SKISMA BARAT
I.
Pendahuluan
Pada sajian-sajian sebelumnya kita telah membahas banyak
mengenai Sejarah Gereja, mulai Gereja Mula-mula sampai pada abad pertengahan
yaitu Teolog Gereja Roma Katholik , Tetapi pada abad pertengahan ini kita masih
membahas mengenai Skisma Barat. Pada sajian kami ini, kami akan menjelaskan
mengenai Skisma Barat dan dampaknya bagi Gereja. Semoga sajian kami ini dapat
menambah wawasan kita tentang Sejarah Gereja Umum, dan kami para penyaji
menerima kritik dan masukan dari teman-teman sekalian.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Skisma
Kata
Skisma yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti perpecahan, yang biasa
terjadi dalam sebuah organisasi atau gerakan. Pengertian Skisma adalah suatu
peradaban keyakinan dalam suatu kelompok atau lembaga yang menghantar pada
golongan –golongan dan pemisahan.[1]
Skisma
juga dapat di artikan sebagai pemisahan diri dari persamaan umat beriman tanpa
menyangkal ajaran Gereja. Alasan perpeecahan biasanya bercorak politik ,
pribadi atau kebudayaan.[2]
2.2.Latar Belakang
Pada
saat agama Kristen diakui oleh kekaisaran Romawi (313) dan gereja memperoleh
kedudukan yang terhormat dalam masyarakat, kedudukan uskup Roma diperkuat. Ia
menjadi mitra bicara pertama dengan pemerintah. Ketika ibukota kekaisaran di
pindahkan ke Konstantinopel uskup Roma menjadi seakan-akan oknum yang terkemuka
di Eropa Barat, suatu peranan yang dimainkan paus dengan cara yang mengesankan
pada saat kekaisaran Romawi mulai dibanjiri oleh suku-suku Jerman dan paus di
panggil untuk mendamaikan raja-raja yang saling berperang. Ketika kekaisaran
lenyap di Barat, paus telah berkedudukan kuat sebagai pemimpin dunia Barat.
Pada
awal abad pertengahan paus berusaha keras untuk memainkan peranan dalam
masyarakat Eropa yang sesuai dengan kedudukan yang dituntutnya. Paus Gregorius
I Agung (590-604) sangat berjasa, karena ia menentukan pola-pola pekabaran
injil di tengah-tengah suku-suku Jerman. Gereja yang didirikan disana secara
structural dikaitkan dengan Roma dan di organisasikan menurut pola organisasi
yang seragam. Akan tetapi ketika raja-raja Jerman masuk Kristen dan melihat
tugas memajukan gereja sebagai tugas mereka sendiri, kuasa paus mulai berkurang
dan sekitar tahun 1000 paus pun diangkat oleh penguasa politik, dalam hal ini
kaisar Jerman.
Dengan
demikian paus kehilangan hak mengatur gereja di wilayah raja-raja Kristen. Akan
tetapi sesudah tahun 1000 paus mencoba memperoleh kembali kedudukannya sebagai
pemimpin Kekristenan di dunia Barat. Dapat di bayangkan bahwa kaisar Jerman dan
raja-raja Kristen tidak senang dengan usaha ini, sehingga terjadi ketegangan. Setelah
paus membebaskan diri dari pengaruh kaisar Jerman (akhir abad XI), ia mencoba
menjadi pemimpin seluruh masyarakat Eropa yang mengatur kaisar dan semua raja.
Sekitar tahun 1200 paus (Innocentius III, 1198-1216) memang begitu berkuasa
sehingga ia dapat dianggap pemimpin masyarakat Eropa. Seluruh masyarakat di
atur di bidang rohani oleh Gereja Katolok Roma, sedangkan para penguasa politik
menopang gereja ini. Akan tetapi sekitar tahun 1300 para penguasa politik telah
berhasil untuk memperkuat kedudukan mereka. Sejak itu paus lama-kelamaan kehilangan
kuasa di bidang politik tetapi kedudukannya sebagai kepala Gereja Katolik Roma
tidak dapat di goyahkan lagi.
2.3.Skisma Barat
Perkembangan
kepausan dan pertikaian antara paus dan kaisar tercermin dalam uraian-uraian
eklesiologis dan keputusan-keputusan yang di keluarkan oleh paus-paus. Puncak
eklesiologi kepausan adalah bulla (surat) unam
sanctam yang di tulis Paus Bonifatius VIII (1294-1303) pada tahun 1302.
