Kontroversi
Augustinus, Pelagianisme dan Semi Pelagianisme
I.
Pendahuluan
Pada saat ini kita akan membahas tentang
kontroversi Augustinus, Pelagianisme dan Semi Pelagianime. Sebenarnya
Kontrovesi ini beranjak dari Kontroversi Yesus dengan orang Yahudi. Kemudian
sampai kepada Paulus pengikut Yesus melawan Yahudisme yang percaya kepada
Yesus, sampai dengan zaman Bapa-bapa gereja kontroversi ini terus terjadi. Dimana
ketika sampai ke Zaman Bapa-bapa Gereja, apa yang diajarkan Paulus seolah-olah
hilang, justru pada saat itu ajarannya seolah-olah berbaur Yudaisme. Kemudian
berkembanglah pada saat itu ada 3 (tiga) aliran teologis:
1. Moralisme
2. Intelektualisme
3. Sakramentalisme.
Ini
terjadi karena pada kenyataannya pada saat itu mereka lebih berfokus kepada apa
bukti tanda kepercayaan itu, agar mereka melihat tanda keselamatan. Sejak dari
masalah ini pendapat-pendapat orang tentang keselamatan beredar terkhusus
Augustinus, Pelagiius dan kemudian disusul oleh Semi Pelagianisme. Hingga masuk
dalam pembahasan kita kali ini, kontroversi Augustinus, Pelagius dan Semi
Pelagianisme. Semoga dengan paper ini kita semakin memahami bagaimana
Kontroversi pada saat itu.
II.
Pembahasan
2.1
Augustinus dengan pemahamannya
Augustinus merupakan seorang bapa gereja
yang pandangan-pandangan teologinya sangat berpengaruh dalam Gereja Barat. Ia
dilahirkan di Tagaste, Afrika Utara, tidak jauh dari Hippo Regius pada tanggal
13 november 354. Ayahnya bernama Patricius, seorang kafir, dan ibunya bernama Monnica, seorang ibu
yang saleh dan penuh kasih.[1] Dalam
tulisan-tulisannya ia mengemukakan argumentasi bahwa manusia mempunyai
kebebasan kehendak. Dosa tidak diciptakan oleh Allah dan juga tidak sama kekal
seperti Allah, tetapi timbul karena penyalahgunaan kehendak bebas. Kehendak itu
bebas, tidak dipaksakan,dan oleh sebab itu kita bertanggung jawab atas perbuatan
kita.
Pada awal kekristenannya, Augustinus percaya
bahwa kita memerlukan kasih karunia Allah, yaitu pertolongan batin dari Roh
Kudus,untuk hidup sebagai orang Kristen. Tetapi ia juga percaya bahwa orang
yang tidak percaya tanpa bantuan dan atas kemauannya yang bebas mampu mengambil
langkah pertama untuk berbalik kepada Allah. Dengan kata lain, Allah memberi
kasih karunianya (atau Roh Kudus) kepada mereka yang menanggapi Ijil dengan
iman. Namun setelah beberapa tahun Augustinus sampai pada pengertian anugrah
yang lebih mendalam. Ia sadar bahwa iman pun merupakan karunia Allah, hasil
pekerjaan rahmat-Nya.
Keselamatan merupakan seluruhnya karunia Allah dari mula dan
seterusnya. Karunia itu tidak diberikan kepada semua orang dan juga tidak semua
orang dipercaya. Karunia itu diberikan kepada mereka yang dipilih oleh Dia-umat
pilihan-Nya. “Jadi hal itu tidak bergantung pada kehendak orang atau usaha
orang, tetapi pada kemurahan hati Allah”( Rm. 9:16)[2]Tidak
seorang pun, dengan kemauannya sendiri dapat melepaskan diri dari rentetan
kejahatan dosa dan kehendak untuk berbuat dosa.
Keselamatan dari status keberdosaan ini
hanya mungkin melalui anugerah, tetapi suatu anugerah yang seluruhnya
didasarkan pemilihan Allah. Pemilihan ini mendahului setiap jasa atau pahala
pada pihak manusia. Pemilihan ilahi,
dengan demikian bersifat menentukan. Hanya kehendak itu sendiri mesti memiliki kemauan,
karena tanpa kemauan ini maka pemberian anugerah akan menjadi sia-sia. Bagi
Augustinus hakikat dosa bersifat ganda, pada satu pihak adalah kecongkakan, dan
pada pihak lain adalah nafsu. Dalam status aslinya manusia dapat menghindari
dosa. Tidak hanya dengan cara membutuhkan kehendak saleh terus-menerus, tetapi
juga bantuan anugerah ilahi.
