METODOLOGI KRISTOLOGI
Metode Kristologi
Fungsional: “Dari Atas” dan “Dari Bawah”
I.
Pendahuluan
Pada
pertemuan kita kali ini, kita akan membahas mengenai Metodologi Kristologi
Fungsional Dari Atas dan Dari Bawah. Kristologi merupakan hal yang penting
untuk kita pelajari, apalagi selaku kita mahasiswa dan mahasiswi teologi.
Dimana metode Kristologi fungsional ini kita akan mempelajari mengenai
karya-karya Yesus selama Ia ada di Dunia ini. Untuk lebih jelasnya mari kita
membahasnya secara bersama-sama. Semoga kita dapat mengerti.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Metode
Kristologi
Metode
Kristologi terdiri dari dua kata, yaitu metode dan Kristologi. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta dan hodos yang artinya “menurut jalan”.[1]
Kristologi juga berasal dari bahasa Yunani yaitu kristos dan logos yang
artinya ilmu pengetahuan atau doktrin mengenai pribadi Kristus.[2]
Jadi, dapat diartikan bahwa metode Kristologi adalah suatu cara yang digunakan
untuk mempelajari ataupun memahami tentang Kristus bagi kita sebagai orang yang
percaya kepada-Nya dan tugas Kristologi umumnya adalah merenungkan, menyelidiki
dan mengutarakan keyakinan beriman kita terhadap Yesus dalam Kristus Tuhan.[3]
Metode yaitu cara mengrtahui.[4]
2.2. Latar Belakang Metode
Kristologi
Kristologi
merupakan soal khusus dalam Kristiani. Di dalam pemahaman Kristologi ditanyakan
bagaimana yang ilahi dan insani yang berhubungan satu sama lain yakni di dalam
Yesus Kristus.[5]
Permasalahan Kristologi muncul setelah permasalahn Trinitas yang mempertanyakan
tentang tabiat Yesus, mengenai ke-Allahan dan ke-manusiaan-Nya. Hal tersebut
mempersoalkan apakah Yesus adalah Allah dan bagaimana hubungan antara
ke-Allahan-Nya dan ke-manusiaan-Nya.[6]
Akar persoalan Kristologi sebenarnya telah dimulai sejak gereja mula-mula.
Persoalan studi Kristologi terus berkembang sampai pada zaman Thomas
Aquinas dan Reformasi, bahkan sampai pada zaman setelah reformasi. Persoalan
Kristologi kembali hangat dipersoalkan pada zaman setelah Reformasi yaitu zaman
rasionalisme abad XVII dan pencerahan abad XVIII, serta romantisisme abad XIX
bahkan sampai pada abad XX. Pada waktu itu, teologia telah dipengaruhi oleh
filsafat rasionalisme dan sekularisme Barat.[7]
Pertanyaan
mengenai “Siapakah Yesus Kristus?”, adalah pertanyaan yang penting dijawab oleh
orang beriman. Yesus sendiri telah mengajukan pertanyaan tersebut kepada
murid-murid-Nya: “Tetapi siapakah Aku ini?” Lalu Petrus menjawab “Engkau adalah
Mesias” (Mrk. 8:29). Di dalam Yohanes 11:27, Marta menjawab “Ya, Tuhan, aku
percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam
dunia.”
Ada 2 hal
yang perlu diketahui dari Yesus Kristus yaitu, pertama tentang Kesiapaan Yesus
Kristus; kedua, apa dan bagaimana.
·
Dari “kesiapaan” yang perlu
diketahui adalah: 1) hakekat KeallahanNya, 2) tabiatNya, 3) KehendakNya.
·
Dari kesiapaan yang perlu diketahui
adalah karya, peranan, dan manfaatnya bagi kita atau dunia.
