Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Wednesday 18 February 2015

Kitab - kitab sumber ajaran agama Hindu



KITAB-KITAB SUMBER AJARAN AGAMA HINDU
I.                   Pendahuluan
Setiap agama pastilah memiliki latar belakangnya masing- masing dan kitab sucinya masing-masing. Di dalam sajian akan kita bahas apa saja kitab- kitab sumber ajaran agama Hindu. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita tentang agama Hindu.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Agama Hindu
Agama Hindu bukanlah satu agama, tetapi sejumlah agama-agama, yang serupa dengan garis besarnya yang sangat penting. Lagi pula di dalam agama Hindu tercantum juga etika, yang termasuk pada agama-agama ini dan akhirnya juga bentuk masyarakat, yang ada hubungannya dengan etika tersebut. Keseluruhan ini disebut dengan nama agama Hindu. Jadi agama Hindu ialah agama orang India dan juga seluruh kebudayaaan yang bersangkutan dengan itu. Di dalam seluruh kebudayaan ini sifat yang paling kuat ialah susunan kasta, suatu tata tertib kemasyarakatan, yang membagi rakyat atas banyak golongan. Susunan kasta ini memuat:
1.      Peraturan-peraturan untuk perkawinan yang sah.
2.      Peraturan-peraturan untuk menjalankan pekerjaan atau jabatan.
3.      Peraturan-peraturan untuk hak mengadakan makan bersama.
4.      Upacara memberi penghormatan.
5.      Peraturan-peraturan untuk perhubungan perniagaan barang-barang tertentu.
6.      Peraturan-peraturan untuk para hakim, yang dipilih sendiri oleh tiap-tap kata.[1]
2.2.Latar Belakang Agama Hindu
Agama Hindu adalah suatu agama yang tertua di dunia yang masih hidup dan berkembang serta mempunyai pengaruh yang amat luas pada seluruh aspek kehidupan manusia di belahan dunia ini, meskipun ia berkembang sejak ± 5000 tahun yang lalu.
Hal ini disebabkan oleh ajaran-ajarannya masih tetap relevan pada setiap masa dan jaman, demikian pula dalam modern ini. Dalam kurun waktu 5000 tahun yang dilaluinya itu, sudah tentu Agama Hindu banyak mengalami proses pengembangan dan pengadaptasian yang dilakukan oleh para pemeluknya yang terdiri dari berbagai latar belakang kebudayaan[2]
Sebutan agama Hindu sepertinya berasal dari nama sungai yang sekarang terletak di Pakistan, bernama “Sindhu”, yang menurut ucapan orang Parsi disebut “Hindu”. Agama ini merupakan peleburan dari agama asli penduduk Dravida yang sudah tinggi peradabannya. Di India agam ini sering disebut “Sanata Dharma” (agama yang kekal) atau “Waidika Dharma” (agama yang berdasarkan atas kitab suci Weda).
Dalam tulisan- tulisan Hindu tua, unsur- unsur Arya-lah yang sangat berpengaruh. Hal ini tidak mengherankan, sebab tulisan-tulisan tersebut berasal dari zaman di mana bangsa Arya mengalami kemenangan dalam peperangan melawan bangsa Dravida. Karena bangsa Dravida menjadi bangsa yang lebih lemah, maka hidup mereka dijajah bangsa Arya. Hal tersebut perpengaruh terhadap kebijaksanaan dan ketetapan yang diberlakukan pada saat itu, oleh bangsa Arya. Dalam tulisan-tulisan terkemudian, lebih banyak pengaruh kebudayaan pra-Arya tua, yang telah mencapai puncak perkembangan tertinggi, ketika bangsa Arya yang lebih rendah peradabannya memasuki India[3].
2.2.1.      Kitab-Kitab Sumber Agama Hindu
2.3.1 Kitab Weda
Pada zaman ini kehidupan keagamaan orang hindu di dasarkan atas kitab-kitab  yang disebut WedaSamhita, yang berarti pengumpulan weda.Kata weda berarti pengetahuan  (Wid=tahu). Menurut  tradisi Hindu kitab - kitab ini adalah ciptaan dewa brahma sendiri. Isinya di wahyukan oleh dewa brahma kepada para resi atau para pendeta dalam bentuk mantra-mantra, yang kemudian disusun sebagai puji - pujian oleh pararesi ,sebagai pernyataan rasa hatinya[4]. Sebagai wahyu dewa yang tertinggi, maka Weda - weda itu disebut Sruti. Kitab Sruti termasuk kitab utama dari agama Hindu yaitu Weda. Weda mengajarkan ajaran tertinggi yang diketahui oleh manusia, dan membentuk sumber yang mutlak dalam Agama Hindu[5]. Weda ini adalah kebenaran yang abadi dimana pengamat weda, yang disebut dengan para Resi, yang mendengar wahyu ini ketika mereka melakukan meditasi yang mendalam. Weda bukanlah hasil dari pemikiran manusia, tetapi ungkapan apa yang disadari melalui persepsi itu diisi oleh para Resi Weda, yang memiliki kekuatan yang dianggap berasal dari Tuhan. Kaum Resi menerima wahyu ini atau mendengarnya, dan kemudian direkam dalam empat Weda . Weda-weda tersebut adalah Rig Weda, Sama Weda, Yajur Weda, dan Atharwa Weda. Wahyu ini dimunculkan dalam kesadaran para guru, dan pengalaman-pengalaman, intuisi-intu isi mereka, apa yang mereka dengarkan tentang Yang Ilahi dimuat dalam teks empat kitab Weda tersebut[6]. Sesudah di bukukan, mantra-mantra itu di bagi 4 bagian atau pengumpulan (Samhita) beserta penjelasannya[7]:

A.    Rig Weda
Rig weda berasal dari kata “rig” yang berarti memuji. Kitab ini berisi 1000 puji-pujian kepada para dewa dalam bentuk kidung, dan masing-masing kidung (sukta) terbagi dalam beberapa bait. Bagian akhir Rig Weda membicarakan perawatan orang mati, pembakaran dan penguburannya. Menurut umat Hindu, Rig Weda ini sangat penting . Di dalamnya terdapat pengertian dan isyarat akan agama yang monoteistis dengan falsafah yang monistik. Arah monoteisme tersebut muncul sekitar Dewa Prajapati, Tuhan Pencipta. Akan tetapi monoteisme disini belum dalam pengertian yang tajam seperti pengertian monoteisme modern.
B.     Sama Weda
Sama Weda merupakan suatu bunga rampai dari Rig Weda, dan sangat menekankan pada tanda-tanda irama musik. Tanda-tanda musik ini kemudian memunculkan musik Karnatik India, musik klasik India yang asli. Musik Karnatik berhubungan dengan lagu pengabdian pada para dewa dan didasarkan atas tujuh suara: Sa, Re, Ga, Ma, Pa, Dha dan Ni. Kombinasi dan permutasi dari tujuh suara ini digunakan untuk menciptakan irama yang dikenal dengan raga. Sama Weda terdiri dari 1.549 bait. Puji-pujian dinyanyikan diikuti dengan irama musik oleh para pendeta yang disebut udgatar, dan biasanya dilakukan pada waktu upacara korban diselenggarakan.
C.     Yayur Weda.
Weda ini tidak hanya memuat mantra-mantra dan persembahan Soma saja, akan tetapi juga mantra-mantra yang diucapkan dalam beberapa upacara kecil. Yayur weda memiliki hubungan yang sangat erat dengan Rig weda dan SamaWeda, dan ketiganya sering disebut dengan “Tri-Wedi”.
D.    Atharwa-weda.
Para Atharwan adalah golongan pendeta tersendiri. Dalam Weda ini dijumpai lagi kidung-kidung yang harus diucapkan pada waktu mempersembahkan Soma. Isi Atharwa Weda berupa mantra-mantra magis dan doa-doa yang bunyi dan artinya sendiri sudah diangga sudah memiliki kekuatan.
2.3.2. Kitab Brahmana
Berbeda dari naskah atau kitab Samhita, kitab Brahmana disusun oleh para pendeta Brahmana sekitar abad ke-8 SM. Untuk menjelaskan tentang daya kekuatan korban. Dengan kata lain, kitab tersebut bukanlah kitab puji-pujian kepada para dewa, tetapi merupakan kitab yang  berisi keterangan-keterangan dari para Brahmana tentang korban dan sesaji. Uraian - uraian didalamnya banyak yang membosankan dan sukar dipahami padahal pikiran dasarnya justru sangat sederhana. Keterangan-keterangan tersebut disertai dengan mitos dan legenda tentang manusia dan para dewa dengan memberikan ilustrasi ritus - ritus korban[8]. Brahmana juga menekankan dan membahas upacara pengorbanan dan teknik yang benar dalam pelaksanaannya. Termasuk penjelasan dalam menggunakan mantra dalam upacara dan menimbulkan kekuatan mistik dari pengorbanan itu. Bagian ini disebut dengan Brahmana karena mereka membahas tugas dari para Brahim (pendeta) yang melakukan pada saat upacara pengorbanan. Kitab Aitareya dan Kausitaki (Samkhayana). Merupakan kitab Brahmana dari Rigweda dan Aitareya lebih tua umurnya dan isinya pun lebih tebal. Aitareya merupakan karya gabungan, lima bagian yang pertama (Panchika) lebih tua dibandingkan dengan tiga bagian yang terakhir. Demikian pula hanya 2 kitab Brahmana dan Samaweda yang masih tersisa, yakni : Jaiminiya dan Tandyamaha Brahmana, yang terakhir ini disebut pula Pancavimsa Brahmana.