Tetapi karena kecongkakannya, Adam tidak hanya
mau berpegang pada Allah tetapi ia juga mau mengikuti kehendak hainya sendiri.
Akibatnya adalah kejatuhan, dimana Adam kehilangan anugerah ilahi. Karena adam
bukanlah sekedar seorang individu, tetapi juga nenek moyang dari seluruh umat
manusia, maka ini mengimplikasikan bahwa seluruh anak cucunya juga harus tetap
berada dalam kondisi keberdosaan yang sama. Bahkan Augustinus berkata bahwa
hakikat manusia telah dirusah oleh dosa.[3]
Augustinus awalnya menganut pemikiran
tertulianus, tetapi setelah ia menemukan dan membaca kitab Roma, sejak itu ia
berubah total. Dengan demikian ajaran Paulus kembali muncul.
Dan dengan jelasnya Augustinus
menekankan bahwa:
1. Akibat dosa
Adam semua manusia berdosa (dosa warisan).
2. Menurut
Augustinus kejatuhan manusia ke dalam
dosa mengakibatkan kodrat /kehendak bebas manusia menjadi mati
2.2
Pelagius dengan pemahamannya
Pelagius adalah seorang rahib awam yang
dilahirkan kira-kira pada abad pertengahan abad ke-4.di Inggris. Ia belajar
teologi Yunani, terutama teologi mazhab Antiokia. Pada tahun 400 Pelagius
ditemukan ada di Roma.[4] Ia
tidak mau menerima bahwa seluruh keturunan Adam dihinggapi dosa dan kesalahan
akibat perbuatan manusia pertama itu.[5]Pandangan-pandangannya
mendapatkan perhatian yang serius dari kalangan orang-orang kafir yang terdidik
pada masa itu ,dan agaknya ia juga mendapatkan banyak penganut dilapisan yang
tidak terlalu ketat aturan hidupnya dalam gereja. Melalui kata-kata baik yang
diucapkan maupun yang ditulis, Pelagius berupaya memenangkan pengikut-pengikut
bagi konsepsinya untuk mengikuti Kristus dengan kesungguhan.[6]
Ia mulai menulis tafsiran singkat
surat-surat Paulus. Ia berhasil mentobatkan seorang ahli hukum yang bernama
Coelestinus. Pelagius bersama Coelestinus meninggalkan Roma dan pergi ke
Kartago. Disana Pelagius menyebarkan ajaran-ajarannya serta mendapat banyak
pengikut. Ajaran-ajaran Pelagius menimbulkan keributan di Kartago. Augustinus
uskup Hippo-Regius, melawan keras ajaran-ajaran Pelagius. Di Kartago diadakan
sebuah konsili lokal yang menyatakan bahwa tujuh pokok ajaran Pelagius sesat.
Pokok- pokok itu adalah:
1. Adam
diciptakan untuk mati dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa. Kematian
bukanlah akibat dosa.
2. Kejatuhan
Adam ke dalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi
keturunannya.
3. Anak-anak
yang dilahirkan tidak berdosa.
4. Anak–anak
yang tidak dibabtiskan dan meninggal pada masa bayi tetap memperoleh
keselamatan.
5. Manusia mati bukan karena kejatuhan Adam ke
dalam dosa dan manusia bangkit dari antara orang mati bukan didasarkan pada
kebangkitan Kristus.
6. Hukum
Taurat dapat memimpin orang ke dalam Kerajaan Surga sama seperti injil.
7. Sebelum
Kristus ada orang yang berdosa.[7]
Pusat teologi Pelagius adalah
pandangannya mengenai kemaha-hadiran dan
kebenaran Allah. Pelagius hanya mempunyai perhatian terhadap satu hal :
menjadikan semua orang Kristen pada zamannya sadar akan tuntutan Allah bagi
suatu kehidupan yang kudus, dan menjadikan setiap individu tiba pada
keinsyafan, bahwa apabila ia mempunyai tanggung jawab maka ia akan mempunyai
kemungkinan untuk memutuskan hukum ilahi. Menurut dia, setiap orang dapat
kembali kepada Allah secara benar. Bahkan suatu kehidupan tanpa dosa tidaklah
berada diluar jangkauan kemungkinan ini, walaupun mungkin sangat boleh jadi
bahwa tidak seorang pun yang hidup tanpa dosa.