Metode
Kristologi digunakan untuk memecahkan (mengetahui) kesiapaan Yesus Kristus adalah
Ontologis. Dalam Ontologis yang menjadi sumber-sumber ilmu adalah sidang
orang-orang percaya, (Konsili). Sedangkan Metode Kristologi yang digunakan untuk mengetahui
keapaanNya adalah Fungsional. Didalam Fungsional yang menjadi sumber-sumber
ilmu adalah Alkitab. Kesulitan dalam memakai kedua Kristologi ini adalah ketika
kita selalu diskusi tentang Tabiat hakekat, padahal kita diskusi tentang
fungsional (fungsinya). Pada saat kita bicara tentang ontologis, maka kita
berbicara tentang Hakekat. Ketika kita berbicara mengenai Fungsional, maka kita
bahas adalah karya-karya Yesus Kristus.[8]
2.3.Kristologi Fungsional
Kristologi fungsional adalah yang
menekankan pada apa yang dikerjakan atau karya Yesus bagi manusia.[9]
Dasar Perjanjian Baru dapat disimpulkan dengan pernyataan bahwa Allah melalui
Ysesus Kristus telah mengerjakan keselamatan bai umat manusia. Dalam hal ini
Perjanjian Baru lebih menekankan peranan Kristus daripada hakikat-Nya, lebih
menonjolkan perbuatan-Nya daripada keberadaan-Nya, atau dengan kata lain,
kesiapaan Yesus itu tampak melalui apa yang Dia perbuat dan hakikat-Nya
diketahui hanya melalui karya keselamatan-Nya. Pribadi dan karya Kristus dalam
Perjanjian Baru tidak digambarkan secara terpisah, tetapi dilihat dalam
kesatuannya.[10]
Gelar-gelar Kristologis menjelaskan
lebih terinci fungsi keselamatan itu. Jemaat pertama orang-orang Kristen Yahudi
menguraikan karya Yesus secara khusus dengan gelar-gelar Kristus, Mesias dan
Anak Manusia. Kekristenan Helenis menggambarkan Yesus terutama sebagai Tuhan
dan Anak Manusia. Kita dapat juga membedakan gelar-gelar Kristus sebagai
berikut: Gelar-gelar yang berhubungan dengan karya-karya Yesus sewaktu
hidup-Nya adalah Nabi, Hamba Allah, Imam Besar, gelar-gelar yang terkait dengan
karya-karya-Nya yang akan datang adalah Kristus, Anak Manusia. Gelar-gelar yang
mencakup karya-karya Kristus yang sekarang adalah Tuhan dan Juruselamat,
gelar-gelar yang menunjuk kepada pra-eksistensi-Nya adalah Firman, Anak Allah,
dan Allah.[11]
Kristologi fungsional dapat dilakukan dengan dua pendekatan dasariah, yaitu
Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah.
Alkitab menyajikan 2 macam MKF
(Metodologi Kristologi Fungsional), yaitu dari atas dan dari bawah. Metode
Kristologi dari atas adalah metode yang menekankan Allah yang menjadi manusia.
Sedangkan Metode Kristologi dari bawah adalah metode yang menekankan bahwa
manusia yang menjadi Allah. Yang menekankan Kristologi dari atas adalah dari
Injil Yohanes, sementara Kristologi dari bawah yang ditekankan adalah Synoptik
(Matius, Markus, Lukas).[12]
2.3.1.
Metode
Kristologi dari Atas
Kristologi dari atas adalah dikenal sebagai strategi
dasar dan orientasi dari Kristologi Gereja abad permulaan.[13]
Kristologi
dari atas merupakan pendekatan Kristologi yang berpangkal pada Allah, yaitu
Sang Putra atau Sang Sabda yang masuk ke dalam sejarah dan menjadi manusia.
Maka dalam pendekatan ini sudah diandaikan akan adanya suatu pra-eksistensi
Sang Putra, yaitu ketika Sang Putra bersama Bapa dan Roh Kudus sebelum peristiwa
inkarnasi-Nya.[14]
Kristologi dari atas yaitu “dari Allah menjadi manusia, bukanlah manusia yang
menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia”. Secara keseluruhan disini
terjadi suatu gerak yakni “gerak dari atas dan kembali ke atas”. Hal ini
ditulis oleh Yohanes melalui kata-kata Yesus: “Aku datang dari Bapa dan Aku
datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi kepada Bapa” (Yoh.
16:28).[15]
Suatu Kristologi dari atas dalam
teologi Protestan modern dikemukakan oleh Karl Barth. Pada periode dialektisnya
Barth menegaskan bahwa dalam Kristus Allah bertemu dengan manusia dan bukan
manusia yang menjumpai Allah. Kristus berasal dari atas dan bukan dari bawah.[16]
Kristologi dari atas yaitu dari Allah menjadi manusia, bukanlah manusia yang
menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia. Pemikiran itu berpangkal pada
Allah dan dari situ sampai kepada Yesus dari Nazaret. Maka tampillah pikiran
bahwa tokoh yang dikenal sebagai Yesus sebenarnya sebelumnya sudah ada pada
Allah. Dari Allah sebagai tokoh Ilahi, Ia “turun” menjadi manusia. Sejak awal
Ia sudah berada, tetapi pada saat tertentu Ia tampil di bumi sebagai manusia.