Pada bagian akhir kitab Brahmana terdapat tambahan, kemudian tambahan inilah yang disebut sebagai kitab Anyaraka. Kitab ini berisi tentang renungan sekitar masalah korban sehingga dianggap sakti. Karena itu mempelajarinya harus ditempat-tempat yang jauh dari tempat tinggal manusia, yaitu ditengah-tengah hutan, Aranya = hutan. Aranya (“kitab yang berasal dari hutan”; yaitu buku yang dihasilkan dengan bermeditasi di hutan yang sepi) yang menandai transisi dari pengorbanan Brahma nikal menuju filsafat dan spekulasi metafisika, yang kemudian dimuat dalam Upanisad. Aranyaka terdiri dari interpretasi mistik dari mantra dan upacara, yang disatukan pada saat mengasingkan diri di hutan, yang menimbulkan kedisiplinan. Pengetahuan yang didapat oleh para asketis ini dianggap sebagai wahyu[9].
Kitab Anyaraka tidak  memberikan penjelasan kepada kita tentang aturan dan penjelasan tentang upacara korban, melainkan menyediakan penjelasan mistis tentang upacara agama itu. Pada bagian awal dari Chandogya Upanishad merupakan kitab Anyaraka dari kitab Brahmana kitab Samaweda. Kena (Talavakara) Upanisad merupakan Upanishad dari Jaiminiya Brahmana dari Samaweda.  Semuanya mengandung makna mengenai hal tersebut dengan berbagai puasa di dalam kehidupan hutan (Vanaprashta). Mereka sebagai orang yang meninggalkan kehidupan berumah tangga (Grhastha) tidak terikat dengan kegiatan ritual. Aranyaka menjelaskan tentang arti dan makna upacara agama, kemungkinannya mereka hanya melakukan meditasi dan mencari makna dari upacara-upacara yang suci itu. Perbedaan antara kiat Brahmana dan Aranyaka tidaklah mutlak benar[10].
Selain kitab Smrti (tafsir) terhadap Sruti (wahyu) terhadap kitab-kitab yang disebut Itihasa, yang merupakan Wiracarita atau epos kepahlawanan dan Purana (cerita-cerita kuno). Yang tergabung dalam Itihasa adalah kitab-kitab seperti Ramayana, Mahabharata, Yogawisata, dan Hariwangsa. Kitab Ramayana digubah oleh Maha Rsi Walmiki, isinya terdiri dari tujuh buah kanda (buku) yang memuat sekitar 24.000 syair. Kitab ini menceritakan mengenai kehidupan Rama dan Shinta. Kitab Mahabharata digubah oleh Maha Rsi Wyasa, terdiri dari 17 parwa (buku) yang menceritakan mengenai peperangan antara keluarga Pandawa dan keluarga Kurawa. Kitab Bhagawad Gitta berisi untaian wejangan Sri Kresna kepada Arjuna. Kitab Purana menguraikan mengenai cerita kuno penciptaan dunia dan silsilah raja-raja yang memerintah dunia. Kitab ini terdiri dari 18 buku.[11]
2.3.3. Kitab Upanisad
Kitab Upanisad adalah kitab yang termuda usianya. Istilah Upanisad berarti “duduk dekat”, yang dimaksud adalah duduk di dekat guru untuk menerima ajaran yang lebih tinggi. Bentuknya berupa dialog antara guru dan muridnya yang merupakan bagian dari kitab Aranyaka, isinya ditekankan kepada ajaran rahasia (bersifat mistik dan magis). Upanisad mengajarkan monisme yang idealistis, bahwa segala sesuatu dapat dikembalikan kepada salah satu asas (Brahman dan Atman). Brahman adalah alam semesta, dan Atman adalah asas manusia. Sumber ajaran lain dari agama Hindu yang dianggap sebagai naskah suci adalah kitab Tantra (kitab pemberian Dewa Siwa kepada umat Hindu). Kitab ini berisi dialog antara Siwa dan istrinya (Parwati) yang punya kedudukan penting sebagai inti kekuatan dewa. [12]
III.             Kesimpulan
Dari sajian diatas dapat disimpulkan bahwa agama Hindu memiliki bermacam- macam kitab suci yaitu kitab Weda samhita, yang berarti pengumpulan Weda. Kata Weda berarti pengetahuan. Kitab ini adalah ciptaan Dewa Brahma sendiri, yang ditujukan kepada para resi untuk mengajarkan kebenaran abadi dari sang pencipta menurut agama Hindu. Dari kitab Weda dapat dibagi dua bagian besar kitab, yaitu Sbruti dan Smiriti.

