Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Wednesday 20 May 2015

METODOLOGI KRISTOLOGI Metode Kristologi Fungsional: “Dari Atas” dan “Dari Bawah”



METODOLOGI KRISTOLOGI
Metode Kristologi Fungsional: “Dari Atas” dan “Dari Bawah”

I.                   Pendahuluan
Pada pertemuan kita kali ini, kita akan membahas mengenai Metodologi Kristologi Fungsional Dari Atas dan Dari Bawah. Kristologi merupakan hal yang penting untuk kita pelajari, apalagi selaku kita mahasiswa dan mahasiswi teologi. Dimana metode Kristologi fungsional ini kita akan mempelajari mengenai karya-karya Yesus selama Ia ada di Dunia ini. Untuk lebih jelasnya mari kita membahasnya secara bersama-sama. Semoga kita dapat mengerti.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Metode Kristologi
Metode Kristologi terdiri dari dua kata, yaitu metode dan Kristologi.  Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta dan hodos yang artinya “menurut jalan”.[1] Kristologi juga berasal dari bahasa Yunani yaitu kristos dan logos yang artinya ilmu pengetahuan atau doktrin mengenai pribadi Kristus.[2] Jadi, dapat diartikan bahwa metode Kristologi adalah suatu cara yang digunakan untuk mempelajari ataupun memahami tentang Kristus bagi kita sebagai orang yang percaya kepada-Nya dan tugas Kristologi umumnya adalah merenungkan, menyelidiki dan mengutarakan keyakinan beriman kita terhadap Yesus dalam Kristus Tuhan.[3] Metode yaitu cara mengrtahui.[4]


2.2. Latar Belakang Metode Kristologi
Kristologi merupakan soal khusus dalam Kristiani. Di dalam pemahaman Kristologi ditanyakan bagaimana yang ilahi dan insani yang berhubungan satu sama lain yakni di dalam Yesus Kristus.[5] Permasalahan Kristologi muncul setelah permasalahn Trinitas yang mempertanyakan tentang tabiat Yesus, mengenai ke-Allahan dan ke-manusiaan-Nya. Hal tersebut mempersoalkan apakah Yesus adalah Allah dan bagaimana hubungan antara ke-Allahan-Nya dan ke-manusiaan-Nya.[6] Akar persoalan Kristologi sebenarnya telah dimulai sejak gereja mula-mula. Persoalan studi Kristologi terus berkembang sampai pada zaman Thomas Aquinas dan Reformasi, bahkan sampai pada zaman setelah reformasi. Persoalan Kristologi kembali hangat dipersoalkan pada zaman setelah Reformasi yaitu zaman rasionalisme abad XVII dan pencerahan abad XVIII, serta romantisisme abad XIX bahkan sampai pada abad XX. Pada waktu itu, teologia telah dipengaruhi oleh filsafat rasionalisme dan sekularisme Barat.[7]
Pertanyaan mengenai “Siapakah Yesus Kristus?”, adalah pertanyaan yang penting dijawab oleh orang beriman. Yesus sendiri telah mengajukan pertanyaan tersebut kepada murid-murid-Nya: “Tetapi siapakah Aku ini?” Lalu Petrus menjawab “Engkau adalah Mesias” (Mrk. 8:29). Di dalam Yohanes 11:27, Marta menjawab “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”
Ada 2 hal yang perlu diketahui dari Yesus Kristus yaitu, pertama tentang Kesiapaan Yesus Kristus; kedua, apa dan bagaimana.
·        Dari “kesiapaan” yang perlu diketahui adalah: 1) hakekat KeallahanNya, 2) tabiatNya, 3) KehendakNya.
·        Dari kesiapaan yang perlu diketahui adalah karya, peranan, dan manfaatnya bagi kita atau dunia.
Metode Kristologi digunakan untuk memecahkan (mengetahui) kesiapaan Yesus Kristus adalah Ontologis. Dalam Ontologis yang menjadi sumber-sumber ilmu adalah sidang orang-orang percaya, (Konsili). Sedangkan Metode  Kristologi yang digunakan untuk mengetahui keapaanNya adalah Fungsional. Didalam Fungsional yang menjadi sumber-sumber ilmu adalah Alkitab. Kesulitan dalam memakai kedua Kristologi ini adalah ketika kita selalu diskusi tentang Tabiat hakekat, padahal kita diskusi tentang fungsional (fungsinya). Pada saat kita bicara tentang ontologis, maka kita berbicara tentang Hakekat. Ketika kita berbicara mengenai Fungsional, maka kita bahas adalah karya-karya Yesus Kristus.[8]