Setelah tugas-Nya selesai, Ia “kembali” kepada tempat asal dan keadaan-Nya
semula.[17]
Allah yang menjadi Maha Esa dari Perjanjian Lama melalui dan dalam Yesus
Kristus mendekati manusia dan memasuki situasi, keadaan manusia. Dari Allah
sebagai tokoh Ilahi Ia “turun” menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia.
Sejak awal Ia sudah berada, tetapi pada saat tertentu Ia tampil di bumi sebagai
manusia. Kristologi dari atas terutama ditemukan dalam karangan-karangan
Perjanjian Baru yaitu injil Yohanes. Yohanes berbicara tentang Firman yang
sejak awal berada pada Allah dan adalah Ilahi, lalu menjadi daging; Anak
Manusia turun dari Sorga. Ia kembali kepada Bapa dan kepada kemuliaan-Nya.
Kristologi dari atas menekankan ciri Ilahi Kristus dan memperlihatkan bahwa
Kristus secara dasariah berbeda dengan manusia lain.[18]
Yohanes menegaskan ke-Ilahian Yesus dalam kalimatnya, “Firman itu adalah Allah”
(Yoh. 1:1).[19]
Penekanan bahwa Yesus Kristus berasal dari atas terlihat dari pra-eksistensi
yaitu mengikuti struktur dari atas ke bawah yang bersumber dari Yohanes dan
Paulus (Yoh. 1:1, 2 Kor. 8:9). Pra-eksistensi Yesus tercermin dalam laporan
tentang ajaran Yesus sendiri (Yoh. 8:58).[20]
Didalam Kitab Yohanes tidak ada
dijelaskan bahwa Yesus naik ke sorga. Janji keselamatan yang disampaikan oleh
Yohanes adalah bahwa Allah harus turun kedunia.[21]
Adapun ciri khas Kristologi dari
atas yaitu, sebagai berikut:[22]
a. Landasan
untuk memahami Kristus bukanlah Yesus yang pernah hidup dalam sejarah,
melainkan pengumuman Gereja mengenai Kristus.
b. Dalam
menyusun suatu Kristologis, terdapat kecenderungan untuk lebih memperhatikan
karya tulisan Paulus dan Injil Yohanes dibandingkan dengan ke-tiga injil
lainnya. Tulisan-tulisan Paulus berisi tafsiran-tafsiran teologis yang lebih
jelas, sedangkan ke-tiga injil sinoptis lebih tentang laporan yang lazim saja
tentang tindakan dan ajaran Yesus.
c. Iman
kepada Kristus tidak dilandaskan pada bukti rasional juga tidak disahkan
olehnya. Iman tersebut tidak mungkin dibuktikan secara ilmiah. Isi dari iman
terletak di luar wawasan ilmiah dan penelitian sejarah sehingga dengan demikian
tidak dapat dibuktikan.
2.3.2.
Metode
Kristologi dari Bawah
Kristologi dari bawah berarti
bahwa refleksi eksistensial umat beriman sekitar Yesus Kristus pada pangkal
pada pengalaman dengan Yesus selagi hidup didunia. Yesus dialami sebagai
manusia di tengah manusia lain dan Ia mengalami nasib buruk seperti yang dapat
menimpa manusia fana. Ada sesuatu didalam Yesus yang membedakannya. Dalam
refleksi umat beriman itu Yesus yang selagi hidup dialami sebagai manusia,
setelah wafat ternyata bukan manusia belaka. Ternyata bahwa manusia Yesus dari
Nazaret setelah wafat menjadi ilahi. Ternyata Yesus secara menyeluruh adalah
manusia.[23]
Kristologi dari bawah dikemukakan oleh Paul Tillich. Sesuai dengan teologi
korelasinya Tillich dalam Kristologi juga bertitik tolak dari situasi manusia.
Penebusan hanya dapat dikerjakan oleh “seorang yang mengambil bagian secara
penuh dalam situasi manusia, bukan oleh seorang dewa yang berjalan di atas
bumi”. Gagasan Tillich didasarkan atas pandangan bahwa di dalam Yesus Kristus
“gambar kemanusiaan yang hakiki sudah terwujud di bawah kondisi-kondisi
eksistensi”. Yesus hidup di bawah kondisi-kondisi manusia yang jatuh, namun Ia
menampakkan gambar Allah yang menjadi tujuan penciptaan manusia pada mulanya.