Walaupun paus ini gagal mengendalikan raja Perancis yang tidak mau mendengarkannya.[3]
Dimana saat itu terjadi pertentangan antara Bonifatius VII yang melarang Philip
IV yang elok, raja Perancis, memungut pajak untuk Negara dari Klerus dan
biara-biara serta segala milik Gereja yang lain. Larangan ini tidak diperdulikan
oleh Philip.[4]
Dalam
Bulla ini Bonifatius VIII menuntut kemahakuasaan di dunia. Sebagai wakil
Kristus, paus diberi kuasa tertinggi di dunia ini. Ia sekaligus bertanggung
jawab atas politik, sebab yang rohani dianggap lebih tinggi dari yang jasmani.
Tugas Paus di bidang politik di percayakannya kepada para raja, yang boleh
memerintah selama mereka rela menaati paus. Di sini Bonifatius VIII
mempergunakan ajaran mengenai kedua pedang (Luk 22: 35- 38). Menurut ajaran
ini, kedua kuasa di dunia ini (rohani dan politik) di lambangkan oleh kedua
pedang yang disebut oleh Lukas. Kedua pedang ini diberikan Kristus kepada Petrus
dan pengganti-penggantinya, Yang kemudian meminjamkan kuasa politik kepada raja
dan selalu berhak mengambilnya kembali kalau raja tidak taat kepada paus.[5]
Setelah
Bonifatius VIII di kesampingkan, kepausan mulai dikuasai oleh Perancis. Tidak
lama kemudian malah paus pindah ke Avignon di wilayah Perancis. Dengan demikian
mulailah apa yang disebut “Pembuangan Paus ke Babel”, yang berlangsung dari
tahun 1309 sampai 1377. Karena kuasa paus antara lain dikaitkan dengan kuburan
Petrus, diupayakan untuk membawa kepausan kembali ke Roma. Akan tetapi satu
tahun setalah upaya ini berhasil para kardinal Perancis, yang tidak puas dengan
paus yang ada di Roma, memilih paus yang baru yang ada di Avignon.
Dengan
demikian gereja di Eropa Barat terpecah dan dikepalai dua orang paus, yang di
dukung oleh Negara-negara masing-masing.[6]
Selama bertahun-tahun perancis telah mendominasi tahta paus sedemikian rupan
sehingga paus pindah ke Avigno di Prancis. Meskipun hal ini menyenangkan
orang-orang prancis, tidak ada orang lain yang menyukai ide ini, dan selama
bertahun-tahun pula para paus berpikir untuk kembali ke Roma. Seperti seorang
gadis yang bernama Catherina percaya bahwa Paus harus berada di Roma agar ia
tidak berhadapan dengan dominasi Prancis. Ia mendorong paus Gregorius XI
kembali ke Roma namun paus itu meninggal pada tahun 1376 kemudian digantikan
oleh Paus Urbanus VI. Para cardinal.[7]
2.4.Perdamaian Skisma Barat.
a)
Catharina
Dari Sienna
Seorang
gadis kelahiran than 1347, si bungsu dari 23 bersaudara, dalam keluarga yang
taat pada agama di Siena. Meskipun masih berusia muda, Catherina telah
menunjukkan pengabdian yang tinggi, dan ia beriklar akan menjadi mempelai
wanita Kristus. catherina juga banyak menulis surat, memberikan konseling
spiritual pada setiap orang, dari orang awam sampai paus. Salah satu kebutuhan
besar untuk perdamaian abad ini pada kepausan. Selama bertahun-tahun Perancis
telah mendominasi tahta paus sedemikian ruopa sehingga paus pindah ke Ovignon
di Perancis. Ia mendorong paus Gregorius XI kembali ketika ia mengunjunginya di
Avignon pada tahun 1376. Paus pindah kesana namun meninggal tidak lama kemudin.