2.3.Kristologi Fungsional
Kristologi fungsional adalah yang menekankan pada apa yang dikerjakan atau karya Yesus bagi manusia.[9] Dasar Perjanjian Baru dapat disimpulkan dengan pernyataan bahwa Allah melalui Ysesus Kristus telah mengerjakan keselamatan bai umat manusia. Dalam hal ini Perjanjian Baru lebih menekankan peranan Kristus daripada hakikat-Nya, lebih menonjolkan perbuatan-Nya daripada keberadaan-Nya, atau dengan kata lain, kesiapaan Yesus itu tampak melalui apa yang Dia perbuat dan hakikat-Nya diketahui hanya melalui karya keselamatan-Nya. Pribadi dan karya Kristus dalam Perjanjian Baru tidak digambarkan secara terpisah, tetapi dilihat dalam kesatuannya.[10]
Gelar-gelar Kristologis menjelaskan lebih terinci fungsi keselamatan itu. Jemaat pertama orang-orang Kristen Yahudi menguraikan karya Yesus secara khusus dengan gelar-gelar Kristus, Mesias dan Anak Manusia. Kekristenan Helenis menggambarkan Yesus terutama sebagai Tuhan dan Anak Manusia. Kita dapat juga membedakan gelar-gelar Kristus sebagai berikut: Gelar-gelar yang berhubungan dengan karya-karya Yesus sewaktu hidup-Nya adalah Nabi, Hamba Allah, Imam Besar, gelar-gelar yang terkait dengan karya-karya-Nya yang akan datang adalah Kristus, Anak Manusia. Gelar-gelar yang mencakup karya-karya Kristus yang sekarang adalah Tuhan dan Juruselamat, gelar-gelar yang menunjuk kepada pra-eksistensi-Nya adalah Firman, Anak Allah, dan Allah.[11] Kristologi fungsional dapat dilakukan dengan dua pendekatan dasariah, yaitu Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah.
Alkitab menyajikan 2 macam MKF (Metodologi Kristologi Fungsional), yaitu dari atas dan dari bawah. Metode Kristologi dari atas adalah metode yang menekankan Allah yang menjadi manusia. Sedangkan Metode Kristologi dari bawah adalah metode yang menekankan bahwa manusia yang menjadi Allah. Yang menekankan Kristologi dari atas adalah dari Injil Yohanes, sementara Kristologi dari bawah yang ditekankan adalah Synoptik (Matius, Markus, Lukas).[12]
2.3.1.      Metode Kristologi dari Atas
Kristologi dari atas adalah dikenal sebagai strategi dasar dan orientasi dari Kristologi Gereja abad permulaan.[13] Kristologi dari atas merupakan pendekatan Kristologi yang berpangkal pada Allah, yaitu Sang Putra atau Sang Sabda yang masuk ke dalam sejarah dan menjadi manusia. Maka dalam pendekatan ini sudah diandaikan akan adanya suatu pra-eksistensi Sang Putra, yaitu ketika Sang Putra bersama Bapa dan Roh Kudus sebelum peristiwa inkarnasi-Nya.[14] Kristologi dari atas yaitu “dari Allah menjadi manusia, bukanlah manusia yang menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia”. Secara keseluruhan disini terjadi suatu gerak yakni “gerak dari atas dan kembali ke atas”. Hal ini ditulis oleh Yohanes melalui kata-kata Yesus: “Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa” (Yoh. 16:28).[15]
Suatu Kristologi dari atas dalam teologi Protestan modern dikemukakan oleh Karl Barth. Pada periode dialektisnya Barth menegaskan bahwa dalam Kristus Allah bertemu dengan manusia dan bukan manusia yang menjumpai Allah. Kristus berasal dari atas dan bukan dari bawah.[16] Kristologi dari atas yaitu dari Allah menjadi manusia, bukanlah manusia yang menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia. Pemikiran itu berpangkal pada Allah dan dari situ sampai kepada Yesus dari Nazaret. Maka tampillah pikiran bahwa tokoh yang dikenal sebagai Yesus sebenarnya sebelumnya sudah ada pada Allah. Dari Allah sebagai tokoh Ilahi, Ia “turun” menjadi manusia. Sejak awal Ia sudah berada, tetapi pada saat tertentu Ia tampil di bumi sebagai manusia. Setelah tugas-Nya selesai, Ia “kembali” kepada tempat asal dan keadaan-Nya semula.[17] Allah yang menjadi Maha Esa dari Perjanjian Lama melalui dan dalam Yesus Kristus mendekati manusia dan memasuki situasi, keadaan manusia. Dari Allah sebagai tokoh Ilahi Ia “turun” menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Sejak awal Ia sudah berada, tetapi pada saat tertentu Ia tampil di bumi sebagai manusia. Kristologi dari atas terutama ditemukan dalam karangan-karangan Perjanjian Baru yaitu injil Yohanes. Yohanes berbicara tentang Firman yang sejak awal berada pada Allah dan adalah Ilahi, lalu menjadi daging; Anak Manusia turun dari Sorga. Ia kembali kepada Bapa dan kepada kemuliaan-Nya. Kristologi dari atas menekankan ciri Ilahi Kristus dan memperlihatkan bahwa Kristus secara dasariah berbeda dengan manusia lain.[18] Yohanes menegaskan ke-Ilahian Yesus dalam kalimatnya, “Firman itu adalah Allah” (Yoh. 1:1).[19] Penekanan bahwa Yesus Kristus berasal dari atas terlihat dari pra-eksistensi yaitu mengikuti struktur dari atas ke bawah yang bersumber dari Yohanes dan Paulus (Yoh. 1:1, 2 Kor. 8:9). Pra-eksistensi Yesus tercermin dalam laporan tentang ajaran Yesus sendiri (Yoh. 8:58).[20]
Didalam Kitab Yohanes tidak ada dijelaskan bahwa Yesus naik ke sorga. Janji keselamatan yang disampaikan oleh Yohanes adalah bahwa Allah harus turun kedunia.[21]
Adapun ciri khas Kristologi dari atas yaitu, sebagai berikut:[22]
a.       Landasan untuk memahami Kristus bukanlah Yesus yang pernah hidup dalam sejarah, melainkan pengumuman Gereja mengenai Kristus.
b.      Dalam menyusun suatu Kristologis, terdapat kecenderungan untuk lebih memperhatikan karya tulisan Paulus dan Injil Yohanes dibandingkan dengan ke-tiga injil lainnya. Tulisan-tulisan Paulus berisi tafsiran-tafsiran teologis yang lebih jelas, sedangkan ke-tiga injil sinoptis lebih tentang laporan yang lazim saja tentang tindakan dan ajaran Yesus.
c.       Iman kepada Kristus tidak dilandaskan pada bukti rasional juga tidak disahkan olehnya. Iman tersebut tidak mungkin dibuktikan secara ilmiah. Isi dari iman terletak di luar wawasan ilmiah dan penelitian sejarah sehingga dengan demikian tidak dapat dibuktikan.

