Nama :
Bona Sogi Sumbayak
Tingkat/jurusan : I-B/Theologia
Mata Kuliah : English Theologi
Dosen :
Pergi
Beribadah Tetapi Bukan Untuk Beribadah
I.
Pendahuluan
Pada tulisan saya kali ini yang berjudul Beribadah tapi bukan untuk beribadah,
judul yang unik bukan ? yah tepat sekali, judul ini saya ambil ketika saya
memperhatikan proses peribadahan di beberapa gereja dan merenungkan apa yang
saya lihat. Di dalam paper ini saya akan memaparkan apa itu ibadah, bagaimana
beribadah, dan apa yang jadi konfliknya.
II.
Pembahasan
1.1.
Pengertian
Beribadah
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti
kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dan beribadah adalah menjalankan ibadah menunaikan segala
kewajibannya yang diperintahkan oleh Allah. Namun apabila kita melihat dari bahasa asli kata ibadah yaitu dalam
bahasa Ibrani mengunakan kata Abodah yang memberikan pengertian sikap
membungkukan badan tanda hormat seorang hamba dihadapan tuannya.
1.2.
Masalah
yang di hadapi
Setiap
hari minggu adalah hari dimana orang kristen melakuakan peribadahan kepada
Tuhannya. Namun kenyataannya banyak ditemui jemaat pada saat beribadah dia
tidak fokus, menggosip, main game, facebook, twiter, Bbm, sms dan lain
sebagainya. Jadi melihat kenyataan itu saya bertanya tanya Apa tujuan kita
beribadah? Kita datang ke gereja setiap Minggu, hadir di ibadah tengah minggu,
belum lagi ibadah-ibadah khusus seperti ibadah khusus wanita interdenominasi,
ibadah khusus pria, ibadah KKR pemulihan ekonomi, dan begitu banyak lagi
ibadah, ditambah dengan berbagai jenis ibadah doa; doa puasa, doa semalaman
mungkin, dan banyak lainnya.
Jangan
terjebak dengan rutinitas, karena Tuhan yang kita sembah bukan Tuhan yang
senang dengan ritual, bukan Tuhan yang butuh rutinitas agamawi atau liturgi, tapi
Tuhan yang senang melihat pertumbuhan dalam setiap hidup anak-anaknya. Bukan
ibadah “ini dan itu” yang Dia cari tapi pertumbuhan kerohanian, pertumbuhan
iman, pertumbuhan pengetahuan akan Firman di dalam setiap ibadah kita, yang
akan membawa kita hari demi hari semakin mengenal-Nya dan bertumbuh semakin
serupa dengan-Nya.
Hari-hari
ini ironi yang terbesar di dalam ibadah adalah melupakan esensi ibadah itu
sendiri. Ibadah yang seharusnya merupakan persembahan hidup kita buat Tuhan,
dirubah sedemikian rupa menjadi mencari keuntungan organisasi. Sadar atau tidak
sadar, di banyak gereja besar jemaat digiring untuk hanya menjadi audiens,
menjadi penonton yang setia hadir untuk menikmati pertunjukan rohani.
Banyak kali
gereja karena tuntutan zaman terus berusaha membuat program demi program agar
setiap hari di dalam gereja sebisa mungkin ada event atau acara agar gedung
gereja yang sudah disewa atau dibangun dengan mahal bisa menjadi maksimal dalam
penggunaannya. Ini seolah menjadi seperti jerat yang mengikat.
Gereja
terobsesi membangun gedung-gedung besar nan megah sebagai bukti “perkenanan
Tuhan” dengan biaya yang luar biasa besar, kemudian setelah mati-matian
membangun gereja besar atau MEGA CHURCH, mereka terpaksa harus memaksimalkan
gedung itu untuk berbagai kegiatan, karena berkorelasi dengan pemasukan. Itu
harus, karena gedung besar butuh banyak biaya perawatan, dan event besar
berhubungan dengan income gereja.
Kemudian
gereja harus memutar otak bagaimana membuat event yang menarik yang mampu
mendatangkan jemaat, dan mulailah konsep dunia dibawa masuk ke dalam gereja
selama itu bisa mendatangkan jemaat dalam jumlah besar dan dianggap sukses
memutar roda bisnis.