Ketika mereka tidak puas atas dirinya, mereka memilih Clemen VII yang kembali
ke Avignon. Catherina berpihak kepada paus Roma dan menulis surat yang
menyengat para cardinal Perancis tentang pemilihan mereka. Pada tahun 1378 ia
pergi ke Roma dengan berharap dapat memperbaiki perpecahan. Ia mengumpulkan
orang-orang di sekeliling Urbanus, tetapi juga mengecamnya atas beberapa
tindakan yang kurang bijaksana. Urbanus
tidak tersinggung, sebaliknya ia mengagumi wanita saleh ini dan sebaliknya ia
meminta petunjuk darinya.[8]
b)
Konsili
di Pisa (Italia) 1409
Kedua
paus di roma dan Avignon di pecat dan seorang paus baru dipilih, tetapi oleh
kartena kedua paus yang tersebut tadi tidak sudi meletakkan jabatannya, keadaan
Gereja malah bertambah kacau sebab sekarang adatiga paus.[9]
Konsili ini dipanggil oleh dewan cardinal pada tahun 1409 untuk mengakhiri
Skisma besar yang telah memisahkan kekristenan Barat sejak tahun 1378. Meskipun
kedua paus masing-masing mengadakan konsili sendiri-sendiri sebagai konsili
tandingan, konsili Pisa tetap dipandang sebagai konsili yang sah. Paus Benedsictus
XIII mengadakan konsili ini di Perpignan dan paus Gregorius XII mengadakan
konsili di Cividale. Konsili Pisa memutuskan bahwa kedua Paus adala skismatik
dan mereka berdua dipecat. Konsili memilih cardinal Petrus dari Philarghi
sebagai paus dengan memakai gelar Aleksander V. ia berjanji akan bekerja keras
untuk perbaharuan Gereja. Gereja katolik Roma tidak mengakui konsili ini
sebagai konsili oikumenis karena konsili ini tidak di panggil oleh paus. Skisma
tidak dapat di akhiri, malah semakin diperburuk, karena ada tiga orang paus
sekaligus. Konsili ini penting karena konsili ini mempersiapkan jalan bagi
konsili Konstan yang berhasil mengakhiri skisma besar dala tubuh gereja Barat.[10]
c)
Konsili
Constanz (pada batas Jerman dan Swiss) 1414-1418
Raja
Sigmun dari Jerman mengusahakan konsili ini. Maksudnya yang terpenting adalah untuk
menghentikan Skisma itu dan akan memperbaharui gereja. Mula-mula konsili
Konstanz berhasil baik. Skisma diselesaikan dan seorang paus baru dipilih,
yaitu Martinus V. pun ditetapkan selaku asas resmi, bahwa konsili yuang sah
mendapat hak dan kuasanya langsung dari Kristus, sehingga tiap-tiap orang yang
percaya, sampai paus sekalipun, wajib takluk kepada keputusan tentang iman dan
kebajikan yang di ambil oleh konsili itu. Maksudnya adalah supaya
konsili-konsili harus bersidang pada waktu yang tertentu. Tetapi sayang, segala
ikhtiar pembaruan yang lain menjadi gagal oleh karena Negara-negara kurang
setuju. Paus Martinus V mempergunakan keadaan ini, dengan mengatur konkordat
dengan setiap Negara, dimana ia menjanjikan beberapa pembaharuan gereja untuk
tiap-tiap negeri tersendiri. Dengan itu konsili di Konstanz tidak berdaya lagi.
Berhubung dengan huru-hara, yang terjadi oleh karena pengikut-pengikut Hus,
paus terpaksa memanggil konsili lagi. Konsili ini bersidang di Basel (Swiss)
1431-1449, tetapi kurang berhasil karena anggota-anggotanya tidak bersatu. .[11]
2.5.Dampak Skisma Barat bagi Gereja.