2.3.2.      Metode Kristologi dari Bawah
Kristologi dari bawah berarti bahwa refleksi eksistensial umat beriman sekitar Yesus Kristus pada pangkal pada pengalaman dengan Yesus selagi hidup didunia. Yesus dialami sebagai manusia di tengah manusia lain dan Ia mengalami nasib buruk seperti yang dapat menimpa manusia fana. Ada sesuatu didalam Yesus yang membedakannya. Dalam refleksi umat beriman itu Yesus yang selagi hidup dialami sebagai manusia, setelah wafat ternyata bukan manusia belaka. Ternyata bahwa manusia Yesus dari Nazaret setelah wafat menjadi ilahi. Ternyata Yesus secara menyeluruh adalah manusia.[23] Kristologi dari bawah dikemukakan oleh Paul Tillich. Sesuai dengan teologi korelasinya Tillich dalam Kristologi juga bertitik tolak dari situasi manusia. Penebusan hanya dapat dikerjakan oleh “seorang yang mengambil bagian secara penuh dalam situasi manusia, bukan oleh seorang dewa yang berjalan di atas bumi”. Gagasan Tillich didasarkan atas pandangan bahwa di dalam Yesus Kristus “gambar kemanusiaan yang hakiki sudah terwujud di bawah kondisi-kondisi eksistensi”. Yesus hidup di bawah kondisi-kondisi manusia yang jatuh, namun Ia menampakkan gambar Allah yang menjadi tujuan penciptaan manusia pada mulanya. Tillich melihat adanya suatu paradoks di dalam eksistensi Yesus, yaitu bahwa Dia merupakan gambar asali manusia dan sekaligus mengambil bagian dalam gambarnya yang sudah berubah bentuk, sehingga di dalam Dia terwujud secara serentak manusia yang  “esensial” dan “eksistensial”. Yesus adalah manusia yang tidak lagi hidup dalam pengasingan dari diri sendiri, melainkan dalam kesatuan dengan diri sendiri, dunia dan terutama dengan Allah. Fungsi Kristus adalah membawa “keberadaan baru” dan dengan demikian membawa penebusan dari “keberadaan yang lama”. Karya penebusan Yesus membatalkan dan mengatasi peralihan dari esensi ke eksistensi. Justru sebagai manusia dan bukan sebagai Allah, Yesus dapat menemani manusia pada jalan menuju pengasingan dan sekaligus membawanya kembali pada hidup di dalam persekutuan dengan Allah. Paradoks penjelmaan esensi di bawah kondisi-kondisi eksistensi, menurut Tillich, tampak di dalam Salib dan kebangkitan Yesus. Salib menunjukkan bahwa Yesus menaklukkan diri terhadap kondisi-kondisi eksistensi, sedangkan kebangkitan melambangkan kemenangan-Nya terhadap kondisi-kondisi tersebut.[24]
Dalam refleksi umat beriman Yesus yang selagi hidup dialami sebagai manusia, setelah wafat ternyata bukan manusia belaka Ia dapat dinilai sebagai seorang nabi, namun tidak sama dengan nabi lain. Setelah Yesus wafat, Ia sangat dekat dengan Allah dan tetap berpengaruh di dunia, maka dalam Kristologi dari bawah manusia Yesus dari Nazaret setelah wafat menjadi Ilahi. Dalam Kisah Para Rasul 2:36, menegaskan bahwa Yesus setelah wafat oleh Allah dijadikan, ditinggikan menjadi Tuhan dan Kristus. Selanjutnya mulai disadari bahwa dasar pengilahian (fungsional) Yesus itu sudah terdapat pada Yesus selagi hidup di dunia, sejak dibaptis oleh Yohanes. Jadi, jalan pemikiran dari bawah itu seolah-olah naik dari bawah (manusia) ke atas (Allah). Kristologi dari bawah itu sepenuhnya dapat mengevaluasikan manusia Yesus serta hal ikhwal-Nya. Yesus secara menyeluruh manusia, meskipun bukan manusia “biasa”.[25] Ia digambarkan sebagai manusia terlihat bahwa Ia lahir dari seorang perempuan bernama Maria. Tetapi Ia tidak dari hasil persetubuhan.[26] Ia merasa haus dan lelah (Yoh. 4:6-7), Ia merasakan kedukaan manusia dan Ia menangis (Yoh. 11:33-35).[27] Dan pendekatan dari bawah ditemukan terutama dalam Injil-injil sinoptik (Matius, Markus, Lukas), dalam Kisah Para Rasul dan beberapa karangan Paulus.[28]