Ini
fenomena riil yang ada di sekitar kekristenan kita saat ini. Tujuan persekutuan
dan ibadah yang semula mulai menjadi bias. Karena jemaat hanya disuguhi
kesaksian pengalaman, nyanyian yang merdu dari artis papan atas, tapi tak ada
lagi yang peduli dengan pertumbuhan iman dan pengetahuan akan kebenarannya,
malah menjadi lahan yang subur buat berkembangnya teologi kemakmuran yang
menyesatkan. Tak ada lagi yang membimbing mereka kepada pengetahuan yang benar
akan Kristus. Tak ada lagi yang memberitakan Injil yang murni, padahal Injil
itu adalah “kekuatan Allah”.
Dimanakah
posisi kita? Masihkah kita haus akan hiburan atau entertainment rohani?
Terkadang malah dagelan rohani karena apa yang dikonsumsi jemaat itu hanyalah
“junk food” yang akan menyebabkan sakit rohani. Hanya ibadah yang sejati yang
akan membawa kita ke Langit Baru dan Bumi Baru, bukan kesaksian orang lain,
bukan penampilan artis, bukan pengalaman mujizat atau pernah naik turun Surga
atau Neraka.
1.3.
Solusi
Ada
banyak jalan menuju Roma, Ada banyak cara juga untuk melewati masalah. Namun disini
saya hanya berfokus dengan cara Bagaimana jemaat agar, mengerti dengan apa itu
ibdah dan ibadah yang sejati dan menanamkan di dalam benaknya. D mana Paulus menegaskan bahwa ibadah
yang sejati adalah hidup yang dipersembahkan kepada Allah. Ketika orang kristen
sampai kepada pemahaman ini bahwa ibadah menyangkut hidup yang dipersembahkan
kepada Allah yang teraplikasi dalam sikap tunduk, hormat dan kasih kita kepada
Tuhan, maka dimanapun dan kapanpun kita tetap dalam ibadah sebab dimanapun,
kapanpun dan dalam siatuasi apapun hidup kita tetap milik Tuhan karena telah
dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh sebab itu orang kristen harus menjaga
hidupnya terus untuk tetap mempermuliakan Tuhan dimanapun, kapanpun dan dalam
situasi apapun, sehingga kita dapat menjadi garam dan terang bagi dunia dimana
kita berada. Dan yang paling utama adalah orang kristen sadar akan ibdah yang
sebenarnya dan mulai menghargai peribadhan itu dan tidak mempermainkan dan
menjadikan ibadah hanya sebagai rutinitas saja.
III.
Kesimpulan
Ketika
saudara ingin beribadah silahkan pikirkan apa tujuan utama saudara beribadah
karena ketika tujuan anda benar maka hasil nya pun benar. Ketika tujuan anda
beribadah salah maka akan sia sia di hadapan Allah.
IV.
Refleksi
theologis
Roma 12:1 ’’Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus
dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”. Paulus menekankan bahwa esensi ibadah tidak
sempit, dimana Paulus menegaskan bahwa ibadah yang sejati adalah hidup yang
dipersembahkan kepada Allah. Selanjutnya Paulus menekankan bahwa hidup yang
dipersembahkan adalah hidup yang kudus itulah yang berkenan kepada Allah.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah orang kristen hanya mempersembahkan
hidupnya kepada Allah sebagai tanda hormat, tunduk dan kasihnya hanya dibatasi
dalam ruang kebaktian dan dalam ibadah-ibadah tertentu? setelah selesai
kebaktian-kebaktian tersebut apakah orang kristen tidak lagi mempersembahkan
hidup kepada Allah? Jawabannya tidak. Dimanapun, kapanpun dan dalam situasi
apapun orang Kristen terus mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan. Sebab ketika
kita telah mengalami kelahiran kembali maka secara simultan hidup kita sudah
milik Tuhan maka Paulus berkata hidupku bukannya aku lagi tapi Kristus yang
hidup didalamku. Selanjutnya Paulus memiliki sebuah statement bahwa Hidup
adalah Kristus (Fil 1:21).
No comments:
Post a Comment