Pelagius menolak pendapat bahwa ada
sesuatu yang dipahami sebgai dosa warisan yang diwarisi oleh seetiap manusia
dari Adam dengan cara reproduksi seksual. Menurut Pelagius, tidak mungkin Allah
menanggungkan dosa terhadap seseorang, dosa yang diperoleh dari orang
lain,kalau ia bersedia mengampuni dosa-dosa yang orang itu sendiri perbuat.[8]
Keselamatan yang kekal itu diperoleh manusia selaku pahala karena amal dan
kebajikannya yang dilakukan manusia menurut kehendak yang bebas. Jadi rahmat
tidak dianggapnya sebagai suatu kuasa rohani dari sorga yang bekerja dalam hati
manusia.[9]
Dengan jelasnya Pelagius menekankan :
1. Bahwa
manusia itu dari kemampuannya sendiri dapat mengupayakan keselamatan sendiri.
2. Mengenai
dosa, menurutnya ia menganggap bahwa dosa adam tidak berakibat pada
keturunannya. Dosa adam,hanyalah dosa adam pribadi. Karena dosa menurutnya
ialah hal yang bukan mewariskan, tetapi dosa ialah akibat pelanggaran yang
ditanggung sendiri. Oleh karena itu menurut Pelagius tidak ada warisan,
sebagaimana Adam dan Hawa diciptakan tanpa dosa demikian juga manusia yang
lahir tanpa dosa, seperti kertas putih. Tetapi ketika ia berbuat pelanggaran ia
telah berbuat dosa.
3. Menurut
Pelagius dosa adam tidak berakibat kepada manusia (sehat saja), mutlak kodrat
(kekuatan manusia, inisiatif /tergantung kepada manusia itu sendiri).[10]
2.3
Semi
Pelagianisme dengan pahamnya
Ajaran Pelagius ditolak oleh Gereja,
pertama kalinya di Carthago pada tahun 418[11],
kemudian ajaran Augustinus tidak sepenuhnya di dogmanisasi (tidak sepenuhnya di
jadikan ajaran resmi Gereja) oleh karena itu terbuka peluang bagi Augustinus. Kartago
memenangkan Augustinus., kaum moralisme betul- betul merasa keberatan. Pimpinan
Gereja menyatakan bahwa Pelagianisme sesat bertolak dari gagasan Pelagius bahwa
manusia dengan kekuatannya sendiri dapat meghindari dosa dan hidup sempurna,
asal diberi ajaran dan contoh yang baik. Dengan demikian,Pelagianisme
memperlemah dan meremehkan ajaran gereja tentang dosa asal sebagai
ketidakmampuan asasi dari pihak manusia untuk berhubungan dngan Tuhan, dan
tentang mutlak perlunya penebusan Kristus bagi semua orang.
Berlainan dengan pandangan Gereja resmi
bahwa penebusan kita oleh Tuhan berarti kelahiran kembali dari dalam maut
kepada kehidupan, Pelagianisme melihat penebusan cuma sebagai pengangkatan
kehidupan sampai ke taraf yang lebih tinggi dan menganggap Sakramen Babtis
tidak mutlak perlu walau berguna karena mengangkat orang menjadi anggota Gereja
yang terpanggil menjadi warga kerajaan surga[12]
Kemudian banyak juga orang dalam Gereja
yang keberatan terhadap theologia Augustinus. Jikalau keselamatan hanya
beralaskan pemilihan dan rahmat, dimanakah tanggung- jawab manusia? Satu abad
lamanya (429-529) perselisihan ini memanaskan hati ahli-ahli theologia di Barat[13]. Karena itu, mereka mencari jalan tengah antara
Augustinus dan Pelagius[14].
Di Gallia Selatan timbul ajaran dari semi (setengah) pelagian,yang mencari
suatu jalan kompromi supaya moralisme Kristen dapat dipertahankan[15].
Karena dari kaum Moralisme yang merasa
keberatan pada saat. Mereka menganggap bahwa kalau keselamatan itu karena
Anugerah Tuhan, maka dimana letak tanggung jawab manusia? Apakah disiplin yang
selama ini dibawa kaum moralisme menjadi sia-sia?. Oleh karena ini kaum
moralisme menyampaikan Ajarannya Semi Pelagianisme. Semi Pelagianisme mengakui
bahwa dosa ada berakibat secara komunal keturunannya, dengan demikian Semi
Pelagianisme juga mengakui semua manusia berdosa.[16] Semi
Pelaginisme merupakan suatu ajaran yang muncul pada abad ke-4 dan ke-5. Ajaran
ini berada di antara ajaran Augustinus dan Pelagianisme. Menurut ajaran ini,
untuk mencapai keselamatan, kehendak manusialah yan pertama-tama berperan.