Injil Lukas menceritakan kisah percintaan Yusuf dan Maria. Dalam kisah mereka terdapat oknum ketiga. Diceritakan bagaimana proses perkawinan dan diceritakan bagaimana proses kelahiran Yesus Kristus. Lukas juga menceritakan masa kanak-kanakNya, bagaimana tanggungjawabNya. AyahNya cepat mati dan Dia mempunyai saudara laki-laki dan perempuan, dan tanggngjawabNya kepada orangtuaNya. Namun saudara-saudaraNya tidak memberikan dukungan kepadaNya. Yesus sangat mencintai ibuNya dan memeberikannya kepada Yohanes, dan pada saat itulah ibuNya tinggal dirumah Yohanes (Yoh. 19:27). Keahlian Yesus tidak dipentingkanNya kepada diriNya sendiri, ataupun kepada keluargaNya, melainkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Dia tidak mendekatkan diri kepada wahyu-wahyu, tetapi Ia mendekatkan diri kepada masyarakat kecil. Dia sangat setia kepada komunitas yang dibuatNya kepada murid-muridNya. Dia juga tat kepada perintahNya, dimana Dia akan dihukum atas hukuman pemerintah. Diatas itu, Dia juda adalah seorang Agamawan yang terkemuka. Usia 12 tahun Dia sudah mampu menjelaskan Kitab Suci didepan guru agama-agama, mempercakapkan apa yang diketahui tentang Kitab Suci. Dia juga adalah seorang anak yang mempunyai keyakinan tinggi. Akhirnya Dia ditangkap, menyatakan bahwa Ia akan dihukum mati, dikuburkan, bangkit, menampakkan diri, dan naik ke sorga.
Manfaat bagi kita mempelajari kedua metode ini adalah ketika kita ingin menyapa pergumulan jemaat ataupun keluarga, kita tak hanya menekankan aspek atas, melainkan aspek bawah dan aspek bawah itu juga juga harus terlihat.[29]
III.             Kesimpulan
Dari pemaparan di atas maka dapat saya simpulkan bahwasanya, Kristologi fungsional adalah yang menekankan pada apa yang dikerjakan atau karya Yesus bagi manusia. Kristologi fungsional dapat dibagi menjadi dua, yaitu Kristologi “dari atas” dan “dari bawah”. Kristologi dari atas yaitu “dari Allah menjadi manusia, bukanlah manusia yang menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia”. Secara keseluruhan disini terjadi suatu gerak yakni “gerak dari atas dan kembali ke atas”. Hal ini ditulis oleh Yohanes melalui kata-kata Yesus: “Aku datang dari Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa” (Yoh. 16:28). Kristologi dari atas juga dikemukakan oleh Karl Barth, bahwa dalam Kristus Allah bertemu dengan manusia dan bukan manusia yang menjumpai Allah. Sedangkan Kristologi dari bawah bahwa Yesus digambarkan sebagai manusia terlihat bahwa Ia lahir dari seorang perempuan bernama Maria. Sedangkan Kristologi dari bawah sepenuhnya dapat mengevaluasikan manusia Yesus serta hal ikhwal-Nya. Yesus secara menyeluruh manusia, meskipun bukan manusia “biasa”. Kristologi dari bawah dikemukakan oleh Paul Tillich. Sesuai dengan teologi korelasinya Tillich dalam Kristologi juga bertitik tolak dari situasi manusia. Penebusan hanya dapat dikerjakan oleh “seorang yang mengambil bagian secara penuh dalam situasi manusia”.
IV.              Daftar Pustaka
Banawiratma, J.B., Kristologi dan Allah Tritunggal, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Borg, Marcus J., Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
Dister, Nico Syukur , Kristologi Sebuah Sketsa, Yogyakarta: Kanisius, 1993
Eldon Ladd, George, Teologi Perjanjian Baru jilid I, Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 2002
Erikson, Millard J., Teologi Kristen, Jilid II, Malang: Gandum Mas, 2003
Heuken, A., Ensiklopedia Gereja volume III, Jakarta: Cipta Lokal Caraka, 1993
Lumintang, Stevri Indra, Teologi Abu-Abu Pluralisme Agama, Malang: Gandum Mas, 2004
Martasudjita, Emanuel, Pokok-Pokok Iman Gereja, Yogyakarta: Kanisius, 2013
Rekaman catatan Dosen Kelas II A, 5 Mei 2015
Wongso, Peter, Kristologi Doktrin Tentang Kristus), Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990