Tillich melihat adanya suatu paradoks di dalam eksistensi Yesus, yaitu bahwa
Dia merupakan gambar asali manusia dan sekaligus mengambil bagian dalam
gambarnya yang sudah berubah bentuk, sehingga di dalam Dia terwujud secara
serentak manusia yang “esensial” dan
“eksistensial”. Yesus adalah manusia yang tidak lagi hidup dalam pengasingan
dari diri sendiri, melainkan dalam kesatuan dengan diri sendiri, dunia dan
terutama dengan Allah. Fungsi Kristus adalah membawa “keberadaan baru” dan
dengan demikian membawa penebusan dari “keberadaan yang lama”. Karya penebusan
Yesus membatalkan dan mengatasi peralihan dari esensi ke eksistensi. Justru
sebagai manusia dan bukan sebagai Allah, Yesus dapat menemani manusia pada
jalan menuju pengasingan dan sekaligus membawanya kembali pada hidup di dalam
persekutuan dengan Allah. Paradoks penjelmaan esensi di bawah kondisi-kondisi
eksistensi, menurut Tillich, tampak di dalam Salib dan kebangkitan Yesus. Salib
menunjukkan bahwa Yesus menaklukkan diri terhadap kondisi-kondisi eksistensi,
sedangkan kebangkitan melambangkan kemenangan-Nya terhadap kondisi-kondisi
tersebut.[24]
Dalam refleksi umat beriman
Yesus yang selagi hidup dialami sebagai manusia, setelah wafat ternyata bukan
manusia belaka Ia dapat dinilai sebagai seorang nabi, namun tidak sama dengan
nabi lain. Setelah Yesus wafat, Ia sangat dekat dengan Allah dan tetap
berpengaruh di dunia, maka dalam Kristologi dari bawah manusia Yesus dari
Nazaret setelah wafat menjadi Ilahi. Dalam Kisah Para Rasul 2:36, menegaskan
bahwa Yesus setelah wafat oleh Allah dijadikan, ditinggikan menjadi Tuhan dan
Kristus. Selanjutnya mulai disadari bahwa dasar pengilahian (fungsional) Yesus
itu sudah terdapat pada Yesus selagi hidup di dunia, sejak dibaptis oleh
Yohanes. Jadi, jalan pemikiran dari bawah itu seolah-olah naik dari bawah
(manusia) ke atas (Allah). Kristologi dari bawah itu sepenuhnya dapat mengevaluasikan
manusia Yesus serta hal ikhwal-Nya. Yesus secara menyeluruh manusia, meskipun
bukan manusia “biasa”.[25]
Ia digambarkan sebagai manusia terlihat bahwa Ia lahir dari seorang perempuan
bernama Maria. Tetapi Ia tidak dari hasil persetubuhan.[26]
Ia merasa haus dan lelah (Yoh. 4:6-7), Ia merasakan kedukaan manusia dan Ia
menangis (Yoh. 11:33-35).[27]
Dan pendekatan dari bawah ditemukan terutama dalam Injil-injil sinoptik
(Matius, Markus, Lukas), dalam Kisah Para Rasul dan beberapa karangan Paulus.[28]
Injil Lukas menceritakan
kisah percintaan Yusuf dan Maria. Dalam kisah mereka terdapat oknum ketiga.
Diceritakan bagaimana proses perkawinan dan diceritakan bagaimana proses
kelahiran Yesus Kristus. Lukas juga menceritakan masa kanak-kanakNya, bagaimana
tanggungjawabNya. AyahNya cepat mati dan Dia mempunyai saudara laki-laki dan
perempuan, dan tanggngjawabNya kepada orangtuaNya. Namun saudara-saudaraNya
tidak memberikan dukungan kepadaNya. Yesus sangat mencintai ibuNya dan
memeberikannya kepada Yohanes, dan pada saat itulah ibuNya tinggal dirumah
Yohanes (Yoh. 19:27). Keahlian Yesus tidak dipentingkanNya kepada diriNya
sendiri, ataupun kepada keluargaNya, melainkan kepada orang-orang yang
membutuhkan. Dia tidak mendekatkan diri kepada wahyu-wahyu, tetapi Ia
mendekatkan diri kepada masyarakat kecil. Dia sangat setia kepada komunitas
yang dibuatNya kepada murid-muridNya. Dia juga tat kepada perintahNya, dimana
Dia akan dihukum atas hukuman pemerintah. Diatas itu, Dia juda adalah seorang
Agamawan yang terkemuka. Usia 12 tahun Dia sudah mampu menjelaskan Kitab Suci
didepan guru agama-agama, mempercakapkan apa yang diketahui tentang Kitab Suci.
Dia juga adalah seorang anak yang mempunyai keyakinan tinggi. Akhirnya Dia
ditangkap, menyatakan bahwa Ia akan dihukum mati, dikuburkan, bangkit,
menampakkan diri, dan naik ke sorga.