Rahmat Allah hanya ditambahkan kemudian[17].
Kata mereka: oleh jatuhnya Adam kehendak manusia hanya dilemahkan saja,
sehingga manusia dapat berbuat baik lagi. Ia tidak mati (Augutinus) dan tidak
pula sehat (Pelagius) melainkan sakit.
Oleh karena itu kekuatan manusia tidak cukup untuk mencapai keselamatan itu. Ia
memerlukan bantuan rahmat Tuhan[18].
Tetapi sekali sembuh, ia dapat menjalankan
kehidupan Kristiani dengan kekuatan sendiri, tanpa rahmat Allah. Dengan
demikian, dalam semi Pelagianisme kata pertama dan terakhir ada pada manusia,
bukan pada rahmat Allah[19]. Dengan
kata lain manusia selamat tidak hanya bergantung kepada Rahmat Allah dan juga
tidak bergantung sepenuhnya kepada manusia, tetapi terjadi oleh karena
sinergisme Antara Rahmat Allah dan kodrat manusia. Dalam hal sinergisme itu
manusia lah yang mengambil prakarsa Apakah ia memerlukan Rahmat Allah, atau
tidak. Yang memulai kerjasama itu adalah manusia.[20]
. Tetapi dengan keterangan ini mereka belum juga
memutuskan masalah, bagaimana pemilihan manusia oleh Tuhan dan tanggung jawab
mnusia dan disesuaikan satu sama lain.[21] Bukan
hanya Pelagianisme, juga Semipelagianisme dinyatakan oleh Magisterium Ecclesiasticum( Kuasa Mengajar Gereja)[22].
Permasalahan ini dibawa ke sinode Orange, keputusan Sinode ini sama dengan
kartago , nama semi Pelagianisme dikutuk, nama Augustinus dimenangkan.[23]
III.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan
bahwa pemahaman Augustinus, Pelagius, serta Semi Pelagianisme tidak diterima
oleh gereja, ajaran mereka ditolak dan dianggap sesat. Karena ajaran yang
mereka kemukakan itu tidak sesuai, sehingga dibawa pada Konsili Kartago dan
Orange.
IV.
Daftar
Pustaka
Berkhof,
H, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM,2012
Dister,
Nico Syukur, Teologi Sistematika 2,
Yogyakarta:Kanisius,2004
Lane,
Tony , Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani, Jakarta: BPK-GM,2012
Lohse,
Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma
Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2011
Wellem,
F.D, Kamus
Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-GM,2011
Wellem,
F. D, Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam
Sejarah Gereja Jakarta: BPK-GM, 2011
[1] F. D Wellem, Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja
(Jakarta:BPK-GM,2011), 23
[2] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani,( Jakarta:
BPK-GM,2012), 39-42
[3] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,( Jakarta: BPK-GM,
2011),142-143
[4] F. D Wellem, Riwayat Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja,157
[5] Th. Van den End, Harta Dalam
Bejana, (Jakarta: BPK-GM,2000),82
[6] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,135
[7] F.D.Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah
Gereja,157-158
[8] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,136-137
[9] H.Berkhof, Sejarah Gereja,(jakarta: BPK-GM,2012) , 69
[10] Pardomuan Munthe, Ringkasan
Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[11] H.Berkhof, Sejarah Gereja,(jakarta: BPK-GM,2012) , 69
[12] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, (
Yogyakarta:Kanisius,2004),162
[13] H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69
[14] Nico Syukur Dister, Teologi
Sistematika 2, 162
[15] H.Berkhof, Sejarah Gereja,,
69-70
[16] Pardomuan Munthe, Ringkasan
Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[17] F.D. Wellem, Kamus Sejarah
Gereja, ( Jakarta:BPK-GM,2011),415
[18] H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69-70
[19] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, (
Yogyakarta:Kanisius,2004),163
[20] Pardomuan Munthe, Ringkasan
Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
[21] H.Berkhof, Sejarah Gereja,, 69-70
[22] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2, 163
[23] Pardomuan Munthe, Ringkasan
Catatan Rekaman Akademik, 30 September 2014
No comments:
Post a Comment