Kata Inspisari Terindah

Orang Malas Tidak Akan Menangkap Buruannya, Tetapi Orang Rajin Akan Memperoleh Harta Yang Berharga (Amsal 12 : 27) By : Bona Sumbayak
ff

Wednesday 20 May 2015

Kontroversi Augustinus, Pelagianisme dan Semi Pelagianisme



Kontroversi Augustinus, Pelagianisme dan Semi Pelagianisme
I.                   Pendahuluan
Pada saat ini kita akan membahas tentang kontroversi Augustinus, Pelagianisme dan Semi Pelagianime. Sebenarnya Kontrovesi ini beranjak dari Kontroversi Yesus dengan orang Yahudi. Kemudian sampai kepada Paulus pengikut Yesus melawan Yahudisme yang percaya kepada Yesus, sampai dengan zaman Bapa-bapa gereja kontroversi ini terus terjadi. Dimana ketika sampai ke Zaman Bapa-bapa Gereja, apa yang diajarkan Paulus seolah-olah hilang, justru pada saat itu ajarannya seolah-olah berbaur Yudaisme. Kemudian berkembanglah pada saat itu ada 3 (tiga) aliran teologis:
1.      Moralisme
2.      Intelektualisme
3.      Sakramentalisme.
Ini terjadi karena pada kenyataannya pada saat itu mereka lebih berfokus kepada apa bukti tanda kepercayaan itu, agar mereka melihat tanda keselamatan. Sejak dari masalah ini pendapat-pendapat orang tentang keselamatan beredar terkhusus Augustinus, Pelagiius dan kemudian disusul oleh Semi Pelagianisme. Hingga masuk dalam pembahasan kita kali ini, kontroversi Augustinus, Pelagius dan Semi Pelagianisme. Semoga dengan paper ini kita semakin memahami bagaimana Kontroversi pada saat itu.
II.                Pembahasan
2.1   Augustinus dengan pemahamannya
Augustinus merupakan seorang bapa gereja yang pandangan-pandangan teologinya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Ia dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada tanggal 13 november 354. Ayahnya bernama Patricius, seorang  kafir, dan ibunya bernama Monnica, seorang ibu yang saleh dan penuh kasih.[1] Dalam tulisan-tulisannya ia mengemukakan argumentasi bahwa manusia mempunyai kebebasan kehendak. Dosa tidak diciptakan oleh Allah dan juga tidak sama kekal seperti Allah, tetapi timbul karena penyalahgunaan kehendak bebas. Kehendak itu bebas, tidak dipaksakan,dan oleh sebab itu kita bertanggung jawab atas perbuatan kita.
 Pada awal kekristenannya, Augustinus percaya bahwa kita memerlukan kasih karunia Allah, yaitu pertolongan batin dari Roh Kudus,untuk hidup sebagai orang Kristen. Tetapi ia juga percaya bahwa orang yang tidak percaya tanpa bantuan dan atas kemauannya yang bebas mampu mengambil langkah pertama untuk berbalik kepada Allah. Dengan kata lain, Allah memberi kasih karunianya (atau Roh Kudus) kepada mereka yang menanggapi Ijil dengan iman. Namun setelah beberapa tahun Augustinus sampai pada pengertian anugrah yang lebih mendalam. Ia sadar bahwa iman pun merupakan karunia Allah, hasil pekerjaan rahmat-Nya.
Keselamatan merupakan seluruhnya karunia Allah dari mula dan seterusnya. Karunia itu tidak diberikan kepada semua orang dan juga tidak semua orang dipercaya. Karunia itu diberikan kepada mereka yang dipilih oleh Dia-umat pilihan-Nya. “Jadi hal itu tidak bergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi pada kemurahan hati Allah”( Rm. 9:16)[2]Tidak seorang pun, dengan kemauannya sendiri dapat melepaskan diri dari rentetan kejahatan dosa dan kehendak untuk berbuat dosa.
Keselamatan dari status keberdosaan ini hanya mungkin melalui anugerah, tetapi suatu anugerah yang seluruhnya didasarkan pemilihan Allah. Pemilihan ini mendahului setiap jasa atau pahala pada pihak  manusia. Pemilihan ilahi, dengan demikian bersifat menentukan. Hanya  kehendak itu sendiri mesti memiliki kemauan, karena tanpa kemauan ini maka pemberian anugerah akan menjadi sia-sia. Bagi Augustinus hakikat dosa bersifat ganda, pada satu pihak adalah kecongkakan, dan pada pihak lain adalah nafsu. Dalam status aslinya manusia dapat menghindari dosa. Tidak hanya dengan cara membutuhkan kehendak saleh terus-menerus, tetapi juga bantuan anugerah ilahi.
 Tetapi karena kecongkakannya, Adam tidak hanya mau berpegang pada Allah tetapi ia juga mau mengikuti kehendak hainya sendiri. Akibatnya adalah kejatuhan, dimana Adam kehilangan anugerah ilahi. Karena adam bukanlah sekedar seorang individu, tetapi juga nenek moyang dari seluruh umat manusia, maka ini mengimplikasikan bahwa seluruh anak cucunya juga harus tetap berada dalam kondisi keberdosaan yang sama. Bahkan Augustinus berkata bahwa hakikat manusia telah dirusah oleh dosa.[3]