a)
Dampak
Negatif
Setelah skisma selesai
peranan paus dalam politik internasional
tidak lagi seperti sebelumnya. Kuasa politiknya terbatas pada Negara gereja,
sehingga paus-paus akhir Abad Pertengahan begitu sibuk mengurus Negara merek
sendiri sehingga tidak mampu untuk mengatasi krisis gereja yang memecah dalam
reformasi.[12]
b)
Dampak
Positif
Runtuhnya kekuasaan paus
atas dunia disebabkan oleh berbagai faktor, namun atas akibat itu sendiri
menyebabkan beberapa Negara-negara Eropa Barat senakin mantap dan kuat , baik
dalam prekonomian, pemerintahan dan sebagainya. Dimana Negara-negara bagian
Eropa Barat sudah mampu memimpin pemerintahnya. Artinya Negara sudah tidak
dipimpin oleh paus tetapi mereka dipimpin oleh kaisar mereka sendiri. Dengan
begitu para kaisar atau pemimpin Negara lainnya dan dapat memimpin Negara
dengan leluasa tanpa ada tekanan dari paus. Dan kini Raja sadar bahwa kedudukan
kaisaran atau pemerintahab bukan di bawah paus, melainkan hidup saling
berdampingan. Dan usaha untuk mengadakan reformasi timbul dari kalangan Gereja
sendiri yang diperjuangkan adalah bahwa para rohaniawan berhenti memikirkan status dan uang, bila hal
itu terlaksana maka kehidupan akan kembali terarah kepada Allah.[13]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahawa Skisma Barat dimulai pada tahun
1378-1417 ketika kematian paus Gregorius XI tahun 1378. Diawali dari pertikaian
paus Bonifatius VIII dengan raja Prancis yaitu raja Philip IV, pertikain yang
terjadi diawali dari raja Philips dilarang oleh Bonifasius VIII untuk memungut
pajak dari gereja dan klerus dan dari para biara-biara serta segala hal yang
berurusan dengan gereja.
Tetapi
raja Philip tidak mengidahkan larangan dari paus tersebut. Dan inilah awal
skisma barat yang panjang ( sekitar 39
tahun), banyak jalan yang telah ditempuh untuk menyelesaikan skisma ini, Catharina Dari Sienna, konsili Pisa yang dipanggil
oleh cardinal tidak bisah diselesaikan malah tambah memperburuk keadaan, dimana
telah ada tiga paus. Dan akhirnya Konsili Konstan pada tahun 1414 oleh
paus Yohanes XXIII. Dan akhirnya konsili
Konstan berhasil menyelesaikan pertikaian skisma barat dengan Gregorius XII
melepas kedudukannya secara sukarela, paus Benediktus VII dan paus Yohanes XIII
di pecat sebagai paus.. konsili ini memilih dan mengakui Martinus V sebagai
paus yang sah. Maka berakhirlah Skisma Barat Pada tahun 1417.
IV.
Daftar
Pustaka
Bagus, Lorand, kamus Filsafa,(IV PH-TO), Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994
Chr. De Jonge & Jan S. Aritonang, Pengantar Sejarah Eklesiologi, Jakarta
: Gunung Mulia, 1995
Enklaar, H.Berkhof & H, Sejarah Gereja, Jakarta Gunung Mulia,
2010
Enklaar, I.H Sejarah Gereja,, Jakarta : Gunung Mulia, 2013
Helwing, W. L., Sejarah Gereja Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 1992
Jonge, Chr. De, Kapaita Selekta Sejarah Gereja, Jakarta : Gunung Mulia, 1993
Jongke, C. De., Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK GM, 1996
Kenneth, A. ¸100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja Kristen, Jakarta: BPK
GM. 2012
O’ Collins, Gerald, Kamus Teologi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
Wellen, F. D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK GM.
2011
[1] Lorand Bagus, kamus Filsafa,(IV
PH-TO), (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 1994),1027
[2] Gerald O’collins, Kamus
Teologi,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 249
[3]Chr. De Jonge & Jan
S. Aritonang, Pengantar Sejarah
Eklesiologi, (Jakarta : Gunung Mulia, 1995), 25-27
[4]I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia,
2013), 93
[5]Chr. De Jonge & Jan
S. Aritonang, Pengantar Sejarah
Eklesiologi, (Jakarta : Gunung Mulia, 1995), 27
[6]Chr. De Jonge, Kapaita Selekta
Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia, 1993), 19-20
[7]W. L. Helwing, Sejarah Gereja
Kristus, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 235
[8]A. Kenneth¸100 Peristiwa
Penting Dalam Sejarah Gereja Kristen, (Jakarta: BPK GM. 2012), 65
[9] H.Berkhof & H.Enklaar, Sejarah
Gereja, (Jakarta Gunung Mulia, 2010), 95
[10]F. D. Wellem, Kamus Sejarah
Gereja, (Jakarta: BPK GM. 2011), 429
[11] H.Berkhof & H.Enklaar, Sejarah
Gereja, (Jakarta Gunung Mulia, 2010), 95
[12]C. De Jonge, Kapita Selekta
Sejarah Gereja, 20
[13]C. De. Jonge, Pembimbing
Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK GM, 1996), 68-69
No comments:
Post a Comment