IV.             Refleksi Theologi
Menurut kami para penyaji bahwa setiap suku bangsa yang ada di muka bumi ini dapat menerima Firman Allah. Seperti yang kita ketahui bangsa Arya yang menerima kitab Weda. Mereka mengaggap bahwa kitab Weda wahyu dari Dewa Brahma ataupun dapat disebut sebagai Firman. Seperti yang didalam Kisah Para Rasul 11:1 “ Rasul- rasul dan saudara- saudara di Yudea mendengar, bahwa bangsa- bangsa lain juga menerima firman Allah.

V.                Daftar Pustaka
Honig, A. G., Ilmu Agama,  (Jakarta: BPK-GM, 2000),
I Wayan, Surpha. Pengantar Hukum Hindu, (Surabaya: PARAMITA, 2005),
Tony, Tedjo, Mengenal Agama Hindhu, Buddha, Khong Hu cu, (Bandung: Agape, 2011),
Hadiwijono,Harun,Agama Hindu Buddha(Jakarta:Gunung Mulia,2012)
Bansit,Pandit,Pemikiran Hindu(Surabaya:Paramita,2006)
Ruslani,WacanaSpiritualitasTimur Dan Barat(Yogyakarta:Qalam,2000)
Ali, Mukti ,Agama-agama di Dunia(Yogyakarta:IAINSunanKalijaga Pres,1998)
Bansit,Pandit, Pemikiran Hindu(Surabaya:Paramita,2006)
Titib, Made, PengantarWeda, (Jakarta: HaumanSakti, 1996)
Tony, Tedjo., Mengenal Agama Hindhu, Buddha, Khong Hu cu, (Bandung: Agape, 2011)



[1]Honig, A. G., Ilmu Agama,  (Jakarta: BPK-GM, 2000), 124
[2]Surpha, I Wayan,. Pengantar Hukum Hindu, (Surabaya: PARAMITA, 2005), 4
[3]Tedjo, Tony., Mengenal Agama Hindhu, Buddha, Khong Hu cu, (Bandung: Agape, 2011), 14-15
[4]Hadiwijono,Harun,Agama Hindu Buddha(Jakarta:Gunung Mulia,2012) 17
[5]Bansit,Pandit,Pemikiran Hindu(Surabaya:Paramita,2006) 22
[6]Ruslani,WacanaSpiritualitasTimur Dan Barat(Yogyakarta:Qalam,2000)92

[7]Mukti Ali ,Agama-agama di Dunia(Yogyakarta:IAINSunanKalijaga Pres,1998)60
[8]Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia(Yogyakarta:IAINSunanKalijaga Press,1998) 66
[9]BansiPandit, Pemikiran Hindu(Surabaya:Paramita,2006)27
[10] I Made Titib, PengantarWeda, (Jakarta: HaumanSakti, 1996)112.
[11]Tedjo, Tony., Mengenal Agama Hindhu, Buddha, Khong Hu cu, (Bandung: Agape, 2011)24
[12]  Tedjo, Tony., Mengenal Agama Hindhu, Buddha, Khong Hu cu, (Bandung: Agape, 2011)25

No comments:

Post a Comment