Augustinus awalnya menganut pemikiran tertulianus, tetapi setelah ia menemukan dan membaca kitab Roma, sejak itu ia berubah total. Dengan demikian ajaran Paulus kembali muncul.
Dan dengan jelasnya Augustinus menekankan bahwa:
1.       Akibat dosa  Adam semua manusia berdosa (dosa warisan).
2.      Menurut Augustinus kejatuhan manusia ke  dalam dosa mengakibatkan kodrat /kehendak bebas manusia menjadi mati
2.2   Pelagius dengan pemahamannya
Pelagius adalah seorang rahib awam yang dilahirkan kira-kira pada abad pertengahan abad ke-4.di Inggris. Ia belajar teologi Yunani, terutama teologi mazhab Antiokia. Pada tahun 400 Pelagius ditemukan ada di Roma.[4] Ia tidak mau menerima bahwa seluruh keturunan Adam dihinggapi dosa dan kesalahan akibat perbuatan manusia pertama itu.[5]Pandangan-pandangannya mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan orang-orang kafir yang terdidik pada masa itu ,dan agaknya ia juga mendapatkan banyak penganut dilapisan yang tidak terlalu ketat aturan hidupnya dalam gereja. Melalui kata-kata baik yang diucapkan maupun yang ditulis, Pelagius berupaya memenangkan pengikut-pengikut bagi konsepsinya untuk mengikuti Kristus dengan kesungguhan.[6]
Ia mulai menulis tafsiran singkat surat-surat Paulus. Ia berhasil mentobatkan seorang ahli hukum yang bernama Coelestinus. Pelagius bersama Coelestinus meninggalkan Roma dan pergi ke Kartago. Disana Pelagius menyebarkan ajaran-ajarannya serta mendapat banyak pengikut. Ajaran-ajaran Pelagius menimbulkan keributan di Kartago. Augustinus uskup Hippo-Regius, melawan keras ajaran-ajaran Pelagius. Di Kartago diadakan sebuah konsili lokal yang menyatakan bahwa tujuh pokok ajaran Pelagius sesat. Pokok- pokok itu adalah:
1.      Adam diciptakan untuk mati dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa. Kematian bukanlah akibat dosa.
2.      Kejatuhan Adam ke dalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi keturunannya.
3.      Anak-anak yang dilahirkan tidak berdosa.
4.      Anak–anak yang tidak dibabtiskan dan meninggal pada masa bayi tetap memperoleh keselamatan.
5.       Manusia mati bukan karena kejatuhan Adam ke dalam dosa dan manusia bangkit dari antara orang mati bukan didasarkan pada kebangkitan Kristus.
6.      Hukum Taurat dapat memimpin orang ke dalam Kerajaan Surga sama seperti injil.
7.      Sebelum Kristus ada orang yang berdosa.[7]
Pusat teologi Pelagius adalah pandangannya mengenai kemaha-hadiran dan  kebenaran Allah. Pelagius hanya mempunyai perhatian terhadap satu hal : menjadikan semua orang Kristen pada zamannya sadar akan tuntutan Allah bagi suatu kehidupan yang kudus, dan menjadikan setiap individu tiba pada keinsyafan, bahwa apabila ia mempunyai tanggung jawab maka ia akan mempunyai kemungkinan untuk memutuskan hukum ilahi. Menurut dia, setiap orang dapat kembali kepada Allah secara benar. Bahkan suatu kehidupan tanpa dosa tidaklah berada diluar jangkauan kemungkinan ini, walaupun mungkin sangat boleh jadi bahwa tidak seorang pun yang hidup tanpa dosa.
Pelagius menolak pendapat bahwa ada sesuatu yang dipahami sebgai dosa warisan yang diwarisi oleh seetiap manusia dari Adam dengan cara reproduksi seksual. Menurut Pelagius, tidak mungkin Allah menanggungkan dosa terhadap seseorang, dosa yang diperoleh dari orang lain,kalau ia bersedia mengampuni dosa-dosa yang orang itu sendiri perbuat.[8] Keselamatan yang kekal itu diperoleh manusia selaku pahala karena amal dan kebajikannya yang dilakukan manusia menurut kehendak yang bebas. Jadi rahmat tidak dianggapnya sebagai suatu kuasa rohani dari sorga yang bekerja dalam hati manusia.[9]
Dengan jelasnya Pelagius menekankan :
1.      Bahwa manusia itu dari kemampuannya sendiri dapat mengupayakan keselamatan sendiri.
2.      Mengenai dosa, menurutnya ia menganggap bahwa dosa adam tidak berakibat pada keturunannya. Dosa adam,hanyalah dosa adam pribadi. Karena dosa menurutnya ialah hal yang bukan mewariskan, tetapi dosa ialah akibat pelanggaran yang ditanggung sendiri. Oleh karena itu menurut Pelagius tidak ada warisan, sebagaimana Adam dan Hawa diciptakan tanpa dosa demikian juga manusia yang lahir tanpa dosa, seperti kertas putih. Tetapi ketika ia berbuat pelanggaran ia telah berbuat dosa.
3.      Menurut Pelagius dosa adam tidak berakibat kepada manusia (sehat saja), mutlak kodrat (kekuatan manusia, inisiatif /tergantung kepada manusia itu sendiri).[10]