[1] Nico Syukur Dister, Kristologi Sebuah Sketsa, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 21
[2] A. Heuken, Ensiklopedia Gereja volume III, (Jakarta: Cipta Lokal Caraka, 1993), 38
[3] Nico Syukur Dister, Kristologi Sebuah Sketsa, 28
[4] Rekaman catatan Dosen Kelas II A, 5 Mei 2015
[5] Stevri Indra Lumintang, Teologi Abu-Abu Pluralisme Agama, (Malang: Gandum Mas, 2004), 244
[6] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 113-114
[7] Marcus J. Borg, Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali, (Jakarta: BPK GM, 1997), 49-50.
[8] Rekaman catatan Dosen Kelas II A
[9] Stevri Indra Lumintang, Teologi Abu-Abu Pluralisme Agama, 143
[10] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 113-114
[11] Ibid, 114
[12] Rekaman catatan Dosen Kelas II A
[13] Millard J. Erickson, Christian Theology, 665
[14] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 122
[15] Emanuel Martasudjita, Pokok-Pokok Iman Gereja, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), 112
[16] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 122
[17] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, (Yogyakarta: Kanisius, 1986 ), 31
[18] Ibid, 31
[19] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid I, (Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 2002), 333
[20] Ibid, 321
[21] Rekaman catatan Dosen Kelas II A
[22] Millard J. Erikson, Teologi Kristen, Jilid II, (Malang: Gandum Mas, 2003), 295
[23] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 30
[24] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 123-124
[25] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 29-30
[26] Peter Wongso, Kristologi (Doktrin Tentang Kristus), (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990), 62
[27] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid I, 335
[28] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 30
[29] Rekaman catatan Dosen Kelas II A

No comments:

Post a Comment