebaskan dari pembayaran pajak di Mesir kini dipaksa membayar.
d.      Khalifah Umar II (717-720)
     Orang-orang Kristen diberi kewajiban yang baru, pada masa pemerintahan khalifah ini mereka harus memakai pakean tertentu supaya mudah dikenali, tidak boleh membunyikan lonceng gereja, dan tidak boleh memenggul salib di depan umum. Dan apabila oarang kristen menikah dengan orang islam, maka Kristen harus menjadi islam.[17]
e.      Khalifah Al- Mahdi (775-785)
      Pada pemerintahaan khalifah Al-mahdi orang-orang Kristen mendapat tekanan moral. Hal ini dilakukan untuk menarik orang kristen untuk menganut negara islam.
f.        Khalifah Al-Rashid (846-809)
      Pada masa Khalifah ini sikap oarang Arab semakin. Khalifah harun Al-Rashid memerintah orang Kristen untuk memerintah orang Kristen untuk menerima sebagian kebiasaan yang dilakukan oleh Islam. Pada masa pemerintahan ini orang Kristen sangat merdeka.[18]
g.      Khalifah Al- Mutawakhir (847-861)
      Pada saat itu dilakukan pengejaran terhadap kaum Syiah, banyak orang Kristen menyangkal Yesus hanya karena terdorong oleh harta yang sangat mereka cintai atau kemiskinan yang melanda hidupnya.[19] Dengan demikian berangsur-angsur merosotlah kedudukan oang-orang Kristen dibawah kekuasaan Muslim. Sekitar tahun 800 M tercapailah keadaan yang masih berlaku juga pada abad-abad berikutnya. Hubungan antara umat Kristen terungkap dalam 12 ketentuan.Keenam ketentuan pertama menuntut ketaatan yang mutlak yaitu pelanggaranya diganjar mati.
      Keenam ketentuan terakhir itu begitu keras dipertahankan tetepi harus juga menaatinya. Ketentuan-ketentuan itu berbunyi sebagai berikut :
1.      Pembayaran Yizyai.
2.      Seseorang Kristen tidak diperkenankan menyanggah agama Islam atau memperhatikan sikap kurang hormat terhadap kebiasaan-kebiasaan Muslim.
3.      Seseorang Kristen tidak diperkenankan menhina Nabi atau AL-Qur’an atau memperhatikan sikap kurang hormat terhadap mereka.
4.      Seseorang Kristen tidak boleh menyongkong musuh atau menerima seorang Harbi di rumahnya, membuka rahasia Islam atau memberi keterangan bagi musuh.
5.      Seseorang kristen tidak boleh merugikan hidup atau harta milik seseorang Islam dan tidak diperkenankan menganjurkan kepadanya agar meninggalkan agama dan menjadi murtad.
6.      Seorang Kristen tidak boleh menikah atau bergaul dengan seorang wanita Muslim.
7.      Seorang kristen boleh mengadakan hubungan dagang dengan seorang muslim, tetapi tidak diperkenankan menjual anggur atau memakan daging babi didepan umum.
8.      Seorang Kristen wajib mengenakan pakaian khususnya yaitu ghiyar, zunar, dan qalansua syang yang berwarna.
9.      Seorang Kristen tidak boleh naik kuda atau memegang senjata. Ia diperbolehkan naik keledai atau bagal, yang harus diberi tanda khusus yaitu bola kayu pada pelananya.
10.  Rumah seorang Kristen tidak boleh lebih tinggi dari rumah seorang islam.
11.  Orang-orang Kristen tidak diperkenankan membunyikan lonceng dengan nyaring dan tidak boleh beribadah dengan suara nyaring.
12.  Orang-orang Kristen tidak diperkenankan menangisi orang yang meninggal dengan suara nyaring dan mereka wajib dikuburkan dari perkampungan orang Muslim.[20]
2.4.2 Organisasi Gereja Timur
 Oraganisasinya tidak berpusat pada satu kota atau seorang patriarkh saja, tetapi gereja ini terdiri dari beberapa gereja senegeri dirusia dan Balkhan yang dipimpin oleh Patriarkh-Patriarkh atau sinode-sinode. Walaupun gereja Ortodoks sangat dianiaya pada abat ke- XX ini oleh kaum komunis, teristimewa di Rusia tetapi jumlah anggotanya kini masih banyak sekali yaitu kira-kira 140 juta jiwa. Gereja Timur pada persidangan-persidangan Oikumenis di Eropa Barat sejak pada tahun 1925 gereja Ortodoks  diwakili oleh uskup-uskupnya, dan ini yang mendorong nyata dan indah harta rohani gereja itu yang dipelihara sampai sekarang.[21]

2.4.3        Hambatan / Tantangan Gereja dalam Konteks Islam
            Kebebasan bagi orang-orang Kristen untuk menyelenggarakan ibadah mereka praktis tidak dirintangi. Karena adanya tekanan yang berat atas orang-orang Kristen dari sudut keuangan  walaupun mereka harus  membayar  Yizya, dan tetapi orang-orang Islam juga harus membayar jakat, tetapi oarang Islam tetap menggangap  bahwa agama Kristen lebih rendah dari agama Islam. Oleh karena itu agama Kristen tidakboleh tampil kedepan sambil membunyikan lonceng-lonceng, nyanyian-nyanyian nyaring dan mengadakan propesi. Pengkabaran injil juga merongrong bagi hakekat agama Kristen jadi larangan ini sangat merugikan bagi kehidupan rohani Kristen dalam gereja. Dengan demikian gereja kehilanhan suatu rangsangan rohani yang sangat vital dan daya tahanya diperlemah sehingga kedudukan gereja semakin merosot.[22]
            Adapun tantangan yang lain dalam jaman Al-Qur’an terhadap keercayaan orang Kristen, Nabi muhhamad yang datang dari lingkungan yang politeistis yang mengenal berbagai oraganisasi dewa laki-laki, dewa perempuan serta anak-anak dewa, di ingatkan kembali akan praktek-praktek penyembahan berhala itu yang telah ia tinggalkan. Kebiasaan sementara orang Kristen pada masa itu untuk berdoa di depan suatu ikona (gambaran ibunda Maryam dengan anak Yesus, atau nabi-nabi atau bapak-bapak gereja yang termasyuhur) atau kebiasaan menghias gereja-gereja dengan ikona, Pasti memperkuat kesannya bahwa orang Kristen yang memanggil Yesus seorang makhluk manusia dan nabi-menurut pemahaman Muhammad – sebagai ‘’Anak Allah’’ tidak jauh berbeda dengan orang kafir itu.[23]