2.3  Semi  Pelagianisme dengan pahamnya
Ajaran Pelagius ditolak oleh Gereja, pertama kalinya di Carthago pada tahun 418[11], kemudian ajaran Augustinus tidak sepenuhnya di dogmanisasi (tidak sepenuhnya di jadikan ajaran resmi Gereja) oleh karena itu terbuka peluang bagi Augustinus. Kartago memenangkan Augustinus., kaum moralisme betul- betul merasa keberatan. Pimpinan Gereja menyatakan bahwa Pelagianisme sesat bertolak dari gagasan Pelagius bahwa manusia dengan kekuatannya sendiri dapat meghindari dosa dan hidup sempurna, asal diberi ajaran dan contoh yang baik. Dengan demikian,Pelagianisme memperlemah dan meremehkan ajaran gereja tentang dosa asal sebagai ketidakmampuan asasi dari pihak manusia untuk berhubungan dngan Tuhan, dan tentang mutlak perlunya penebusan Kristus bagi semua orang.
Berlainan dengan pandangan Gereja resmi bahwa penebusan kita oleh Tuhan berarti kelahiran kembali dari dalam maut kepada kehidupan, Pelagianisme melihat penebusan cuma sebagai pengangkatan kehidupan sampai ke taraf yang lebih tinggi dan menganggap Sakramen Babtis tidak mutlak perlu walau berguna karena mengangkat orang menjadi anggota Gereja yang terpanggil menjadi warga kerajaan surga[12]
Kemudian banyak juga orang dalam Gereja yang keberatan terhadap theologia Augustinus. Jikalau keselamatan hanya beralaskan pemilihan dan rahmat, dimanakah tanggung- jawab manusia? Satu abad lamanya (429-529) perselisihan ini memanaskan hati ahli-ahli theologia di Barat[13].  Karena itu, mereka mencari jalan tengah antara Augustinus dan Pelagius[14]. Di Gallia Selatan timbul ajaran dari semi (setengah) pelagian,yang mencari suatu jalan kompromi supaya moralisme Kristen dapat dipertahankan[15].
  Karena dari kaum Moralisme yang merasa keberatan pada saat. Mereka menganggap bahwa kalau keselamatan itu karena Anugerah Tuhan, maka dimana letak tanggung jawab manusia? Apakah disiplin yang selama ini dibawa kaum moralisme menjadi sia-sia?. Oleh karena ini kaum moralisme menyampaikan Ajarannya Semi Pelagianisme. Semi Pelagianisme mengakui bahwa dosa ada berakibat secara komunal keturunannya, dengan demikian Semi Pelagianisme juga mengakui semua manusia berdosa.[16] Semi Pelaginisme merupakan suatu ajaran yang muncul pada abad ke-4 dan ke-5. Ajaran ini berada di antara ajaran Augustinus dan Pelagianisme. Menurut ajaran ini, untuk mencapai keselamatan, kehendak manusialah yan pertama-tama berperan. Rahmat Allah hanya ditambahkan kemudian[17]. Kata mereka: oleh jatuhnya Adam kehendak manusia hanya dilemahkan saja, sehingga manusia dapat berbuat baik lagi. Ia tidak mati (Augutinus) dan tidak pula sehat (Pelagius) melainkan sakit. Oleh karena itu kekuatan manusia tidak cukup untuk mencapai keselamatan itu. Ia memerlukan bantuan rahmat Tuhan[18].
 Tetapi sekali sembuh, ia dapat menjalankan kehidupan Kristiani dengan kekuatan sendiri, tanpa rahmat Allah. Dengan demikian, dalam semi Pelagianisme kata pertama dan terakhir ada pada manusia, bukan pada rahmat Allah[19]. Dengan kata lain manusia selamat tidak hanya bergantung kepada Rahmat Allah dan juga tidak bergantung sepenuhnya kepada manusia, tetapi terjadi oleh karena sinergisme Antara Rahmat Allah dan kodrat manusia. Dalam hal sinergisme itu manusia lah yang mengambil prakarsa Apakah ia memerlukan Rahmat Allah, atau tidak. Yang memulai kerjasama itu adalah manusia.[20]