Manfaat bagi kita
mempelajari kedua metode ini adalah ketika kita ingin menyapa pergumulan jemaat
ataupun keluarga, kita tak hanya menekankan aspek atas, melainkan aspek bawah
dan aspek bawah itu juga juga harus terlihat.[29]
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas maka dapat saya simpulkan bahwasanya, Kristologi fungsional
adalah yang menekankan pada apa yang dikerjakan atau karya Yesus bagi manusia.
Kristologi fungsional dapat dibagi menjadi dua, yaitu Kristologi “dari atas”
dan “dari bawah”. Kristologi dari atas yaitu “dari Allah menjadi manusia,
bukanlah manusia yang menjadi Ilahi melainkan Allah menjadi manusia”. Secara
keseluruhan disini terjadi suatu gerak yakni “gerak dari atas dan kembali ke
atas”. Hal ini ditulis oleh Yohanes melalui kata-kata Yesus: “Aku datang dari
Bapa dan Aku datang ke dalam dunia; Aku meninggalkan dunia pula dan pergi
kepada Bapa” (Yoh. 16:28). Kristologi dari atas juga dikemukakan oleh Karl
Barth, bahwa dalam Kristus Allah bertemu dengan manusia dan bukan manusia yang
menjumpai Allah. Sedangkan Kristologi dari bawah bahwa Yesus digambarkan
sebagai manusia terlihat bahwa Ia lahir dari seorang perempuan bernama Maria.
Sedangkan Kristologi dari bawah sepenuhnya dapat mengevaluasikan manusia Yesus
serta hal ikhwal-Nya. Yesus secara menyeluruh manusia, meskipun bukan manusia
“biasa”. Kristologi dari bawah dikemukakan oleh Paul Tillich. Sesuai dengan
teologi korelasinya Tillich dalam Kristologi juga bertitik tolak dari situasi
manusia. Penebusan hanya dapat dikerjakan oleh “seorang yang mengambil bagian
secara penuh dalam situasi manusia”.
IV.
Daftar
Pustaka
Banawiratma,
J.B., Kristologi dan Allah Tritunggal,
Yogyakarta: Kanisius, 1986
Becker,
Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2012
Borg, Marcus
J., Kali Pertama Jumpa Yesus Kembali,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
Dister,
Nico Syukur , Kristologi Sebuah Sketsa, Yogyakarta:
Kanisius, 1993
Eldon
Ladd, George, Teologi Perjanjian Baru
jilid I, Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 2002
Erikson,
Millard J., Teologi Kristen, Jilid II,
Malang: Gandum Mas, 2003
Heuken,
A., Ensiklopedia Gereja volume III,
Jakarta: Cipta Lokal Caraka, 1993
Lumintang,
Stevri Indra,
Teologi Abu-Abu Pluralisme Agama,
Malang: Gandum Mas, 2004
Martasudjita,
Emanuel, Pokok-Pokok Iman Gereja, Yogyakarta:
Kanisius, 2013
Rekaman catatan Dosen
Kelas II A, 5 Mei 2015
Wongso,
Peter, Kristologi Doktrin Tentang
Kristus), Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990
[1] Nico Syukur Dister, Kristologi Sebuah Sketsa, (Yogyakarta:
Kanisius, 1993), 21
[2] A. Heuken, Ensiklopedia Gereja volume III,
(Jakarta: Cipta Lokal Caraka, 1993), 38
[3] Nico Syukur Dister, Kristologi Sebuah Sketsa, 28
[4] Rekaman catatan Dosen Kelas II A, 5 Mei 2015
[6] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012), 113-114
[8] Rekaman catatan Dosen Kelas II A
[10] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 113-114
[11] Ibid, 114
[12] Rekaman catatan Dosen Kelas II A
[14] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 122
[15] Emanuel Martasudjita, Pokok-Pokok Iman Gereja, (Yogyakarta:
Kanisius, 2013), 112
[16] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 122
[17] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal,
(Yogyakarta: Kanisius, 1986 ), 31
[18] Ibid, 31
[19] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid I,
(Bandung: Yayasan Kalam Kudus, 2002), 333
[20] Ibid, 321
[22] Millard J. Erikson, Teologi Kristen, Jilid II, (Malang:
Gandum Mas, 2003), 295
[23] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 30
[24] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, 123-124
[25] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 29-30
[26] Peter Wongso, Kristologi (Doktrin Tentang Kristus), (Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990), 62
[27] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru jilid I, 335
[28] J.B. Banawiratma, Kristologi dan Allah Tritunggal, 30
No comments:
Post a Comment