2.4.4        Tokoh Kekeristenan dalam Konteks Islam
a.   Johannes Damascenus[24]
              Johannes Damascenus lahir sekitar tahun 665. Ia adalah anak seorang pegawai tinggi sang khalifah. Ia sendiri juga selama beberapa waktu memegang  jabatan yang  tinggi di istana, tetapi kemudian menarik diri dari dunia dan menjadi rahib dalam suatu biara dekat kota Yerusalem. Disitu ia meninggal sekitar tahun 750, sayangnya tidak  ada yang mengetahui  mengapa Dia meninggal. Beberapa karya di bidang dogmatis serta apolegestis dikarangnya, antara lain page Gnoseoos (Sumber Pengetahuan / Hikmat). Beberapa tulisan yang khususnya melawan agama Islam : Percakapan seorang Kristen dengan seorang Muslim dan percakapan seorang  Muslim dengan seorang Kristen. Yohannes menyerang agama Islam secara agak keras dengan membicarakan lahirnya agama itu, kepribadian Muhammad, dan beberapa tuduhan yang biasanya diarahkan pihak Islam ke agama Kristen. Ia dianggap sebagai yang terahir dari Bapa-bapa Gereja Ortodoks Timur, dan karangan-karanganya mengahiri perkembangan dogmatis di Timur.



III.             Kesimpulan
        Dari pemaparan diatas kami para penyaji dapat menyimpulkan bahwa gereja di Timur dalam konteks Negara Islam adalah pada mulanya tindakan orang Arab terhadap Kekeristenan pada masa pertama adalah orang Arab tidak menerima berdirinya Kekeristenan (Keyahudian) sebagai kekuasaan politik yang berdaulat. Tujuan akhir mereka ialah merebut seluruh wilayah Kristen dan menaklukkanya pada Islam. Tetapi setelah orang Kristen mengakui kekuasaan tertinggi Islam dan membayar  yizya sebagai tanda pengakuan itu maka mereka diperlakukan dengan baik. walaupun mereka tidak mempunyai kebebasan penuh dalam hal beragama. Lama-kelamaan jumlah anggota Gereja menjadi merosot.




IV.              Daftar  Pustaka
Berkhof, H. Enklaar I.H, Sejarah Gereja, Jakarta BPK-GM,2013
Effendi Djohan, Sumartana Th., Pemikiran Keagamaan Dalam Tantangan, Jakarta: PT         Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993
End Th. Van den, Harta dalam Bejana, Jakarta:BPK-GM, 2011
End Th. Van den, Harta Dalam Bejana, Jakarta:BPK-GM,2000
End Th. Van den, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Jakarta:BPK-GM,1976
End Th. Van den, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, Jakarta:STT-Jakarta,1997
End, Th. Van den Sejarah Perjumpaan Gereja dengan Islam, Jakarta: STT-jakarta, 1990
Jonge C. De, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-GM,1989
Ruck Anne, SejarahGereja Asia, Jakarta: BPK-GM,2008
Wellem F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-GM, 2011
Wessels Anton, Arab dan Kristen di Timur Tengah, Jakarta: BPK-GM, 2001


[1] H.Berkhof, I.H Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta BPK-GM,2013), 60
[2] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta:BPK-GM,2011), 234-235
[3] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dengan Islam, (Jakarta: STT-jakarta, 1990), 2-3
[4] C. De Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta:BPK-GM,1989), 63
[5] Th. Van den End, Harta dalam Bejana, (Jakarta:BPK-GM, 2011), 109
[6] Anne Ruck, SejarahGereja Asia, (Jakarta:BPK-GM,2008), 61-62
[7] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dengan Islam, 2-3
[8] Ibid, 36
[9] Anton Wessels, Arab dan Kristen di Timur Tengah, (Jakarta:BPK-GM,2001),9
[10] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, (Jakarta:STT-Jakarta,1997),21-23
[11] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, (Jakarta:STT-Jakarta,1990),36-37
[12] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam,(Jakarta:BPK-GM,1976),29
[13] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana , (Jakarta:BPK-GM,2000),110
[14] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja  dan Islam, 31
[15] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 32
[16] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam,34
[17] Anton Wessels, Arab dan Kristen di Timur Tengah, 86
[18]  Ibid,388
[19] Anton Wessels, Arab dan Kristen di Timur tengah, 118
[20] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam (Jakarta:STT-Jakarta, 1997), 37
[21] H. Berkhof & I.H. Enklar Sejarah Gereja (Jakarta BPK-GM, 2013), 60
[22] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 37-38
[23] Djohan Effendi, Th. Sumartana, Pemikiran Keagamaan Dalam Tantangan, ( Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993), 1923-194
[24] Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 78-79

No comments:

Post a Comment