.  Tetapi dengan keterangan ini mereka belum juga memutuskan masalah, bagaimana pemilihan manusia oleh Tuhan dan tanggung jawab mnusia dan disesuaikan satu sama lain.[21] Bukan hanya Pelagianisme, juga Semipelagianisme dinyatakan oleh Magisterium Ecclesiasticum( Kuasa Mengajar Gereja)[22]. Permasalahan ini dibawa ke sinode Orange, keputusan Sinode ini sama dengan kartago , nama semi Pelagianisme dikutuk, nama Augustinus dimenangkan.[23]
III.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman Augustinus, Pelagius, serta Semi Pelagianisme tidak diterima oleh gereja, ajaran mereka ditolak dan dianggap sesat. Karena ajaran yang mereka kemukakan itu tidak sesuai, sehingga dibawa pada Konsili Kartago dan Orange.
IV.              Daftar Pustaka
Berkhof, H, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM,2012           
Dister, Nico Syukur, Teologi Sistematika 2, Yogyakarta:Kanisius,2004
Lane, Tony , Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, Jakarta: BPK-GM,2012
Lohse, Bernhard,  Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2011
Wellem, F.D,  Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-GM,2011
Wellem, F. D,  Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja Jakarta: BPK-GM, 2011



[1] F. D Wellem, Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja (Jakarta:BPK-GM,2011), 23
[2] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani,( Jakarta: BPK-GM,2012), 39-42
[3] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,( Jakarta: BPK-GM, 2011),142-143
[4] F. D Wellem, Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja,157
[5] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM,2000),82
[6] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,135
[7] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja,157-158
[8] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,136-137         
[9] H.Berkhof, Sejarah Gereja,(jakarta: BPK-GM,2012) , 69
[10] Pardomuan Munthe, Ringkasan Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[11] H.Berkhof, Sejarah Gereja,(jakarta: BPK-GM,2012) , 69
[12]  Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, ( Yogyakarta:Kanisius,2004),162
[13]  H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69
[14] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, 162
[15]  H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69-70
[16] Pardomuan Munthe, Ringkasan Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[17] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, ( Jakarta:BPK-GM,2011),415
[18] H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69-70        
[19]  Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, ( Yogyakarta:Kanisius,2004),163
[20] Pardomuan Munthe, Ringkasan Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[21] H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69-70        
[22]  Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, 163
[23] Pardomuan Munthe, Ringkasan Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014

No comments:

Post a Comment